Tapi Siti, dengan nada lebih serius, berkata, "Raka, kamu lihat nggak Pak Harto di pinggir lapangan? Kayaknya beliau ada pesan penting buat kamu."
Raka yang masih berkeringat, menoleh ke arah Pak Harto yang mendekat dengan langkah gontai. Saat mereka bertemu, suasana menjadi lebih hening.
***
Pak Harto berjalan mendekati Raka dengan senyum yang hangat namun matanya menunjukkan kekhawatiran. Raka, Ardi, dan Siti menatapnya dengan rasa hormat. Mereka tahu reputasi Pak Harto sebagai pelari legendaris yang pernah mengharumkan nama sekolah tahunan berlalu.
"Selamat, Raka! Kamu memang luar biasa cepatnya. Tapi aku lihat ada yang kurang," ucap Pak Harto, membuat ketiganya bingung.
Raka, yang biasanya penuh percaya diri, terlihat sedikit gugup. "Kurang apa, Pak?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.
"Kamu fokus pada kecepatan, tapi kamu lupa pada sesuatu yang lebih penting dalam olahraga, yaitu sportivitas," jelas Pak Harto lembut. "Menang itu penting, tapi cara kita menang itu yang lebih penting."
Ardi dan Siti saling pandang, mengerti mengapa Pak Harto mengangkat hal ini. Mereka sering melihat Raka begitu terobsesi dengan kemenangan hingga terkadang mengesampingkan kepentingan lain.
"Pak, bisa diberi contoh?" tanya Siti, ingin memastikan Raka mendapat pelajaran berharga ini.
"Tentu. Di lomba hari ini, kamu hanya melihat garis finish. Kamu tidak melihat lawanmu yang berjuang keras. Olahraga bukan hanya tentang menang, tapi juga menghormati lawan dan penonton yang hadir," tutur Pak Harto, sambil melirik ke arah penonton yang masih berkerumun.
Raka merenung, merasa ada kebenaran dalam kata-kata Pak Harto. Dia mulai sadar bahwa hasratnya untuk menang mungkin telah membawanya jauh dari nilai-nilai yang seharusnya dia junjung.