Mohon tunggu...
Syahtila Rajabi
Syahtila Rajabi Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia Biasa.

Tak Akan Ada Rasa Cukup Dalam Menulis. Terus Berusaha Membuat Tulisan Yang Bagus Dan Enak Dibaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Maheswara: Dendam Ratu Siluman (8)

14 Mei 2024   10:00 Diperbarui: 25 Juni 2024   20:28 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi

Chapter 8: Kebenaran

"Kau adalah api, cahaya yang menyinari gelapnya bumi. Kau adalah pusat dari segalanya, kau adalah yang paling terang bintang dari bintang. Jawabnya panggilan ku, Mahasanga Asura! Melesatlah."

Dengan kekuatan yang terkumpul Maheswara berhasil memanggil Mahasanga Asura, "Hahaha bahkan dengan senjata andalan mu saat ini kau takkan bisa mengalahkan ku! Hihihahaha." Nyi Kulodarmaji kembali merapalkan mantra, kali ini ia mengumpulkan kekuatannya di ujung jari nya yang ia arahkan ke arah langit. "Saksikanlah akhir dari hidupmu disini! Maheswara Putra Ashura!" Kekuatan besar terkumpul di ujung jari Nyi Kulodarmaji, membentuk bola hitam raksasa yang siap menghantam Maheswara.

Maheswara kembali membentuk kuda-kuda nya, bersiap untuk melancarkan serangan pamungkasnya sedangkan Nyi Kulodarmaji hampir selesai merapalkan mantra nya. "Sayang sekali Maheswara Putra Ashura, padahal kau bisa hidup dengan tenang bersama ku disini. Aku akan memberikan semua yang kau inginkan, kekuatan, harta, dan kebahagiaan. Khhhahaha, sayang seribu sayang, hancurlah bersama hutan ini!" Nyi Kulodarmaji mengarahkan jari nya ke Maheswara, menjatuhkan bola hitam raksasa yang besarnya menutupi seisi hutan.

"Apa itu? Aku harap Paman Maheswara tidak kenapa kenapa." Sang Jaka terheran-heran dengan bola hitam raksasa yang ia lihat.

Bola hitam raksasa itu jatuh perlahan menimpa Hutan Tengkorak, namun, Maheswara yang sudah selesai dengan urusannya segera melesatkan Mahasanga Asura. Kedua kekuatan besar saling beradu, menghasilkan gelombang ledakan yang besar sehingga membumi-ratakan Hutan Tengkorak dan sekitarnya.

"Hhhhaahaha..." Tawa Nyi Kulodarmaji mengiringi ledakan yang dahsyat.

Kini Hutan Tengkorak telah rata dengan tanah akibat pertarungan dua orang gila. "Ha... Haha... Kelihatannya kau sudah kehabisan energi Maheswara Putra Ashura, akan ku habisi kau dengan sisa kekuatan ku." Nyi Kulodarmaji masih bisa berdiri dengan sisa energi nya bahkan setelah mengeluarkan sihir yang begitu dahsyat.

"Heh... Ini bukanlah apa-apa, ayo maju kau Nyi Kulodarmaji... Aku akan meladeni mu bahkan sampai aku tak bisa berdiri lagi." Maheswara dengan sisa energi nya membentuk kuda-kuda dan bersiap untuk bertarung lagi. Kini keduanya bersiap untuk mengadu kekuatan lagi dengan sisa energi yang mereka miliki.

"HAAAAHHH!!"

Keduanya melesatkan tinju yang menghantam wajah satu sama lain, kini adalah saatnya pertarungan tangan kosong. Nyi Kulodarmaji tak hanya handal dalam menggunakan sihir namun dia juga petarung yang tak bisa dianggap remeh. Nyi Kulodarmaji adalah penggila pertarungan, penantian lama nya untuk bertarung, akhirnya bisa ia dapatkan saat ini.

"Kuhh hahahaha! Hebat sekali Maheswara Putra Ashura khh Kau bisa menghiburku selama ini ugh khh hahaha!!" Nyi Kulodarmaji memuji Maheswara di tengah tengah gempuran serangan.

Beribu pukulan dan beribu tendangan, serangan yang tak terhitung jumlahnya telah dilayangkan dalam pertarungan adu jotos ini namun kedua nya belum ada yang tumbang. Nyi Kulodarmaji maupun Maheswara masih kuat berdiri bertukar serangan. "Terima ini!" Maheswara melayangkan tinju yang ia lapisi dengan sisa kekuatannya, mendorong Nyi Kulodarmaji mundur beberapa langkah.

