Mohon tunggu...
Syahnan Phalipi
Syahnan Phalipi Mohon Tunggu... Konsultan - CEO at Java Lawyer International

Experienced Chief Executive Officer with a demonstrated history of working in the legal services industry. Skilled in Negotiation, Management, Mergers Acquisitions, Marketing Strategy, and Business Strategy. Strong business development professional with a Doctor of Philosophy (Ph.D.) focused in Economic, Management Law Faculty from University of Trisakti.

Selanjutnya

Tutup

Money

Isu Strategis Ekonomi Indonesia

7 Januari 2020   12:50 Diperbarui: 7 Januari 2020   12:54 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kemampuan ekonomi perusahaan akan dinilai oleh lembaga keuangan/bank tempat pengajuan utang. Sebelum memberikan persetujuan, akan ada penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam membayar kembali utang tersebut. Selain aset yang dijaminkan, juga dilihat berapa besar penghasilan yang diperolehnya.

Saat ini ada lembaga resmi yang berkompeten menilai risiko utang suatu negara. Dengan penilaian yang menggunakan standar tertentu, lembaga pemeringkat akan memberikan penilaian risiko bagi suatu negara.

Selain itu, lembaga pemeringkat tersebut juga memberikan penilaian seberapa layak utang yang dikeluarkan suatu negara dapat dijadikan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah mendapatkan kepercayaan besar terhadap pengelolaan fiskalnya.

Hal ini tecermin dari peringkat "Investment Grade" yang diberikan oleh lima lembaga pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam kategori risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang tersebut tidak berisiko membahayakan negara serta menjadikan Indonesia sebagai negara layak investasi.

Yang keempat, pemerintah selalu berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN selalu dijaga di bawah 3 persen dari PDB.

Hal ini juga telah sesuai dengan amanat UU Keuangan Negara. Defisit APBN secara bertahap mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diturunkan lagi menjadi 1,84 persen.

Yang kelima, kehati-hatian pemerintah dapat diukur juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang.

Jika nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dilakukan pada tahun tersebut. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer semakin menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun.

Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah berharap keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. Kelima indikator utama tersebut menjadikan pemerintah tetap kredibel dan akuntabel dalam melaksanakan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal selalu dilakukan dengan optimal, sehingga masyarakat tahu mengenai kondisi keuangan negara.

Setiap bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan tentang kinerja dan fakta mengenai APBN. Pemerintah juga memberikan laporan kinerja APBN per semester kepada DPR sebagai bentuk akuntabilitasnya.

Semua dilakukan agar masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. Tentu saja setelah memahami, seluruh masyarakat juga dapat mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. Bersama-sama kita bisa membangun Indonesia menjadi lebih baik. (Kompas.com)/Bambang Priyo Jatmiko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun