Kemenparekraf (2023) juga menyebutkan bahwa pariwisata virtual dapat menjadi alat promosi efektif untuk destinasi yang kurang dikenal atau yang membutuhkan perlindungan khusus, seperti Taman Nasional Way Kambas di Sumatra.
Dengan mempertimbangkan potensi, tantangan, dan relevansinya di era pasca-pandemi, artikel ini akan mengulas bagaimana wisata virtual masih memiliki peran dalam strategi pemasaran pariwisata di Indonesia.
Pengalaman Indonesia dalam memanfaatkan teknologi virtual untuk menjaga daya tarik destinasi wisata menunjukkan bagaimana pariwisata virtual dapat tetap menjadi alat yang relevan, terutama dalam memperkenalkan tempat-tempat yang belum terkenal di kancah internasional dan mendukung pariwisata berkelanjutan.
Era Pandemi dan Kebangkitan Wisata Virtual
Pandemi COVID-19 menjadi titik balik bagi pariwisata virtual, mendorong wisatawan yang tidak bisa melakukan perjalanan fisik untuk menggunakan alternatif virtual.
Berdasarkan penelitian oleh GlobalData (2021), selama pandemi, 57% wisatawan di dunia mencari pengalaman pariwisata virtual untuk "melarikan diri" dari kebosanan dan tetap terhubung dengan dunia luar. Teknologi video 360 derajat dan VR memberikan pengalaman yang imersif, memungkinkan wisatawan merasakan destinasi dengan cara baru tanpa perlu hadir secara fisik.
Di Indonesia, destinasi wisata seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Taman Nasional Komodo mengembangkan tur virtual untuk menjaga eksposur global dan tetap menarik minat wisatawan lokal maupun internasional.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mencatat bahwa inisiatif ini menjadi upaya penting dalam menjaga keberlanjutan sektor pariwisata nasional di tengah penurunan drastis jumlah kunjungan wisatawan.
Dengan kolaborasi bersama berbagai platform digital, Kemenparekraf berhasil menjangkau lebih dari 100 ribu pengunjung virtual ke Borobudur selama tahun 2020 hingga 2021, menandakan bahwa wisata virtual mampu menjadi sarana yang efektif dalam mempromosikan destinasi wisata.
Selain memberikan opsi yang aman di tengah pembatasan perjalanan, wisata virtual juga membantu memperkenalkan destinasi yang kurang terkenal.
Misalnya, beberapa desa wisata di Jawa Tengah dan Jawa Timur memanfaatkan tur virtual untuk menampilkan budaya lokal dan kerajinan khas kepada wisatawan virtual dari seluruh dunia. Dalam konteks ini, tur virtual bukan hanya sekadar pengganti perjalanan fisik tetapi juga alat pemasaran yang strategis.