Kali ini Kimya tak bisa menjawab apa-apa lagi. Memori masa lalu mulai memasuki pikirannya, ingatannya kembali pada saat-saat bersama Rum di pondok, tak terasa butiran bening mulai membasahi matanya.
"Maafkan aku, Rum, aku salah. Aku terlalu terobsesi mengejar dunia, menggapai cita-citaku sampai lupa akan tempat kembaliku."
Perlahan, Kimya menundukkan pandangannya, perasaan bersalah dan malu mulai menyelimuti pikirannya.
"Minta ampunanlah kepada Allah swt. Kimya, dan minta petunjuk-Nya agar diberikan jalan yang terbaik."
"Terima kasih, Rum atas nasehatmu. Aku malu padamu, kamu yang tinggal di Amerika, di tempat yang muslim menjadi minoritas, tetap bisa menjaga imanmu, sedangkan aku...."
Kimya tak bisa melanjutkan kata-katanya. Tetesan bening itu sudah sampai di pipinya.
"Berterima kasihlah kepada Allah swt. Kimya, mungkin aku adalah salah satu jalan Allah swt. untuk mengingatkanmu, yang penting kamu sekarang sudah sadar."
Rum kemudian pergi untuk beberapa saat, dan saat kembali, ia membawa sehelai jilbab berwarna putih yang kemudian dikenakannya di kepala sahabatnya itu.
"Ingat, Kimya jangan lupakan tempat kembali."
"Terima kasih, Rum."
"Kalau begitu, bagaimana kalau setelah ini kita berkunjung ke pesantren?"