Chapter 3: Memulai Perjalanan
Suara gaduh bergemuruh menggetarkan seisi hutan Kertasura, membuat hewan-hewan hutan berlarian menyelamatkan diri mereka. Sedangkan dua sosok sedang mengadu kekuatan, mereka adalah Maheswara dan Gandharva yang sedari tadi bertarung tiada henti, keduanya seimbang dalam hal kekuatan tapi entah siapa yang akan berakhir terlebih dahulu.
"Sial kau kuat juga hah?!" Maheswara mengambil langkah mundur untuk menyiapkan serangan selanjutnya.
"Akulah yang paling kuat disini! Enyahlah!" Gandharva menghentak-hentakkan kaki nya, membuat tanah disekitar nya terbelah.
"Oi oi oi aku baru saja mengambil nafas. Maafkan saja ya tapi aku ada keperluan lain, ayo kita akhiri disini." Maheswara menguatkan kuda-kuda nya, mengerahkan seluruh tenaga yang ia punya untuk memanggil senjata andalannya, Tombak Mahasanga Asura, senjata andalannya yang kekuatannya sangatlah dahsyat.
Maheswara akan memanggil Tombak Mahasanga Asura dari tempatnya bersemayam, Matahari.
Ketika Maheswara memanggil nya, tombak itu akan melesat dengan kekuatan cahaya ke arah yang sudah ditentukan. Mengakibatkan kehancuran luar biasa yang tak hanya menghabisi musuhnya tapi juga membumihanguskan sekelilingnya sesuai dengan kekuatan yang disalurkan.
"Kau yang paling bersinar diantara yang lainnya, kau yang paling hebat diantara yang terhebat, kau yang terkuat diantara yang terkuat. Mahasanga Asura jawablah panggilan ku, melesatlah!" Maheswara menyelesaikan mantra nya dan menunjuk ke arah Gandharva yang juga mendaratkan serangan kepadanya.
Sekarang siapakah yang akan terlebih dahulu berakhir.
"Cukup!!" Sebuah suara teriak yang serak ditengah-tengah pertarungan yang ternyata adalah Ki Arya.
Namun kedatangan Ki Arya sudah terlambat, Mahasanga Asura sudah menembus lapisan ozon bumi dan akan segera mendarat, "Cih, sudah terlambat kah."Ki Arya mengumpulkan kekuatannya dan mempersiapkan kuda-kuda, dia berusaha mengalihkan arah tombak itu ke tempat lain.
Dalam hitungan sepersekian detik tombak itu sudah sangat dekat dengan tanah, Ki Arya segera mengerahkan seluruh kekuatan yang ia miliki, "Haaah!! Hiyaah!" Ki Arya membelokkan arah Tombak Mahasanga Asura sehingga sekarang tombak itu mengarah kembali ke langit. "Enyahlah kau! Haduh..." Ki Arya mengatur nafasnya dan bersikap tenang.
"Anak bodoh! Keparat! Orang gila! Sialan! Siapa suruh kau menggunakan itu disini?! Apa isi kepala mu itu sudah rusak hah?!" Ki Arya mengeluarkan semua amarah yang ia simpan, sementara Maheswara hanya diam mematung menyesali perbuatannya.
Setelah memarahi Maheswara, Ki Arya berbalik dan memandangi Gandharva, "Hmm sudah besar saja kau. Kau melakukan tugas mu dengan baik. Pergi dari sini." Perintah Ki Arya.
"Baik Guru." Gandharva memberikan salam kepada Ki Arya lalu pergi berjalan ke dalam hutan.
Maheswara yang mendengar apa yang diucapkan Gandharva menjadi kebingungan, "Guru?" Maheswara menatap Ki Arya penasaran.
Ki Arya hanya menatap nya balik sembari merapikan janggutnya yang berantakan, "Apa?" Balas Ki Arya.
"Maksudnya yang barusan itu apa Ki? Kenapa dia memanggil mu guru?" Maheswara berdiri dan menghampiri Ki Arya.
"Jangan dekat-dekat. Badan mu bau, apa kau sudah mandi? Sudah jelas dia adalah murid ku. Dia aku perintahkan untuk menjaga hutan ini." Jelas Ki Arya.
"Murid mu?! Selama ini aku kira hanya aku murid mu." Ucap Maheswara lega.
