Kerja secara bersama-sama, gotong royong, kerja bakti, menjadi salah satu cara penting untuk memobilisasi seluruh kekuatan yang tersedia. Kepemimpinan yang memadai sangat menentukan bagi keberhasilan kegiatan besar ini.
Tidak mengherankan bahwa dalam beberapa tahun saja kawasan itu sudah terlihat sebagai sebuah wilayah yang layak dihuni manusia dan ditumbuhi bermacam tanaman yang bermanfaat sebagai bahan makanan sehari-hari.Â
Berkat sokongan banyak orang, baik saudara, teman, kenalan, atau hubungan lain yang diminta untuk mendiami beberapa lokasi sekitar istana membuat lebih hidup dan semarak.Â
Harapan pun timbul bagi orang-orang yang mendiami agar kelak daerah itu tumbuh dan berkembang menjadi kawasan yang ramai dan menjanjikan penghidupan lebih baik kelak.
Indra bisa dimaknai sebagai kesuksesan, kesentosaan, ilmu pengetahuan, bahkan kemasyhuran. Pekerjaan besar akan selesai dengan ilmu pengetahuan, kesentosaan yang terkandung di dalamnya kekuatan dan daya tahan. Hasilnya adalah kesuksesan dan kemasyhuran.Â
Mungkin itu yang dipikirkan oleh para penanggung jawab kerja besar membangun ibukota di dalam sebuah hutan primer, alas gung liwang-liwung, wingit kepati, jalma mara jalma mati, sato mara sato mati. Hutan yang sangat luas, sepi, angker, manusia masuk hutan akan mati, hewan pun demikian.Â
Mereka berikan sebutan ibukota ini sebagai Indraprasta, yang berada di dalam hutan Wanamarta, atau alas Marta, menjadi Amarta, sebagai sebutan untuk ibukota negeri atau kerajaan baru.
Taruhan Judi Terbesar
Widura sebagai salah satu personil lingkaran dalam kerajaan Astina, tidak bisa menolak saat diminta oleh Prabu Drestarastra untuk menemui Yudistira beserta adik-adiknya.
 Atas permintaan putra-putra raja, yakni Duryudana dan adik-adiknya, dia diminta mengundang Yudistira ke Astinapura untuk bergabung dalam dugem (dunia gembira) dan sambil bermain judi. Widura sebenarnya sangat gamang atas maksud ini, namun demi menghindari hal yang lebih buruk, dia bersedia menempuh perjalanan jauh dan sulit ke Indraprasta.
Permainan judi yang lumrah dan sangat merakyat waktu itu adalah permainan kartu ceki, koa, atau kartu Cina. Bentuk kartu agak memanjang. Sedikit lebih panjang dari kartu domino, dengan 3 pola gambar, yaitu koin, manik-manik, dan wajah yang berjumlah 30 kartu.Â
Ini berbeda dengan kartu remi yang berjumlah 52 kartu. Namun dalam suatu permainan bisa menggunakan sampai dengan 2-6 set kartu, berarti berisi 60-180 kartu. Ada beberapa jenis dan variasi permainan, salah satu adalah pemain harus mengumpulkan 3 pola gambar tersebut dengan poin terbanyak.