"Khh tidak cukup hahaha tidak cukup untuk mengalahkan ku, aku masih bisa bertarung! Khh gah..." Nyi Kulodarmaji yang telah kehabisan energi nya masih berdiri untuk melanjutkan pertarungan, sementara Maheswara mengendurkan kuda-kudanya dan duduk bersila, membuat Nyi Kulodarmaji kebingungan.

"Kenapa kau mengendurkan kuda-kuda mu Maheswara Putra Ashura? Apa kau tidak mau bertarung lagi dengan ku?" tanya Nyi Kulodarmaji kebingungan.

"Maafkan aku Nyi Kulodarmaji, tetapi aku sudah tidak kuat untuk melakukan pertarungan tidak berarti ini. Maafkan aku juga karena telah menghancurkan hutan ini. Duduklah, kau pasti lelah juga kan?" jelas Maheswara.

Nyi Kulodarmaji melangkah mendekati Maheswara dan berdiri di sampingnya lalu duduk bersila, menyandarkan kepala nya di bahu Maheswara yang sudah tidak kuat melawan. "Ini bukan pertarungan yang tidak berarti Maheswara. Setelah semua yang telah kita lalui bersama dalam pertarungan, kau telah memuaskan jiwaku yang telah lama mati khh hahahaha... aku masih akan menantikan jawabanmu." Nyi Kulodarmaji memejamkan mata nya dan terlelap di bahu Maheswara.

"Aku rasa pikirannya memang sudah kacau... Apa maksud perkataanya itu? Dan juga kenapa kau tidur di bahu ku hei! Kau hampir membunuh ku loh! Hei bangun!" gumam Maheswara dalam hati nya.

Gumaman Maheswara berakhir ketika ia mendengar suara Sang Jaka yang memanggil nya, "Hei Paman Maheswara!" terlihat Sang Jaka berlari menghampiri Maheswara.

"Jaka! Kau tidak apa apa?" Tentu saja Maheswara mengkhawatirkan Sang Jaka karena ledakan kekuatan yang begitu dahsyat meratakan Hutan Tengkorak.

"Aku baik baik saja, beruntung Ki Wiryo melindungi ku. Aku juga sudah mengumpulkan daun kelor nya. Eh?! Itu..." Sang Jaka berhenti bicara ketika ia melihat Nyi Kulodarmaji yang menyenderkan kepalanya di bahu Maheswara.

"Ah ceritanya panjang, saat ini aku tidak kuat berdiri, bisa kah kita beristirahat disini sebentar--"

'kruyuk kruyuk~'

"Ahaha... Maafkan perutku, aku tidak bisa menahannya." ucap Maheswara berusaha menutupi rasa malunya.

"Mau bagaimana lagi, aku akan membuatkan makanan." Sang Jaka dengan sigap menyiapkan api unggun dan makan malam karena hari yang sudah mulai gelap.

Kini malam menyelimuti Hutan Tengkorak, cahaya bulan menerangi hutan yang sudah rata dengan tanah. Ditemani api unggun, terlihat Maheswara dan Sang Jaka yang sedang membuat makan malam.

"Sang Jaka, bagaimana kau bisa tidak terkena dampak dari ledakan? Sementara Hutan Tengkorak saja rata dengan tanah." tanya Maheswara memecah sepi.

"Semua karena Ki Wiryo, Paman. Ki Wiryo memiliki keahlian untuk perlindungan, sehingga ketika ledakan itu terjadi, Ki Wiryo berubah menjadi sebuah perisai." jawab Sang Jaka tanpa mengalihkan pandanganya dari masakannya.

"Hmm mungkin sesekali izinkan aku meminjam nya ya? Boleh kan?" Maheswara memohon.

"Boleh boleh saja. Ayo Paman makan malamnya sudah hampir jadi." jawab Sang Jaka sambil menyiapkan makan malam.

'endus endus'

Tak disangka aroma masakan Sang Jaka membuat Nyi Kulodarmaji bangun dari tidurnya yang dengan segera menghampiri Maheswara dan Sang Jaka.

"Mmm.... Sepertinya enak! Aku juga mau bagian ku dong!" pinta Nyi Kulodarmaji dengan mata berbinar-binar.

