Ketika wabah kolera melanda, Tian dan Ayu bekerja sama merawat yang sakit. Tian menggunakan ilmu pengobatan tradisional Tionghoa, sementara Ayu meramu obat dari tumbuhan lokal. Usaha mereka menyelamatkan banyak nyawa, termasuk Wu Liang, yang terserang wabah.
“Kenapa kau masih peduli?” tanya Wu Liang, matanya sayu.
“Karena cinta sejati tidak meminta balasan,” jawab Tian. “Dan karena Ayu mengajarkan aku melihat manusia, bukan sekadar tradisi.”
Wu Liang terdiam. Air mata mengalir di pipinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!