"Jangan lupakan saudara seperguruan mu itu."
"Siapa? Indrapura? Mana mungkin aku lupa hahaha." Terang Maheswara sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Namanya Indrasura bodoh." Jelas Ki Arya sembari memukul kepala Maheswara.
"Aduh! Aduh!" Rintih Maheswara.
Ditengah keributan Ki Arya dan Maheswara, Dyah Asih datang sambil mengusap-usap mata nya, "Hoaam padahal aku sedang enak enak tidur disana. Ada apa dengan keributan tadi?" Tanya Dyah Asih.
"Sebenarnya hm-" Ki Arya menutup mulut Maheswara yang ingin bercerita.
"Ayo kembali ke gubuk, hari sudah mulai gelap." Ajak Ki Arya sambil berjalan meninggalkan Dyah Asih yang kebingungan.
***
Malam menutup tabir sang surya membiarkan para bintang memancarkan cahaya nya. Nampak Ki Arya, Dyah Asih, dan Maheswara yang berbincang setelah makan malam, "Jadi siapa namamu? Aku baru ingat kita belum berkenalan." Tanya Ki Arya kepada Dyah Asih.
"Aku adalah Kanjeng Ratu Dyah Asih Malapetaka, Ratu Siluman Agrasura. Kau adalah Ki Arya bukan?" Dyah Asih memperkenalkan dirinya sambil berpose lalu duduk lagi.
"Ah jadi Baginda Ratu sudah tau ya. Sungguh sebuah kehormatan." Balas Ki Arya sembari membentuk sebuah salam penghormatan.
"Jadi apa yang membuat seorang ratu Siluman sampai datang kemari? Bukankah anda melayani Raja Siluman Suratreta? Aku dengar dia telah menghilang lama sekali entah kemana, apakah itu benar?" Sambung Ki Arya.
"Sudah lebih dari 30 tahun suami ku menghilang dan aku mengambil alih kekuasaan, namun itu tidak semudah yang aku kira. Siluman keparat itu sudah berencana mengkudeta ku dan sekarang aku akan membalasnya." Terang Dyah Asih sembari mengepal kencang tangannya.
"Siluman keparat?" Tanya Ki Arya.
"Dia adalah Ajisana Mahardika, orang kepercayaan suami ku yang ternyata adalah seorang pembohong besar." Jawab Dyah Asih.
"Aku seperti pernah mendengar namanya, apakah dia selalu berjalan dengan terpincang-pincang dan membawa tongkat kayu dengan ukiran ular?" Tanya Ki Arya.
"Dia memang membawa tongkat kayu dengan ukiran ular, tetapi aku tidak pernah melihat dia jalan dengan terpincang-pincang." Jawab Dyah Asih.
"Tidak salah lagi, dia adalah Ajisana Mahardika, seorang siluman penyihir yang sedang mencari cara untuk awet muda dan hidup abadi. Dia memang tak hidup selama Baginda Ratu, tetapi kekuatannya tidak bisa di anggap remeh, ya walaupun masih kalah dengan kekuatan ku ini." Jelas Ki Arya.
"Aku tahu dia memang kuat sehingga suami ku mempercayainya, tetapi, cara untuk awet muda dan hidup abadi?" Tanya Dyah Asih.
"Hmm aku rasa anda beruntung anda bisa lari dari sana, dan aku yakin dia pasti masih mengincar nyawa anda atau mencari letak dimana senjata itu di segel." Jawab Ki Arya.
"Senjata apa yang di segel?" Tanya Maheswara.
"Warugeni. Senjata Pusaka Raja Siluman Suratreta. Walaupun aku tidak bisa merasakan jiwa nya tapi aku masih bisa merasakan keberadaan Warugeni, dia berada di sebuah tempat yang jauh dari sini. Alasan kenapa anda tidak bisa memanggil nya selain karena sirkulasi aliran energi yang tersumbat, adalah karena senjata itu telah di segel. Dan aku yakin cepat atau lambat Ajisana akan tahu soal hal itu. Untuk penyebab tersumbatnya sirkulasi aliran energi anda kemungkinan karena Ajisana juga." Terang Ki Arya.
