Saya kadang tak terlalu percaya dengan adanya kelompok-kelompok aliran keras ini. Saya kira keberadaan mereka sudah mulai redup. Dulu, semasa sekolah dan kuliah, saya memang merasakan dan menyaksikan sendiri pola-pola perekrutan yang gencar dilakukan kelompok-kelompok ini terhadap para siswa dan mahasiswa. Mereka bersaing dengan para agen multi level marketing (MLM) yang juga gigih mencari dan mendapatkan anggota. Saya hanya bisa terbengong-bengong bila menyaksikan dan mendengarkan aksi presentasi mereka. Berbicara panjang lebar dan penuh semangat. Sementara pikiran saya sibuk sendiri.
”Trus, masa’ orang gak boleh berubah pikiran?” Tanya saya ketika ia bilang ia terikat kontrak hidup dan mati pada kelompoknya ini.
”Gak bisa. Kita sudah dibai’at. Lagipula aku gak ingin ninggalin keluargaku.” Ia berkisah tentang istri yang didapatnya dari perjodohan di kelompoknya ini.
”Tapi kan ada juga yang berhasil keluar dan malah jadi narasumber yang membocorkan kegiatan kelompok-kelompok ini?” Saya mencoba berargumen.
”Oh itu dia tinggal tunggu waktu aja.” Laki-laki itu membalas argumen saya.
”Dibunuh?” Saya mulai ngeri.
”Ya ada strategi lain lah buat orang-orang itu.” Ia meyakinkan saya.
”Makanya lebih baik aku terus berpura-pura. Sampai mati.” Nada bicaranya serius.
***
Percakapan dengan laki-laki yang baru saya kenal itu mengingatkan saya pada film ”Paradise Now”. Film dengan ending yang menggantung dan menyesakkan. Berlatar cerita dua pemuda Palestina yang berjuang demi pembebasan negaranya dari invasi Israel. Mereka bergabung dengan gerakan bawah tanah dan menjadi ”pengantin” yang bertugas melakukan bom bunuh diri di wilayah Israel. Pergolakan batin terjadi dalam diri dua pemuda tersebut saat misi berlangsung. Selalu tak ada yang benar-benar hitam dan putih dalam hidup. Seperti lambang Yin dan Yang. Gumpalan hitam senantiasa akan hadir di hamparan wilayah yang didominasi warna putih. Demikian sebaliknya.
”Jadi kelompok-kelompok ini masih eksis ya?” Saya kembali berusaha meyakinkan diri saya sendiri.