"Ahaha silahkan Nyi. Semoga Nyi Kulodarmaji Sang Penyihir Hutan Tengkorak suka."

"Khh haha aku menyukaimu Anak Kecil, tapi jangan panggil aku Penyihir Hutan Tengkorak lagi mulai sekarang." ucap Nyi Kulodarmaji dengan gestur menyombongkan diri.

"Hee... Terus mulai sekarang aku harus memanggil mu apa Nyi?" tanya Sang Jaka.

"Hehem... Panggil aku Calon Istri Maheswara Putra Ashura!" Nyi Kulodarmaji menempelkan wajahnya bahu Maheswara membuat sang empu nya bahu bergidik.

"Eehh... Hebat juga kau Paman!" puji Sang Jaka.

Maheswara hanya diam sambil menggerutu.

"Jadi sekarang bagaimana? Hutan Tengkorak sudah tidak ada. Bagaimana kau akan hidup setelah ini Nyi?" tanya Maheswara.

"Temthu sajha akhu akhan ikhut denghan mu ekhem... Karena kau telah menghancurkan rumah ku dan sekarang aku adalah calon istri mu. Bukankah itu sudah jelas." jawab Maheswara.

"Padahal hutan ini hancur karena sihir mu dasar!! Dan juga tentang calon istri itu, aku tidak pernah setuju!" Maheswara kesal.

"Huhu... Jahat sekali, lelaki memang begitu kejam... Apa tubuhku ini tidak menarik perhatian mu? Mmm?" Nyi Kulodarmaji sedikit menggoda Maheswara.

"Siapa juga yang suka dengan nenek nenek--" kata-kata Maheswara berhenti tatkala sebuah tendangan melayang tepat di wajahnya.

"Siapa yang kau panggil nenek-nenek hmm? Bukan aku kan? Hmm?" terlihat senyum bengis di wajah Nyi Kulodarmaji.

"Nenek gila! Siapa lagi kalau bukan kau!"

"Kau ini ya! Ayo kita lanjutkan pertarungan tadi hah! Kini tenaga ku sudah pulih, ayo maju kau Maheswara Putra Ashura!" tantang Nyi Kulodarmaji.

"Oohh ayo saja kalau kau berani!" Maheswara membentuk kuda-kudanya.

"Kalian berdua hentikan! Kumohon!" pinta Sang Jaka.

.

.

.

Awal dari pertarungan dahsyat bagian dua akhirnya berhenti setelah Sang Jaka melerai keduanya dan memulai perbincangan mengenai pencarian Pedang Warugeni dan Dyah Asih yang masih belum sadarkan diri.

"Paman, sebaiknya kita tidak menghabiskan banyak waktu. Karena Nyai masih belum sadarkan diri. Sebisa mungkin kita harus cepat kembali ke Kerajaan Tirtapura." jelas Sang Jaka.

"Kau benar juga. Kita harus kembali sebelum tengah malam." jawab Maheswara.

Nyi Kulodarmaji yang menyimak pembicaraan keduanya akhirnya melontarkan isi pikirannya, "Kerajaan Tirtapura? Sebenarnya apa yang kau sedang cari? Maheswara Putra Ashura."

"Aku bersama Nyai Dyah Asih sedang dalam perjalanan untuk mencari Pedang Warugeni milik Raja Siluman Suratreta. Sayangnya bukan hanya aku yang mengincar pedang itu, tetapi penyihir kerajaan siluman Suratreta, Ajisana Mahardika, juga mengincar nya." jelas Maheswara.

"Lah... Kau mencari Warugeni? Kenapa kau tidak bilang sedari awal?" ucap Nyi Kulodarmaji menimbulkan pertanyaan.

"Maksudmu?" tanya Maheswara bingung.

"Pedang Warugeni itu tidak pernah ada. Maksudku tidak ada yang tahu bentuk aslinya, karena pedang itu adalah perwujudan dari sang pemilik jiwa. Pedang Warugeni adalah pedang yang terbentuk ketika kau sudah mengabdikan jiwa mu untuk menuju tingkat akhir Ilmu Putih. Kemungkinan Raja Siluman Suratreta itu sudah mencapai tingkat akhir dari Ilmu Putih. Siapapun yang mendedikasikan dirinya dalam Ilmu Putih hingga sampai ke tingkat akhir akan melahirkan Warugeni nya sendiri." jelas Nyi Kulodarmaji.

"Tunggu dulu, jadi kau berusaha mengatakan bahwa selama ini kami mencari hal yang tidak ada?" tanya Maheswara.

"Bukan tidak ada. Kau mencari sesuatu hal yang sebenarnya ada di tempat yang paling dekat, yaitu jiwa mu sendiri." jawab Maheswara.

"Hmm kalau begitu apa kau bisa menjelaskan kenapa Raja Siluman Suratreta menghilang dengan tiba-tiba?" tanya Maheswara.

"Itu sudah sangat jelas. Kematian. Karena ketika kau sudah mencapai tingkat akhir dari Ilmu Putih. Kematian adalah penantian panjang bagi para penganut ilmu putih. Dengan kematian, mereka menyempurnakan ilmu nya." jelas Nyi Kulodarmaji.

"Lalu apa kau bisa menjelaskan tentang orang yang dirasuki amarah dan tiba-tiba memiliki sebuah senjata yang diselimuti aura kegelapan?" tanya Maheswara.

"Ya kemungkinan itu adalah lawan dari Ilmu Putih. Ia bisa muncul dan mengamuk dikarenakan beberapa hal. Orang yang tidak kuat menangani kekuatan Ilmu Hitam nya akan mengamuk dan lepas kendali, setelah itu ia akan tak sadarkan diri, atau yang terburuk dia akan dimakan oleh Ilmu Hitam itu sendiri." jawab Nyi Kulodarmaji.

"Nyi Kulodarmaji, sebenarnya tujuan kami kesini untuk mendapatkan daun kelor untuk menyembuhkan rekan kami yang membangkitkan ilmu hitam nya." jelas Maheswara.

"Ya itu sudah benar sih, daun kelor dapat mengusir kekuatan itu, namun bukan berarti menghilangkannya untuk selamanya. Kekuatan itu pasti akan bangkit lagi." jawab Nyi Kulodarmaji.

"Jika seperti itu sekarang aku mengerti. Terima kasih Nyi." Maheswara membentuk gestur berterimakasih.

"Sudah sudah, kalau begitu kau punya alasan untuk membawa ku bersama mu. Karena ada satu hal yang ingin aku pastikan."

"Apa itu kira-kira Nyi?"

"Sepertinya... Permasalahan ini adalah ulah dari seseorang. Dan aku tahu siapa orang itu."  jawab Nyi Kulodarmaji.

"Seseorang? Maksudmu perihal Ajisana yang mengincar pedang Warugeni dan Nyai Dyah Asih?"

"Ya bisa dikatakan begitu. Aku yakin kau mengenal orang nya, dia memang suka membuat keributan untuk menghibur dirinya. Heh ternyata dia masih belum berubah." jawab Nyi Kulodarmaji.

"Maksudmu?"

"Indrasura. Dia adalah dalang dibalik semua ini. Hanya dia lah orangnya. Aku rasa sebentar lagi kau akan sampai pada puncak rencananya." jawab Nyi Kulodarmaji.

"Puncak?" kata-kata Maheswara terpotong tatkala Sang Jaka menyela pembicaraan dengan memberitahu kabar bahwa Kerajaan Tirtapura diserang oleh pasukan siluman.

"Paman sepertinya kita harus kembali sekarang. Aku baru saja mendapatkan kabar dari Raja Astrasoca melalui Ki Wiryo, bahwa pasukan siluman sedang menuju Kerajaan Tirtapura." ucap Sang Jaka.

"Kita terlalu lama meninggalkan Nyai disana. Ayo kita kembali." Maheswara segera bergegas untuk kembali ke Kerajaan Tirtapura.

"Eh... Kau mau meninggalkan ku disini?" rayu Nyi Kulodarmaji.

"Kau juga ikut ayo!" ajak Maheswara.

"Yeay!"

Akhirnya Maheswara dan Sang Jaka kembali menuju Kerajaan Tirtapura dengan menaiki Ki Wiryo, tentu saja sekarang bersama Penyihir Hutan Tengkorak, maksudnya, Calon Istri Maheswara Putra Ashura, Nyi Kulodarmaji.

.

.

.

"Seharusnya ini bisa lebih menyenangkan lagi. Sayang sekali ini akan segera berakhir. Teruslah menari, Maheswara."

Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun