"Mungkin saya harus memikirkan ulang cara saya berlomba," gumam Raka, suaranya rendah.
Pak Harto menepuk bahu Raka, "Itu baru awal yang baik, Nak. Menjadi juara sejati adalah tentang memenangkan hati, bukan hanya medali."
Ardi mencoba meringankan suasana, "Nah, itu dia! Besok lomba lagi, dan kali ini kita fokus bukan hanya untuk menang tapi menang dengan gaya!"
Siti tertawa, "Iya, menang ala Miss Universe, dengan penuh grace dan smile!"
Mereka semua tertawa bersama, tapi dalam hati Raka, dia serius mempertimbangkan untuk mengubah pendekatannya dalam berkompetisi. Malam itu, dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak hanya menjadi pelari yang cepat, tapi juga pelari yang dihormati dan dicintai.
***
Hari terakhir lomba lari di SMA Al-Khoiriyah disambut dengan langit biru dan semangat yang membara, khususnya dari Raka. Pembicaraan dengan Pak Harto telah membekas dalam dirinya, menginspirasi Raka untuk tidak hanya fokus pada kemenangan tetapi juga pada nilai-nilai sportivitas dan persahabatan.
Sebelum perlombaan dimulai, Raka mendekati Budi, pesaingnya yang tampak sedikit gugup. "Semoga lomba hari ini berjalan lancar untuk kita semua, ya Budi," ucap Raka sambil menyunggingkan senyum hangat.
Budi, terkejut dengan pendekatan Raka yang baru dan hangat, membalas dengan senyum lega. "Terima kasih, Raka. Ayo tunjukkan yang terbaik dari kita hari ini," kata Budi, merasa semangatnya kembali.
Ketika peluit dibunyikan, Raka dan Budi memulai lomba dengan semangat. Mereka berdua memimpin, saling berdampingan hampir di sepanjang lomba. Tapi, saat mendekati garis finish, Budi tiba-tiba tersandung dan terjatuh, kakinya keseleo dan dia mulai tertatih-tatih.
Melihat kejadian itu, Raka langsung melambat dan berlari kembali ke arah Budi. Tanpa ragu, Raka mengulurkan tangannya, memapah Budi yang kesakitan. "Ayo, kita selesaikan ini bersama," kata Raka dengan penuh kepedulian.