Mohon tunggu...
syafa'atun aisya
syafa'atun aisya Mohon Tunggu... -

wanderer wanabe

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apalah Artinya Cinta...

8 Desember 2010   07:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:54 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya melirik beberapa tas tangan yang berjejer pada salah satu etalase. Tas-tas dari bahan sintetis yang akan banyak kita jumpai pula di kaki lima emper jalan atau statiun kereta.

”O, kirain ngambil dari Bogor ,” jawab saya mengingat pada produsen tas di Tajur Bogor.

Saya amati bandrol harga yang terpasang pada salah satu tas. 8.000 rupiah. Berapa biaya produksi yang dikeluarkan untuk sebuah tas berharga jual 8.000 rupiah? Saya tak tau. Harga yang terpasang pun masih belum harga pasti. Sebuah tas rajut yang akhirnya berhasil saya miliki setelah menawar dengan selisih harga lima ribu dari harga asal yang ditawarkan.

”Pajak disini kecil ya Bang?” Adik saya mencoba merasionalisasi. Ia tampaknya terkejut-kejut juga dengan harga jual barang-barang disini.

”Iya. Kalau disini gak terlalu gede. Kita punya 6 stand disini, Mas. Di statiun skylift sama depan sana dekat pintu masuk utama juga ada. Kalau yang disana pajaknya lebih gede. Harganya juga beda sama yang disini. Mas tanya aja. Harga disono bisa dua kali lipet disini.”

Kami terus ngobrol. Kadang saya tanggapi dengan tak serius. Saya pikir ia hanya butuh teman karena sendiri menjaga tokonya. Beberapa terputus oleh kedatangan pengunjung lain yang menawar harga. Atau kesibukannya berbenah memberesi barang agar tak terkena tempias hujan.

”Gak dipasangi krey, Bang?,” tanya saya melihat kerepotan yang harus ditanganinya.

”Gak boleh, Mbak. Ya begini lah. Ini masih untung ujannya gak seberapa. Kemarin waktu ada angin kenceng lumayan repot lagi. Bangunan aja banyak yang rusak”.

”Tapi ujan gini lumayan rame ya? Banyak yang mampir...”, pancing saya.

“Sekarang ma jamannya lagi susah, Mbak. Apa-apa susah. Semua harga-harga naik. Ini Taman Mini aja udah mau bangkrut. Kemarin tu buat bayar listrik skylift aja sampe 300 juta. Itu untuk skylift doang.” Ia menunjuk pada kereta gantung yang hilir mudik lewat diatas kami.

”Jujur ni menurut saya, lebih enak jaman Soeharto kemarin. Makan gak susah. Cari kerja gampang...”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun