Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sapuan Warna Harapan

22 Januari 2025   10:33 Diperbarui: 22 Januari 2025   10:33 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Meta AI 

"Kalau begitu..." Ia menarik napas dalam-dalam, seolah mengumpulkan keberanian terakhirnya. "Tolong buka amplop ini untuk saya, Pak." Tangannya gemetar saat menyerahkan amplop itu. "Saya terlalu pengecut untuk melakukannya sendiri."  

Pak Karyo menerima amplop itu dengan hati-hati, seperti memegang sesuatu yang begitu berharga. Ia membukanya perlahan, menyelipkan jari-jari tuanya untuk menarik keluar selembar kertas. Wajahnya berubah serius saat membaca, lalu perlahan, sebuah senyum muncul di wajahnya yang keriput.  

"Ibu..." suaranya terdengar bergetar, seperti mengandung harapan yang lama ditunggu. "Pengobatannya berhasil. Kankernya sudah mengecil. Ini hasil yang baik."  

Mira membeku. Kata-kata itu terasa seperti air di tengah gurun, menghujam relung hatinya yang lama tandus. Air mata yang selama ini tertahan kini tumpah tanpa bisa dihentikan. Tapi untuk pertama kalinya, air mata itu membawa kelegaan. Ada rasa syukur yang meluap-luap, seperti cahaya yang perlahan menembus kegelapan jiwanya.  

"Terima kasih, Pak..." bisiknya dengan suara lirih, hampir seperti doa. Ia mendongak, menatap langit yang kini berubah keunguan. Dalam hatinya, ia berbicara dengan lembut, "Terima kasih, Nak. Mama tahu, kamu juga ikut mendoakan Mama dari sana."  

Pak Karyo hanya tersenyum kecil, tidak mengucapkan sepatah kata pun lagi. Ia tahu, ada momen yang terlalu sakral untuk diisi dengan suara manusia.  

Langit senja perlahan menelan sisa cahaya. Namun bagi Mira, hari itu adalah awal yang baru. Ia merasa seperti seorang pelukis yang menemukan kembali kuasnya, siap menorehkan warna-warna harapan di atas kanvas kehidupannya.

Dengan amplop hasil tes di tangannya, Mira berdiri dari bangku taman. Langkahnya terasa lebih ringan saat ia berjalan menuju pintu rumah sakit. Dalam pikirannya, ia membayangkan Deni tersenyum, mendukungnya dari kejauhan.  

Hari itu, Mira menyadari bahwa hidup, meskipun tidak sempurna, selalu memberikan alasan untuk terus melukis harapan. Dan ia akan terus berjuang, satu sapuan warna demi sapuan warna, melengkapi lukisan kehidupannya.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun