Keuntungan
Pemasaran pariwisata virtual memiliki beberapa keunggulan utama, seperti aksesibilitas yang lebih luas dan peningkatan keterjangkauan. Sebuah studi oleh UNWTO (2020) menunjukkan bahwa virtual tourism marketing membantu mengatasi hambatan geografis, meningkatkan eksposur bagi destinasi yang kurang dikenal atau sulit diakses, yang berpotensi menarik wisatawan baru setelah kondisi normal kembali. Destinasi-destinasi yang sebelumnya kurang diminati karena jarak, kondisi medan, atau biaya transportasi yang tinggi dapat diakses secara mudah oleh siapa saja melalui perangkat digital. Dengan demikian, pariwisata virtual membuka peluang bagi destinasi yang sebelumnya kurang populer untuk dikenal secara luas, sekaligus memperkaya pilihan destinasi bagi wisatawan.
Virtual tourism juga berkontribusi pada pariwisata berkelanjutan dengan mengurangi kebutuhan perjalanan fisik, sehingga menurunkan jejak karbon wisatawan. Sebagai alternatif bagi perjalanan fisik, wisata virtual memungkinkan wisatawan merasakan pengalaman tanpa harus melakukan perjalanan jarak jauh yang mengonsumsi energi dan sumber daya. Menurut laporan dari World Travel & Tourism Council (WTTC, 2021), penggunaan pariwisata virtual dapat mengurangi dampak lingkungan hingga 30% pada destinasi yang rentan terhadap overtourism, seperti pulau-pulau kecil atau kawasan bersejarah yang rentan terhadap kerusakan fisik.
Selain itu, pariwisata virtual memberikan manfaat edukatif yang besar. Wisatawan dapat menjelajahi situs bersejarah, museum, dan taman nasional tanpa mengganggu ekosistem lokal atau merusak lingkungan. Sebuah laporan oleh National Geographic (2022) menunjukkan bahwa pariwisata virtual telah membantu melindungi situs warisan dunia yang sensitif sambil meningkatkan pemahaman publik tentang konservasi. Wisata virtual memungkinkan pengunjung untuk memahami konteks sejarah, budaya, dan nilai lingkungan dari suatu lokasi tanpa perlu merusak atau mengganggu elemen-elemen alam yang rapuh. Di beberapa situs arkeologi, seperti di Peru dan Mesir, tur virtual juga membantu mengurangi jumlah pengunjung fisik, yang menjaga kelestarian situs dan memperpanjang umur situs warisan dunia tersebut.
Pariwisata virtual juga menawarkan kesempatan untuk mempromosikan pengalaman budaya secara mendalam. Melalui teknologi seperti VR dan AR, wisatawan dapat menghadiri acara lokal atau melihat langsung proses pembuatan kerajinan tradisional tanpa harus hadir secara fisik. Hal ini memungkinkan mereka merasakan budaya lokal dengan cara yang menarik dan informatif. Misalnya, beberapa desa wisata di Indonesia menggunakan tur virtual untuk menampilkan budaya dan kehidupan masyarakat lokal, termasuk upacara adat, tari-tarian, dan kegiatan sehari-hari, yang semuanya memperkaya pengalaman wisatawan tanpa meninggalkan dampak negatif di lokasi.
Dengan demikian, keuntungan-keuntungan ini menjadikan pariwisata virtual sebagai strategi pemasaran yang efektif, mampu menarik berbagai segmen wisatawan dengan minat yang beragam, serta menawarkan solusi yang lebih ramah lingkungan dalam industri pariwisata global.
Tantangan
Namun, wisata virtual memiliki keterbatasan dalam menghadirkan pengalaman penuh yang melibatkan seluruh indera manusia. Sebuah studi oleh Hudson dan Thal (2021) menekankan bahwa wisatawan umumnya menginginkan pengalaman multi-sensori yang kaya, yang sulit dicapai melalui media virtual. Wisatawan sering kali mencari elemen-elemen yang hanya dapat dirasakan secara langsung, seperti aroma makanan khas lokal, tekstur bahan kerajinan, atau bahkan sensasi angin dan suara alami di lingkungan destinasi wisata. Pengalaman sentuhan, aroma, dan interaksi langsung ini adalah faktor yang menciptakan ikatan emosional kuat dan membuat perjalanan menjadi lebih bermakna, yang belum dapat sepenuhnya digantikan oleh teknologi virtual.
Keterbatasan ini membuat wisata virtual kurang efektif untuk beberapa segmen pasar. Berdasarkan riset dari Statista (2022), hampir 65% wisatawan menyatakan bahwa pengalaman sensorik langsung adalah alasan utama mereka bepergian. Tur virtual yang berfokus hanya pada visual dan suara, bahkan yang menggunakan VR dan AR, sering kali tidak mampu menciptakan koneksi mendalam yang sama seperti yang diperoleh dari kunjungan fisik. Selain itu, menurut UNWTO (2021), kendala teknologi di beberapa negara berkembang, seperti akses terhadap perangkat VR, koneksi internet yang stabil, dan harga perangkat yang mahal, juga membatasi aksesibilitas dan adopsi wisata virtual, terutama di kalangan wisatawan domestik.
Keterbatasan lain adalah rendahnya keterlibatan sosial. Sebuah studi oleh Deloitte (2022) menyebutkan bahwa interaksi sosial yang tercipta selama perjalanan fisik, seperti berinteraksi dengan penduduk lokal atau bertukar pengalaman dengan wisatawan lain, merupakan komponen penting dari pengalaman wisata. Teknologi virtual belum sepenuhnya mampu menciptakan rasa kebersamaan ini, yang membuat wisata virtual terasa kurang mendalam dan kurang memuaskan secara sosial. Keterbatasan ini memunculkan tantangan besar bagi pemasaran pariwisata virtual, terutama dalam menjangkau wisatawan yang menginginkan pengalaman autentik dan interaktif yang hanya dapat diperoleh melalui kunjungan langsung.
Dengan keterbatasan-keterbatasan ini, wisata virtual, meskipun memiliki keunggulan aksesibilitas dan fleksibilitas, belum mampu menggantikan daya tarik perjalanan fisik sebagai sarana pemasaran utama. Wisata virtual lebih efektif jika digunakan sebagai alat pendukung untuk memberikan gambaran awal atau promosi visual, sementara pengalaman fisik tetap menjadi pilihan utama wisatawan yang menginginkan keterlibatan penuh dengan destinasi.