"Kebodohan akibat putus sekolah sebenarnya jauh lebih mahal harganya daripada mengenyam pendidikan"
Putus sekolah merupakan fenomena memprihatinkan yang terjadi di berbagai daerah, tak terkecuali di bumi Laskar Pelangi yaitu Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur.Â
Berdasarkan data terbaru, selama tahun ajaran 2022/2023 tercatat 310 pelajar SMA/SMK di kedua kabupaten tersebut dinyatakan putus sekolah.Â
Angka tersebut cukup signifikan mengingat dampak jangka panjang dari putus sekolah baik terhadap individu pelajar maupun masyarakat luas.Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya serius dan terpadu dari berbagai pihak untuk mengatasi permasalahan ini.
Salah satu penyebab utama putus sekolah adalah keterbatasan ekonomi yang dialami sebagian pelajar dan keluarganya.
Kondisi ekonomi yang pas-pasan membuat orang tua kesulitan membiayai pendidikan anak sehingga terpaksa menyuruh anaknya untuk berhenti sekolah dan mencari pekerjaan untuk membantu ekonomi keluarga.Â
Ironisnya, upaya membantu ekonomi keluarga justru berdampak negatif karena menghambat masa depan sang anak itu sendiri.Â
Oleh karena itu, sekolah dan pemerintah daerah perlu memberikan keringanan atau bantuan biaya pendidikan bagi pelajar dari keluarga tidak mampu, misalnya berupa beasiswa atau pembebasan uang sekolah.Â
Dengan demikian, kendala ekonomi bukan lagi alasan bagi pelajar untuk berhenti sekolah.
Selain faktor ekonomi, pernikahan dini juga kerap menjadi penyebab remaja putus sekolah. Data menunjukkan banyak remaja yang berhenti sekolah setelah menikah di usia muda.Â
Kondisi ini tentu sangat disayangkan karena menikah bukan berarti harus berhenti sekolah. Pemerintah daerah perlu mengedukasi masyarakat bahwa pendidikan tetap penting bagi remaja meskipun sudah menikah.Â
Sekolah juga perlu memberikan kebijakan yang memungkinkan pelajar yang menikah tetap bisa bersekolah, misalnya dengan menyediakan kelas khusus atau program belajar jarak jauh.Â
Dengan demikian, pelajar yang menikah muda tidak perlu putus asa dan tetap bisa mengejar cita-cita.
Faktor lainnya yang kerap memicu putus sekolah adalah kurangnya motivasi belajar hingga enggan melanjutkan pendidikan.Â
Banyak pelajar merasa jenuh, bosan dan tidak berminat dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Untuk itu, guru dan sekolah harus mampu menciptakan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa.Â
Metode mengajar perlu diperbaharui dan disesuaikan dengan minat siswa. Guru juga perlu memberikan perhatian lebih dan memotivasi siswa yang kurang bersemangat agar tetap gigih menuntut ilmu.Â
Dengan cara ini, semangat belajar siswa dapat dipertahankan dan risiko putus sekolah bisa diminimalisir.
Selanjutnya, pemilihan untuk bekerja di usia muda, misalnya di tambang timah, juga berkontribusi pada adanya pelajar putus sekolah.Â
Daya tarik mendapatkan uang di usia muda kadang membuat remaja meremehkan pentingnya pendidikan. Padahal, bekerja di usia muda tanpa bekal pendidikan yang memadai justru akan menutup peluang mereka di masa depan.Â
Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi secara masif kepada pelajar dan masyarakat bahwa mengejar uang sesaat dengan berhenti sekolah adalah pilihan yang keliru.Â
Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang lebih berharga demi masa depan yang lebih baik. Dengan pemahaman ini, diharapkan pelajar akan lebih bijak dalam mengambil keputusan.
Upaya mengatasi pelajar putus sekolah tentu bukan tanggung jawab satu pihak saja, melainkan butuh kerja sama dari berbagai elemen.
Pemerintah daerah, sekolah, orang tua, dan masyarakat harus bahu membahu membangun lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya semangat belajar para pelajar.Â
Sekolah perlu memberikan layanan dan fasilitas pendidikan terbaik bagi siswa.Â
Orang tua wajib mendampingi, memotivasi dan mengawasi aktivitas anaknya.
Pemerintah daerah perlu menyediakan berbagai skema bantuan dan kemudahan akses pendidikan.Â
Dengan sinergi semua pihak, diharapkan angka putus sekolah bisa ditekan seminimal mungkin demi terciptanya generasi penerus bangsa yang cerdas dan berpendidikan tinggi.
Selain itu, perlu dilakukan penelitian mendalam terkait faktor-faktor penyebab putus sekolah di Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur.Â
Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan dan program yang tepat sasaran dalam upaya pencegahan dan penanganan putus sekolah.Â
Penelitian sebaiknya melibatkan berbagai unsur terkait seperti dinas pendidikan, sekolah, orang tua/wali murid, tokoh masyarakat, dan tentu saja para pelajar itu sendiri. Dengan demikian, akar permasalahan putus sekolah dapat dipahami secara komprehensif.Â
Selain itu, kampanye dan edukasi publik terkait pentingnya pendidikan perlu digencarkan, baik melalui media sosial, spanduk, maupun tatap muka langsung dengan masyarakat.
Pesan-pesan kampanye sebaiknya dibuat semenarik dan sekreatif mungkin agar mudah diterima publik, terutama kalangan pelajar.
Tokoh masyarakat seperti kepala desa dan tokoh agama perlu dilibatkan untuk memberikan teladan dan himbauan kepada warga agar anak-anaknya bersekolah setinggi mungkin.
Peningkatan kualitas dan layanan pendidikan di Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur pun harus terus dilakukan.
Sarana dan prasarana sekolah yang memadai serta proses belajar mengajar yang berkualitas dapat meningkatkan minat belajar siswa.Â
Peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan berkala juga diperlukan agar guru mampu menciptakan pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan.
Dengan pendidikan yang berkualitas, diharapkan siswa semangat dalam belajar dan risiko putus sekolah berkurang.
Perlu dicatat bahwa upaya pencegahan putus sekolah harus dimulai sedini mungkin, bahkan sejak jenjang pendidikan dasar.
Apabila anak sudah terbiasa rajin belajar dan menyenangi sekolah sejak SD dan SMP, maka risiko putus sekolah di jenjang SMA/SMK akan jauh berkurang.Â
Oleh karena itu, koordinasi dan kerja sama antara satuan pendidikan mulai dari TK, SD, SMP hingga SMA/SMK perlu dibangun. Dengan begitu, upaya mencegah putus sekolah dapat dilakukan sedini mungkin secara komprehensif dan berkelanjutan.
Demikianlah beberapa analisis dan tanggapan saya terkait fenomena putus sekolah yang terjadi di Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur.
Berbagai faktor penyebabnya perlu dicermati, dan upaya pencegahan serta penanganan perlu dilakukan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh berbagai pihak.Â
Putus sekolah bukan semata tanggung jawab individu pelajar, melainkan tanggung jawab bersama yang harus dituntaskan demi masa depan generasi dan bangsa yang lebih baik.
Dengan komitmen dan kerja keras nyata dari semua elemen terkait, diharapkan angka putus sekolah bisa terus diturunkan hingga mendekati angka nol.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H