Mohon tunggu...
syahmardi yacob
syahmardi yacob Mohon Tunggu... Dosen - Guru Besar Manajemen Pemasaran Universitas Jambi

Prof. Dr. Syahmardi Yacob, Guru Besar Manajemen Pemasaran di Universitas Jambi, memiliki passion yang mendalam dalam dunia akademik dan penelitian, khususnya di bidang strategi pemasaran, pemasaran pariwisata, pemasaran ritel, politik pemasaran, serta pemasaran di sektor pendidikan tinggi. Selain itu, beliau juga seorang penulis aktif yang tertarik menyajikan wawasan pemasaran strategis melalui tulisan beberapa media online di grup jawa pos Kepribadian beliau yang penuh semangat dan dedikasi tercermin dalam hobinya yang beragam, seperti menulis, membaca, dan bermain tenis. Menulis menjadi sarana untuk menyampaikan ide-ide segar dan relevan di dunia pemasaran, baik dari perspektif teoritis maupun aplikatif. Gaya beliau yang fokus, informatif, dan tajam dalam menganalisis isu-isu pemasaran menjadikan tulisannya memiliki nilai tambah yang kuat, khususnya dalam memberikan pencerahan dan solusi praktis di ranah pemasaran Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cagar Budaya di Mata Gen Z: Peduli atau Lari dari Tanggung Jawab?

11 Desember 2024   14:42 Diperbarui: 11 Desember 2024   14:42 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cagar budaya adalah salah satu pilar penting yang menggambarkan identitas sebuah bangsa. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, cagar budaya mencakup benda, bangunan, struktur, lokasi, dan kawasan yang memiliki nilai penting dalam sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan resmi. Indonesia, sebagai negara yang kaya akan warisan budaya, memiliki lebih dari 83.000 cagar budaya terdaftar, berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 2021. Namun, tantangan dalam pelestarian cagar budaya semakin kompleks seiring berkembangnya zaman, terutama di tengah generasi muda yang kerap teralihkan oleh perkembangan teknologi dan globalisasi.

Generasi Z, atau yang sering disebut Gen Z, adalah kelompok yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. Mereka tumbuh besar di era digital, dengan akses tak terbatas ke informasi melalui internet dan media sosial. Hal ini membentuk pola pikir dan gaya hidup mereka, termasuk cara mereka memandang warisan budaya. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Katadata Insight Center pada 2022, hanya sekitar 35% Gen Z di Indonesia yang mengaku pernah berkunjung ke situs cagar budaya dalam lima tahun terakhir. Data ini mengindikasikan rendahnya tingkat keterlibatan langsung generasi muda terhadap pelestarian warisan budaya.

Namun, potensi Gen Z dalam melestarikan cagar budaya tidak dapat diremehkan. Mereka dikenal sebagai generasi yang kreatif, melek teknologi, dan memiliki semangat kolaborasi yang tinggi. Dengan pendekatan yang tepat, Gen Z dapat menjadi ujung tombak pelestarian cagar budaya melalui cara-cara baru yang sesuai dengan karakteristik mereka. Pertanyaannya, sejauh mana kesadaran mereka terhadap pentingnya cagar budaya, dan bagaimana mereka dapat menjalankan peran serta tanggung jawabnya dalam menjaga aset berharga ini? Artikel ini akan mengulas lebih lanjut perspektif Gen Z terhadap cagar budaya, peran yang dapat mereka ambil, serta tanggung jawab yang melekat pada generasi muda dalam melestarikan warisan budaya bangsa.

Cagar Budaya: Identitas dan Warisan Bangsa

Cagar budaya bukan sekadar bangunan atau situs tua. Ia adalah simbol dari identitas, sejarah, dan jati diri sebuah bangsa. Setiap relief pada candi, setiap ukiran pada rumah adat, atau setiap ornamen pada alat musik tradisional memiliki cerita yang menghubungkan kita dengan masa lalu. Tanpa cagar budaya, kita kehilangan jejak penting yang menggambarkan bagaimana bangsa ini berkembang, beradaptasi, dan bertahan.

Indonesia memiliki kekayaan cagar budaya yang luar biasa. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 mencatat bahwa Indonesia memiliki lebih dari 83.000 cagar budaya, yang tersebar di seluruh provinsi. Candi Borobudur, misalnya, tidak hanya diakui sebagai warisan budaya nasional tetapi juga sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO sejak 1991. Candi ini mencerminkan kejayaan Dinasti Syailendra serta keahlian seni dan arsitektur bangsa Indonesia pada abad ke-8. Tidak hanya itu, rumah adat seperti Tongkonan di Toraja atau Songket Palembang juga menjadi bukti kekayaan budaya yang tak ternilai.

Cagar budaya memegang peran penting dalam membentuk identitas bangsa. Ia adalah pengingat bagaimana nenek moyang kita berjuang, mencipta, dan beradaptasi dengan lingkungannya. Namun, menjaga relevansi cagar budaya di era modern bukanlah perkara mudah. Dalam survei yang dilakukan oleh UNESCO Jakarta pada 2022, hanya 20% masyarakat Indonesia, terutama yang berusia di bawah 30 tahun, yang mengaku memahami pentingnya pelestarian cagar budaya secara mendalam. Hal ini menunjukkan bahwa generasi muda, termasuk Gen Z, masih kurang terpapar secara langsung dengan nilai-nilai yang terkandung dalam cagar budaya.

Namun, cagar budaya bukanlah entitas yang statis. Justru, ia dapat menjadi sumber inspirasi yang relevan bagi generasi digital seperti Gen Z. Misalnya, relief pada Candi Prambanan dapat diadaptasi menjadi motif desain grafis modern, sementara seni wayang dapat dijadikan tema untuk animasi atau konten video kreatif. Pendekatan semacam ini tidak hanya memperkenalkan cagar budaya kepada Gen Z, tetapi juga membuat mereka merasa lebih terhubung secara emosional dan intelektual dengan warisan tersebut.

Di era digital ini, Gen Z, yang dikenal dengan keakraban mereka terhadap teknologi, sebenarnya memiliki potensi besar untuk menjadi penjaga cagar budaya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh McKinsey & Company pada 2022, Gen Z di Indonesia menghabiskan rata-rata 8 jam sehari di dunia maya, sebagian besar di media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Ini adalah peluang besar untuk menjadikan cagar budaya sebagai konten yang menarik dan relevan.

Beberapa inisiatif telah berhasil menggunakan media sosial untuk mengangkat kembali relevansi cagar budaya. Sebagai contoh, akun media sosial seperti "Indonesia Hidden Heritage" di Instagram berhasil menggabungkan fotografi berkualitas tinggi dengan narasi sejarah yang menarik untuk memperkenalkan situs-situs budaya yang kurang dikenal. Selain itu, penggunaan teknologi seperti augmented reality (AR) telah mulai diterapkan untuk menciptakan pengalaman interaktif dalam mengeksplorasi cagar budaya. Aplikasi seperti Borobudur Virtual Tour memungkinkan pengunjung untuk memahami keindahan candi tanpa harus mengunjungi lokasi secara langsung, sehingga relevansinya tetap terjaga di kalangan generasi muda yang terbiasa dengan kenyamanan teknologi.

Pendekatan seperti ini menunjukkan bahwa meskipun cagar budaya mungkin tampak "kuno," ia dapat dihidupkan kembali melalui cara-cara inovatif yang sesuai dengan karakteristik Gen Z. Dengan demikian, bukan hanya cagar budaya yang tetap relevan, tetapi juga generasi muda yang merasa memiliki hubungan yang lebih dalam dengan akar budaya mereka sendiri.

Tanggung Jawab: Menjaga, Menghargai, dan Mewariskan

Namun, peran saja tidak cukup. Gen Z juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan menghargai cagar budaya. Tanggung jawab ini dimulai dari kesadaran akan pentingnya cagar budaya sebagai warisan kolektif. Generasi muda harus memahami bahwa pelestarian cagar budaya bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga kewajiban bersama.

Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (2022), hanya 30% situs cagar budaya di Indonesia yang mendapatkan perlindungan secara memadai, baik dalam bentuk perawatan rutin maupun pengawasan dari pihak berwenang. Ini menunjukkan bahwa pelestarian cagar budaya masih menghadapi tantangan besar, terutama dari segi keterlibatan masyarakat. Peran Gen Z menjadi penting untuk mengisi celah ini, terutama karena jumlah mereka yang besar, mencapai sekitar 27% dari total populasi Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2021.