"Dengan kata lain, suami ku sudah tiada? Hiks.." Dyah Asih terlihat terguncang, dia tak bisa menahan air matanya. Maheswara hanya bisa diam memperhatikan.
"Aku mengerti perasaan anda, tapi sekarang bukan waktunya untuk bersedih. Anda sebaiknya memikirkan keselamatan anda sendiri. Kemarin anda baru saja diserang oleh utusan Ajisana bukan? Aku yakin mereka akan mengirim lebih banyak siluman lagi esok." Ucap Ki Arya menenangkan.
"Ah ya itu benar, sekarang bukan waktunya untuk bersedih. Sekarang darah ku mendidih, akan aku balaskan dendam ku!" Ucap Dyah Asih sambil mengusap air mata yang menetes.
"Ini adalah peta perjalanan kalian, aku mendapatkan nya tadi setelah bersemedi. Aku jamin itu akurat. Jika kalian sudah mendapatkan Warugeni, kembalilah kemari, soalnya aku sedikit penasaran dengan senjata itu." Tutur Ki Arya.
"Oi Ki hentikan kebiasaan jelek mu itu, dasar maniak senjata." Ejek Maheswara.
"Eii apa maksudmu?! Dasar anak tidak sopan!" Ki Arya memukul kepala Maheswara dengan centong nasi.
"Aduh aduuh ampun." Jerit Maheswara.
Tanpa disadari Dyah Asih tersenyum kecil, dia sedikit lega mendapatkan kabar suaminya, walaupun bukan kabar baik yang ia terima. Tetapi setidaknya itu sudah membantu nya untuk membulatkan tekadnya.
"Tunggu aku disana suami ku. Aku akan menemui mu, tetapi sebelum itu, biarkan aku membalaskan dendam ku." Ucap Dyah Asih dalam hati.
Malam itu berlalu dengan sebuah jawaban dari penantian panjang, saat ini tekad Dyah Asih untuk melaksanakan misi balas dendam nya sudah bulat, tak ada yang bisa menghalanginya lagi. Dan segera perjalanan untuk balas dendam akan dimulai, entah lawan seperti apa yang akan mereka temui, yang pasti semua itu akan mereka hadapi demi tercapainya tujuan.
***
Keesokan paginya mereka mengemas semua barang yang diperlukan, bersiap untuk memulai perjalanan. "Jaga dirimu Maheswara, ingat pesan ku." Ujar Ki Arya.
Maheswara menganggukan kepalanya, "Baik Ki, aku akan selalu menjaga diri ku dan Nyai." Balas Maheswara bersiap untuk pergi.
"Pastikan kau sudah membawa semua baju-baju ku." Ujar Dyah Asih.
"Sudah semua Nyai." Jawab Maheswara sembari merapihkan bawaannya.
"Bagus. Kami akan pergi, terima kasih atas pertolongan mu Ki Arya. Aku akan selalu mengingat nya."
"Sebuah kehormatan bisa bertemu Kanjeng Ratu Siluman Agrasura. Jaga dirimu baik-baik." Balas Ki Arya.
Maheswara dan Dyah Asih akan berjalan ke arah utara menuju tujuan utama mereka, Gunung Kancaran. Disanalah pusaka Raja Siluman Suratreta, Warugeni, disegel.
Namun sebelum sampai ke sana, masih banyak tempat-tempat yang harus dilewati. Saat ini perjalanan pertama mereka akan pergi ke Kerajaan Tirtapura, sebuah kerajaan ditengah gurun pasir.
"Haaah lelah sekali, bolehkah aku beristirahat? Aku sangat lelah." rengek Maheswara.
"Kau ini! Kita baru saja berjalan sebentar, bahkan aku masih bisa merasakaan kehadiran Ki Arya disekitar sini." balas Dyah Asih.
"Tapi.."
"Tidak ada tapi-tapian, pokoknya terus berjalan!" potong Dyah Asih sembari menarik tangan Maheswara.
Jarak Kerajaan Tirtapura dengan Hutan Kertasura tidaklah jauh tetapi medan yang dihadapi sungguh tak biasa. Membuat orang yang ingin bepergian harus menyiapkan perbekalan yang banyak.
Saat ini Maheswara dan Dyah Asih sudah hampir sampai ke Kerajaan Tirtapura, namun kali ini ada sesuatu yang menghalangi perjalanan mereka.
