Pada suatu kesempatan seusai pisowanan kecil, Duryudana mengajak Yudistira beserta saudaranya untuk melakukan kegiatan outing dalam beberapa hari agar tidak bosan tinggal di dalam istana terus. Dia mengatakan mengetahui suatu tempat yang sangat panoramik dan instagrammable untuk kegiatan itu.Â
Setelah Yudistira berdiskusi dengan istri, adik-adik, dan ibunya dan mereka pun menyetujuinya, disampaikanlah persetujuan itu kepada Duryudana. Tentu Duryudana sangat senang hati mendengar persetujuan dari saudara sepupunya itu.
Jarak ke lokasi kegiatan cukup jauh, maka berbagai persiapan perbekalan harus disiapkan dengan baik. Bahan-bahan makanan, beberapa peralatan berburu, pakaian harian dan olah raga, termasuk alat-alat transportasi berupa delman atau kereta kuda serta kuda penarik dipersiapkan sebaik-baiknya. Tak ketinggalan alat-alat musik sederhana untuk hiburan di lokasi sebagai pengusir di kala sepi datang.
Hari saat pemberangkatan pun tiba. Meskipun bukan sebuah acara resmi kerajaan, tak ayal upacara pemberangkatan dilaksanakan sebagai pertanda kepergian para bangsawan dari istana. Pasukan upacara mengantar rombongan sampai dengan pintu gerbang istana. Sementara pasukan pengawal dan pengamanan yang melekat kepada putra-putra raja ikut mengantar secara melekat sampai dengan tujuan.
Duryudana beserta adik-adiknya saja sudah 100 orang, belum ditambah dengan asisten pribadi masing-masing dan tentu para juru masak sesuai kegemaran dan selera makanan yang berbeda-beda. Minuman penghangat badan sudah pasti tidak ketinggalan, seperti teh, kopi, jahe, bandrek, dan sedikit anggur ketan hitam atau ciu nira.Â
Untuk teman diskusi, baik di perjalanan maupun di tempat tujuan, dan mengendalikan adik-adik beserta rombongan besar, Duryudana meminta izin ayahnya agar ikut Arya Sengkuni mendampingi mereka.
Sementara itu Ibu Kunti tidak mau ditinggalkan sendirian di istana, sehingga dia ikut dalam rombongan beserta Yudistira, Drupadi, dan adik-adiknya. Mereka bertujuh berikut perbekalan menaiki dua buah kereta kuda yang masing-masing ditarik oleh dua ekor kuda besar-besar.
Seharian berkendara dengan beberapa kali istirahat sekaligus memberi kesempatan bagi kuda-kuda makan, minum, dan menata nafas, sampailah rombongan cukup besar itu saat tengah malam di kompleks pesanggrahan kecil namun cukup asri.Â
Panitia kecil penyambutan sudah bersiaga di sana untuk mengurus dan mengatur beberapa keperluan dan menunjukkan tempat menginap masing-masing anggota rombongan. Karena sudah malam, pada saat itu tidak ada acara khusus, kecuali memberikan kesempatan bagi seluruh rombongan untuk beristirahat sampai pagi hari.
Setelah menyantap hidangan sarapan, dimulailah acara lomba-lomba kecil untuk membuat suasana lebih semarak dipimpin oleh beberapa ketua tim yang telah ditunjuk. Beberapa permainan seperti patil lele, gobak sodor, suda manda, jetungan, gamparan, berburu kelinci, dan sebagainya dilaksanakan sekaligus untuk mengingatkan masa kecil yang bahagia. Beberapa dilaksanakan secara perorangan maupun beregu untuk menambah hati ria. Menjelang malam pelaksanaan lomba diakhiri dengan pembagian hadiah bagi para pemenang perorangan maupun tim.
Malam pun tiba. Alunan musik tradisional pun menggema mengiringi beberapa wirasuara dan penari-penari yang sudah disiapkan oleh panitia. Mereka pun segera berkumpul di sebuah auditorium yang tidak terlalu luas namun ternyata cukup untuk menampung anggota rombongan kerajaan itu.Â