Pentingnya Kesadaran Kolektif

Kesadaran kolektif adalah langkah awal yang krusial dalam pelestarian cagar budaya. Generasi muda harus memahami bahwa setiap situs cagar budaya adalah representasi dari sejarah panjang bangsa yang mengandung pelajaran berharga. Tanpa kesadaran ini, cagar budaya rentan terhadap ancaman, seperti vandalisme, kerusakan akibat kurangnya perawatan, atau bahkan pengalihan fungsi. Laporan World Monuments Fund (2021) mencatat bahwa lebih dari 10% situs budaya di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, mengalami kerusakan akibat kurangnya kesadaran masyarakat terhadap nilai sejarahnya.

Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran adalah melalui kampanye pendidikan. Sekolah dan universitas dapat memasukkan topik tentang cagar budaya ke dalam kurikulum. Program seperti "Belajar dari Situs" yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah telah menunjukkan hasil positif. Program ini melibatkan siswa dalam kegiatan kunjungan ke situs cagar budaya dengan panduan edukasi, sehingga mereka tidak hanya melihat, tetapi juga memahami nilai yang terkandung dalam situs tersebut.

Peran Edukasi dalam Pelestarian

Tanggung jawab ini juga melibatkan edukasi, baik formal maupun informal. Edukasi formal dapat dilakukan melalui penyelenggaraan seminar, lokakarya, atau diskusi yang melibatkan generasi muda. Di sisi lain, edukasi informal dapat dilakukan melalui media sosial atau komunitas pelestarian budaya. Salah satu contohnya adalah komunitas "Heritage Society Indonesia" yang aktif mempromosikan pentingnya cagar budaya melalui konten digital yang ringan namun informatif. Konten seperti ini memungkinkan generasi muda untuk belajar secara mandiri tanpa merasa terbebani.

Menurut survei UNESCO pada 2021, pelibatan generasi muda dalam edukasi berbasis cagar budaya meningkatkan pemahaman mereka terhadap pentingnya pelestarian hingga 40%. Ini membuktikan bahwa pendekatan edukatif yang efektif dapat mengubah cara pandang Gen Z, dari sekadar penikmat menjadi pelindung warisan budaya.

Mewariskan Semangat Pelestarian

Tanggung jawab Gen Z tidak berhenti pada dirinya sendiri. Mereka juga harus mampu mewariskan semangat pelestarian kepada generasi berikutnya. Warisan ini tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam bentuk nilai dan kesadaran. Sebagai contoh, program "Sahabat Cagar Budaya" yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan melibatkan anak-anak muda dalam pelestarian cagar budaya melalui pelatihan dan bimbingan. Peserta program ini diharapkan menjadi duta budaya yang menyebarkan nilai-nilai pelestarian kepada lingkungannya.

Selain itu, teknologi dapat dimanfaatkan untuk memastikan warisan budaya tetap relevan di masa depan. Aplikasi seperti Google Arts & Culture telah menunjukkan bagaimana digitalisasi dapat membantu melestarikan warisan budaya. Situs seperti Candi Borobudur atau Prambanan kini dapat diakses dalam format virtual, memungkinkan generasi mendatang untuk mengenal dan memahami nilai budaya ini tanpa batas geografis.

Gen Z memiliki peran penting dalam menjaga, menghargai, dan mewariskan cagar budaya. Namun, tanggung jawab ini tidak hanya melibatkan tindakan fisik, tetapi juga kesadaran, edukasi, dan komitmen untuk melestarikan nilai-nilai sejarah. Dengan meningkatkan pemahaman mereka melalui program edukasi, memanfaatkan teknologi, dan melibatkan diri dalam komunitas pelestarian, Gen Z dapat memastikan bahwa cagar budaya tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa, tidak hanya untuk mereka, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.

Menghubungkan Cagar Budaya dengan Dunia Modern

Salah satu tantangan terbesar dalam pelestarian cagar budaya adalah menjembatani warisan masa lalu dengan kebutuhan dan minat dunia modern. Di tengah perubahan gaya hidup yang didorong oleh teknologi, relevansi cagar budaya sering dipertanyakan. Namun, dengan pendekatan yang inovatif, cagar budaya dapat menemukan tempatnya di dunia modern, terutama melalui peran aktif generasi muda seperti Gen Z.

