"Peran guru yang baru adalah menyalakan api berpikir kritis, mengisi ruang dialog yang membangun, dan menjadi jembatan antara teknologi dan nilai-nilai manusia."
Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) telah menciptakan peluang dan tantangan baru dalam sistem pendidikan. Di era ini akses terhadap informasi semakin mudah, siswa dapat mengakses berbagai sumber belajar secara mandiri. Seiring dengan itu, peran tradisional guru sebagai sumber tunggal materi pembelajaran menjadi kurang relevan.Â
Namun, ini tidak berarti bahwa guru menjadi tidak penting. Sebaliknya, peran guru perlu direposisi menjadi fasilitator, mediator, dan kawan dialog yang mendukung siswa dalam memahami, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi yang mereka temui.
Sebagai Fasilitator Pembelajaran
Dalam era AI, guru perlu beralih dari peran pengajar yang dominan menjadi fasilitator pembelajaran. Siswa tidak lagi bergantung pada guru sebagai sumber utama informasi, melainkan dapat mencari jawaban dan konten pembelajaran secara mandiri melalui teknologi. Oleh karena itu, peran guru sebagai fasilitator menjadi kunci untuk mengoptimalkan pembelajaran siswa.
Sebagai fasilitator, guru dapat membantu siswa memahami dan mengaitkan informasi yang mereka peroleh dari AI dengan konteks kehidupan sehari-hari. Guru dapat memberikan penjelasan yang lebih mendalam, menghubungkan konsep-konsep abstrak dengan contoh konkret, dan memfasilitasi diskusi yang melibatkan siswa dalam merumuskan pemahaman mereka sendiri. Dengan demikian, guru memberikan panduan yang diperlukan agar siswa dapat memahami informasi secara lebih holistik.
Selain itu, guru sebagai fasilitator dapat merangsang pertanyaan-pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir kritis. Guru dapat mendorong siswa untuk mempertanyakan, membandingkan, dan menganalisis informasi yang mereka peroleh dari berbagai sumber. Dengan memberikan tantangan intelektual, guru membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis yang penting dalam menghadapi kompleksitas dunia yang didorong oleh teknologi.
Sebagai Mediator yang Membangun Hubungan dengan Siswa
Selain menjadi fasilitator, guru juga perlu berperan sebagai mediator yang membangun hubungan yang baik dengan siswa. Melalui dialog, guru dapat memahami kebutuhan, minat, dan tantangan yang dihadapi siswa secara individu. Guru yang mendengarkan dan berinteraksi dengan siswa menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, di mana setiap siswa merasa didengar dan dihargai.
Dalam konteks ini, guru tidak hanya mendiskusikan materi pelajaran, tetapi juga memberikan perhatian pada aspek emosional dan sosial siswa. Guru dapat memberikan dukungan dan bimbingan, mengatasi kesulitan belajar, dan membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.Â
Guru yang menjadi kawan dialog siswa menciptakan ruang yang aman bagi siswa untuk bereksperimen, berbagi ide, dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis mereka.
Repositioning Peran Sistem Pendidikan
Untuk mendukung peran guru sebagai fasilitator, mediator, dan kawan dialog, peran sistem pendidikan juga perlu direposisi. Sistem pendidikan harus menyediakan sumber daya, pelatihan, dan dukungan yang memungkinkan guru untuk mengembangkan keterampilan mereka dalam memfasilitasi pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Pelatihan dan pengembangan profesional yang berkelanjutan bagi guru menjadi penting untuk memperbarui keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menghadapi perkembangan teknologi. Guru perlu dilengkapi dengan strategi pembelajaran yang inovatif, kemampuan memanfaatkan teknologi secara efektif, dan keterampilan berpikir kritis yang dapat mereka ajarkan kepada siswa.
Selain itu, pengembangan kurikulum yang mendukung pembelajaran berpusat pada siswa juga penting. Kurikulum harus mencakup pengembangan keterampilan abad ke-21, seperti kreativitas, pemecahan masalah kompleks, kolaborasi, dan komunikasi efektif. Dengan demikian, siswa akan dibekali dengan keterampilan yang tidak mudah digantikan oleh AI, dan guru dapat memainkan peran yang lebih efektif dalam mengembangkan potensi siswa.
Pentingnya Etika dan Kritis Terhadap Penggunaan AI dalam Pendidikan
Ketika menggunakan AI dalam pendidikan, perhatian terhadap etika dan kritis terhadap penggunaan teknologi ini juga sangat penting. Penggunaan AI dalam pembelajaran haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip etis, menjaga privasi dan keamanan data siswa, serta mempertimbangkan implikasi sosial dan moral yang mungkin timbul.
Selain itu, penting untuk menghindari ketergantungan yang berlebihan pada AI dan tetap memprioritaskan pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa. Guru harus mengajarkan siswa bagaimana mengelola informasi yang diperoleh dari AI, menyaring informasi yang valid, dan mengembangkan kemampuan evaluasi yang kritis terhadap sumber informasi.
Kesimpulan
Dalam era AI yang semakin berkembang, peran guru dalam pendidikan tidak boleh diabaikan. Guru perlu direposisi sebagai fasilitator, mediator, dan kawan dialog yang membantu siswa memahami, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi yang mereka peroleh dari berbagai sumber belajar.Â
Guru juga harus dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis, membangun hubungan yang baik dengan siswa, dan menciptakan lingkungan belajar yang inklusif. Repositioning peran sistem pendidikan juga menjadi penting dalam mendukung peran guru yang baru ini, dengan menyediakan sumber daya, pelatihan, dan dukungan yang diperlukan.Â
Dengan cara ini, pendidikan dapat memanfaatkan potensi AI secara optimal, sambil tetap mempertahankan esensi dan nilai tambah yang hanya dapat diberikan oleh interaksi manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H