"Aliran energi ini. Siluman!" Dyah Asih yang menyadari keberadaan siluman segera menyiapkan kekuatannya.
"Yang benar saja, di saat seperti ini." Maheswara bangkit dengan malas.
"Kau tidak bisa bersembunyi dari ku siluman bodoh!" ujar Dyah Asih sembari menghentakkan kaki nya ke tanah.
Hentakkan kaki Dyah Asih berhasil menggetarkan tanah dan membuat lubang besar, mengakibatkan pasir yang ada terhisap ke dalamnya.
"Aku bisa merasakan energi nya tapi aku tak bisa melihatnya. Kemampuan menghilangkan diri ya? Hmph trik murahan." Gumam Dyah Asih. "Disitu ya. Kena kau!" Dyah Asih menembakkan peluru energi yang berhasil mengenai sesuatu yang tak terlihat.
"Cih ternyata Ratu Siluman itu adalah orang yang kuat hah. Aku salah perhitungan." ucap sebuah suara tanpa bentuk.
"Siapa kau? Kau pasti suruhan Ajisana kan?! Tunjukkan dirimu, akan kuhabisi kalian satu-persatu." ancam Dyah Asih.
"Aku tidak sebodoh itu untuk menunjukkan diri ku. Sebelum kau menghabisi kami, aku duluan yang akan menghabisi mu hahaha-- oi apa ini?!" suara itu perlahan menunjukkan wujudnya tatkala Maheswara menyiram nya dengan air yang mereka bawa.
"Heeh.. Kelihatan tuh. Hyaah!" Maheswara menendang bokong si suara tanpa wujud membuatnya terdorong ke arah Dyah Asih dan langsung disambut Dyah Asih dengan mencekik leher dari si suara tanpa wujud itu.
"Hmph sekarang beri tahu aku apa rencana si Ajisana keparat itu! Atau aku patahkan batang leher mu ini. Cepat jawab." ancam Dyah Asih.
"Eekhh lephaskhan aakhh amphunn." mohon si suara tanpa wujud.
"Hmph." Dyah Asih melepaskan si suara tanpa wujud itu, membuatnya tersungkur ke tanah. "Sekarang jawablah!" suruh Dyah Asih.
Si suara tanpa wujud itu masih terbatuk dan perlahan dia menunjukkan wujudnya yang ternyata adalah siluman bunglon. "Ampuni hamba Kanjeng Ratu, hamba memang diperintah oleh Nyi Ajisana. Hamba Yatasur, siluman bunglon. Memohon ampun Kanjeng Ratu." mohon si siluman bunglon Yatasur sembari bersujud.
"Apa tujuan mu datang kemari? Apa untuk membunuh ku?" tanya Dyah Asih.
"Nyi Ajisana memerintahkan hamba untuk melacak keberadaan Kanjeng Ratu. Dengan begitu Nyi Ajisana bisa dengan mudah membunuh Kanjeng Ratu. Jika hamba menolak perintah nya, maka keluarga hamba berada dalam bahaya. Mohon ampuni Hamba." terang Yatasur.
"Dasar. Jadi apa yang sedang direncanakan oleh Ajisana keparat itu?"
"Nyi Ajisana ingin membawa Kanjeng Ratu kembali ke Kerajaan Siluman Agrasura. Hidup atau mati. Mohon ampuni hamba berkata demikian." jawab Yatasur.
"Memang keparat! Kau pulanglah. Bawa ini bersama mu." suruh Dyah Asih sembari memberikan salah satu cincinnya pada Yatasur. "Berikan ini pada Ajisana. Katakan bahwa Kanjeng Ratu Dyah Asih Malapetaka ini akan menghabisi nyawa nya dan mengirimnya ke neraka!" lanjut Dyah Asih.
"Terimakasih Kanjeng Ratu. Hamba izin meninggalkan tempat." Yatasur menghilangkan keberadaan nya dan energi nya perlahan menjauh.
"Pasukan siluman nya bahkan sudah menemukan aku disini. Sepertinya aku tidak bisa menganggap remeh Ajisana saat ini. Maheswara ayo kita jalan lagi- Dasar manusia bodoh!" Dyah Asih geram lantaran Maheswara pingsan karena kelelahan.
"Aku ingin pulang..."
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H