Menurut laporan Deloitte Global Millennial Survey (2021), Gen Z menghabiskan rata-rata 8-10 jam per hari menggunakan teknologi digital. Angka ini menunjukkan bahwa untuk menjangkau generasi muda, pendekatan digital adalah kunci. Teknologi seperti augmented reality (AR), virtual reality (VR), dan aplikasi berbasis digital memiliki potensi besar untuk menghadirkan pengalaman baru dalam mengeksplorasi cagar budaya.

Potensi Teknologi dalam Pelestarian Cagar Budaya

Salah satu contoh inovasi adalah aplikasi berbasis AR dan VR yang memungkinkan pengguna menjelajahi situs budaya secara virtual. Misalnya, aplikasi Borobudur Virtual Tour yang dikembangkan oleh Google Arts & Culture memberikan pengalaman imersif kepada pengguna untuk melihat detail relief Candi Borobudur tanpa harus berada di lokasi. Inovasi seperti ini tidak hanya memperkenalkan cagar budaya kepada khalayak global, tetapi juga meningkatkan daya tariknya di mata generasi muda yang lebih terbiasa dengan konten digital.

Selain itu, inisiatif seperti Smart Heritage telah diterapkan di beberapa negara, termasuk Indonesia, untuk mendigitalkan koleksi museum dan situs budaya. Menurut UNESCO (2021), digitalisasi cagar budaya mampu meningkatkan akses masyarakat hingga 60% lebih luas, terutama di kalangan generasi muda. Contoh lainnya adalah penggunaan teknologi drone untuk mendokumentasikan situs-situs budaya yang sulit dijangkau, seperti situs Megalitikum Gunung Padang di Jawa Barat. Data ini kemudian dapat diolah menjadi konten visual yang menarik untuk media sosial, platform yang sangat diminati oleh Gen Z.

Kolaborasi Pelaku Seni dan Kreator Konten

Kolaborasi antara pelaku seni, komunitas lokal, dan kreator konten menjadi elemen penting dalam menjembatani cagar budaya dengan dunia modern. Kreativitas mereka dapat menghadirkan pendekatan baru yang membuat cagar budaya lebih menarik dan relevan. Misalnya, komunitas kreatif seperti Indonesia Hidden Heritage telah berhasil mempromosikan situs-situs budaya yang kurang dikenal melalui fotografi, narasi yang menarik, dan promosi digital di Instagram.

Selain itu, kolaborasi antara pelaku seni dan teknologi juga telah menghasilkan karya seni berbasis budaya yang menghubungkan tradisi dengan inovasi. Contoh nyata adalah pertunjukan wayang kulit berbasis animasi digital yang diselenggarakan oleh komunitas seni di Yogyakarta. Dengan pendekatan ini, tradisi lama seperti wayang kulit dapat dihidupkan kembali melalui format yang lebih mudah diterima oleh generasi muda.

Mengintegrasikan Cagar Budaya dalam Kehidupan Modern

Selain teknologi dan seni, cagar budaya juga dapat diintegrasikan ke dalam gaya hidup modern melalui desain produk dan arsitektur. Misalnya, motif-motif dari kain tradisional seperti songket atau batik kini banyak digunakan dalam desain pakaian modern, aksesori, hingga interior rumah. Menurut survei Asosiasi Desainer Indonesia (2022), 70% desainer muda terinspirasi oleh motif-motif tradisional untuk menciptakan karya yang dapat diterima pasar modern.

Sementara itu, dalam bidang arsitektur, beberapa hotel dan restoran telah mengadaptasi desain tradisional seperti rumah joglo atau tongkonan untuk menciptakan suasana otentik yang tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat modern. Upaya ini tidak hanya menjaga keberadaan elemen budaya, tetapi juga membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian warisan budaya.

Dampak terhadap Kesadaran Generasi Muda

Upaya untuk menghubungkan cagar budaya dengan dunia modern memiliki dampak positif terhadap kesadaran generasi muda. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) pada 2022, 65% generasi muda merasa lebih tertarik untuk mempelajari sejarah setelah mengakses cagar budaya melalui platform digital. Angka ini menunjukkan bahwa inovasi digital dan kreatif dapat menjadi jembatan efektif dalam memperkenalkan cagar budaya kepada Gen Z.

Namun, penting untuk memastikan bahwa upaya ini tidak mengurangi esensi nilai budaya yang ingin disampaikan. Edukasi tetap harus menjadi bagian integral dari pendekatan ini, sehingga generasi muda tidak hanya menikmati pengalaman yang ditawarkan, tetapi juga memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Menghubungkan cagar budaya dengan dunia modern adalah langkah penting untuk memastikan keberlanjutan warisan budaya di era digital. Dengan memanfaatkan teknologi, mendorong kolaborasi seni dan komunitas lokal, serta mengintegrasikan elemen budaya ke dalam gaya hidup modern, cagar budaya dapat tetap hidup dan relevan. Gen Z, dengan kreativitas dan keterampilan digital mereka, memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor dalam menjembatani masa lalu dan masa depan.

Kesimpulan

Cagar budaya adalah warisan tak ternilai yang menjadi identitas, sejarah, dan jati diri bangsa. Sebagai simbol perjalanan panjang peradaban, cagar budaya tidak hanya menyimpan nilai-nilai sejarah, tetapi juga mengajarkan pentingnya menghargai dan melestarikan warisan leluhur. Namun, pelestarian cagar budaya menghadapi tantangan besar di era modern, terutama di tengah generasi muda seperti Gen Z yang hidup dalam arus teknologi dan globalisasi.

Gen Z memiliki peran dan tanggung jawab penting dalam pelestarian cagar budaya. Dengan kemampuan mereka dalam mengolah teknologi dan kreativitas, mereka dapat membawa inovasi yang menghubungkan cagar budaya dengan dunia modern. Teknologi seperti augmented reality (AR), virtual reality (VR), dan media sosial dapat digunakan untuk memperkenalkan cagar budaya dengan cara yang lebih menarik dan relevan. Kolaborasi antara pelaku seni, komunitas lokal, dan kreator konten juga menjadi solusi untuk menghidupkan kembali minat terhadap situs-situs budaya.

Namun, peran ini harus diiringi dengan tanggung jawab. Kesadaran akan pentingnya cagar budaya sebagai warisan kolektif menjadi langkah awal yang krusial. Generasi muda harus memahami bahwa pelestarian bukan hanya tugas pemerintah, tetapi kewajiban bersama yang melibatkan semua elemen masyarakat. Edukasi, baik formal maupun informal, menjadi bagian integral dari upaya ini. Gen Z tidak hanya perlu menjadi penikmat, tetapi juga pelindung dan penerus semangat pelestarian kepada generasi berikutnya.

Dengan memanfaatkan teknologi, kreativitas, dan kolaborasi lintas sektor, cagar budaya dapat dihidupkan kembali dalam bentuk yang relevan dengan dunia modern tanpa kehilangan nilai esensinya. Gen Z, sebagai generasi yang inovatif dan berorientasi masa depan, memiliki potensi besar untuk menjadi penjaga warisan budaya bangsa. Melalui tindakan nyata, kesadaran, dan edukasi, mereka dapat memastikan bahwa cagar budaya tidak hanya menjadi peninggalan masa lalu, tetapi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan masa depan bangsa.

Sumber Rujukan

Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB). (2022). Laporan kegiatan pelestarian cagar budaya. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2021). Statistik penduduk Indonesia 2021. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Deloitte. (2021). Global Millennial Survey 2021. Retrieved from https://www2.deloitte.com

Katadata Insight Center. (2022). Survei keterlibatan generasi muda dalam pelestarian budaya. Jakarta: Katadata Insight Center.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2021). Data cagar budaya Indonesia 2021. Jakarta: Kemendikbud Ristek.

McKinsey & Company. (2022). Understanding Gen Z in Indonesia: A new wave of consumer behavior. Retrieved from https://www.mckinsey.com

UNESCO Jakarta. (2022). Cultural heritage preservation in Indonesia: Challenges and opportunities. Jakarta: UNESCO Office.

UNESCO. (2021). Digital transformation in heritage preservation. Paris: United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization.

World Monuments Fund. (2021). Heritage at risk: Sites in Asia. Retrieved from https://www.wmf.org

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun