Kontroversi Perosotan di Bendungan Pleret Banjir Kanal Barat Semarang
Oleh: Suyito Basuki
Akhirnya, sebagaimana yang disiarkan Kompas.tv, ada sekelompok orang yang ternyata para juru parkir menyampaikan permohonan maaf kepada TNI dan janji tidak lagi menggunakan Bendungan Pleret Kaligarang Semarang sebagai wahana permainan perosotan.
Nampak dalam siaran, sekelompok orang dengan diapit oleh anggota TNI menyampaikan pernyataan itu. Pernyataan disampaikan seorang yang mewakili.
Padahal sebelumnya TNI saat mengingatkan bahayanya perosotan di Bendungan Pleret Banjir Kanal Barat Semarang itu, sejumlah orang menolak.
Bahkan seseorang yang kemungkinan merekam video tersebut, jelas menantang dan berkata bahwa tindakan TNI melarang itu hanya mencari muka dan akan diviralkan.
Mungkin dengan memviralkan pelarangan oleh TNI itu diyakini berdampak mereka akan didukung netizen dan masyarakat. Video tersebut diunggah di jagad twitter.
Permainan Warga Sejak Kecil
Dalam percakapan di video pelarangan oleh TNI itu, si perekam video terdengar memberi komentar bahwa perosotan di Bendungan Pleret Banjir Kanal Barat itu dilakukannya sejak masih kecil. Pertanyaannya, mengapa sekarang dilarang?
Saya yang menghabiskan masa kecil di Kampung yang dulu bernama Karangkumpul Kecamatan Semarang Selatan, paham dengan apa yang diucapkan oleh perekam video itu, bahwa permainan perosotan di Bendungan Pleret Banjir Kanal itu dilakukan anak-anak sekitar bendungan sejak tahun 1970-an.
Kampung tempat saya tinggal itu yang sekarang bernama Desa Gajah Mungkur, berjarak sekitar 1,5 Km dengan Bendungan Pleret Banjir Kanal Barat yang saat ini sedang diramaikan.
Saat usia SD saya membantu menemani Ibu atau Kakek belanja kulakan di Pasar Lemah Gempal atau Pasar Bulu Semarang.
Untuk sampai di pasar tersebut, maka dari rumah kami, kami naik becak atau bersepeda melewati kampung Petompon, Kaligarang, kemudian Bendungan Pleret Banjir Kanal Barat itu, baru sampailah ke pasar Lemah Gempal atau Pasar Bulu yang kami tuju.
Kemudian saya sering melewati jalur itu dengan bersepeda saat bersekolah di SMP Lab. IKIP Semarang yang terletak di Jl. Amarta dekat Pasar Karang Ayu Semarang Barat.
Melihat anak-anak dengan bertelanjang dada bermain perosotan di Bendungan Pleret Banjir Kanal Barat itu sebagai pemandangan yang biasa.
Bendungan itu kadang juga digunakan sebagai jalan pintas orang yang mau ke daerah Simongan seberang sungai.
Sebenarnya ada jembatan gantung saat itu yang menghubungkan antara daerah Lemah Gempal dengan Simongan.
Tetapi mungkin ingin menempuh jalan agak cepat, sehingga orang memilih menyeberang Bendungan Pleret Banjir kanal Barat itu dengan menenteng sandal atau sepatunya.
Sering pula di bulan Ramadhan, jika musim kemarau, bendungan itu digunakan anak-anak bermain, sambil menunggu saat berbuka puasa tiba.
Pernah saya ketika masih anak-anak, saat menunggu berbuka puasa tiba, bersepeda di sekitar bendungan, melihat anak-anak lain bermain perosotan.
Sebenarnya ada keinginan untuk turut melakukan perosotan, tetapi takut terjadi apa-apa, karena belum terbiasa. Akhirnya hanya melihat saja sampai saat petang tiba.
Ramai Dikunjungi
Melihat video, pengunjung bendungan perosotan itu, dalam hati berdecak kagum karena betapa banyaknya orang-orang tua muda, anak-anak hampir memenuhi bendungan sekarang ini. Mereka kemudian pada perosotan, atau melakukan surfing istilah saat ini.
Cara melakukan perosotan pun ada yang dengan duduk, menempelkan pantat di lantai bendungan. Ini menunjukkan bahwa mereka mungkin pengunjung yang baru atau belum menguasai teknik perosotan yang baik.
Yang lain melakukan perosotan dengan berdiri. Kalau yang ini pasti sudah ahli, mungkin anak-anak sekitar bendungan atau memang anak dari kampung lain tetapi sering mengunjungi bendungan ini.
Namun ada video yang menunjukkan sesuatu yang lucu.
Seorang pemuda melakukan perosotan, tetapi tidak bisa menguasai keseimbangan dirinya sehingga ia terjatuh dan kepalanya terantuk lantai bendungan. Sambil menahan sakit dan peningnya kepala, tubuhnya terus meluncur hingga ke perosotan bagian bawah.
Bahaya Mengancam
Selain kepala terantuk pada lantai perosotan seperti yang saya ceritakan di atas, kecelakaan bisa juga terjadi karena saat perosotan dalam posisi berdiri misalnya, hilang keseimbangan karena bertubrukan dengan orang lain, bisa menyebabkan tubuh terpelanting karena dasar bendungan berlumut dan licin.
Bisa juga kecelakaan terjadi karena ada benda tajam yang terdapat di lantai bendungan. Kita tidak tahu benda-benda apa saja yang menjadi limpahan air menggenang sebelum masuk ke pleret bendungan.
Kemungkinan juga adanya lantai bendungan yang pecah, menganga sehingga berbahaya bagi para pemain perosotan yang tanpa menggunakan pengaman apa-apa.
Bendungan Pleret Banjir Kanal yang terletak di Jl. Gedung Batu Tim. No.203 G, Ngemplak Simongan, Kec. Semarang Barat, Kota Semarang ini sebenarnya berfungsi untuk mengendalikan air banjir yang mengalir di Sungai Kaligarang. Sungai Kaligarang mendapat aliran air dari daerah atas, yakni Gunung Pati.
Sering terjadi, di daerah kota Semarang cuaca kelihatan cerah, sementara daerah Gunung Pati cuaca gelap. Tiba-tiba saja Sungai Kaligarang mendapat kiriman banjir dari daerah Gunung Pati.Â
Itulah yang juga bisa membahayakan bagi orang-orang yang melakukan surfing atau perosotan di Bendungan Banjir Kanal Barat ini.
Anggota TNI Melarang
Di dekat bendungan itu sebenarnya sudah ada larangan untuk melakukan aktivitas permainan di bendungan itu.
Papan larangan dibuat oleh Dinas terkait, Kementerian PUPR dengan ancaman pidana Pasal 167 (1) KUHP dihukum 9 bulan penjara, Pasal 389 KUHP dihukum 2 tahun 8 bulan penjara, Pasal 551 KUHP dihukum denda bagi para pelanggar.
Hal ini merupakan langkah antisipasi supaya tidak terjadi kecelakaan atau hal-hal yang tidak diinginkan.
Oleh karenanya dalam video yang sudah beredar luas, anggota TNI yang memiliki markas Koramil 1 Semarang Barat di dekat daerah bendungan itu, mengingatkan bahaya bermain perosotan di bendungan itu.
Tetapi rupanya mendapat respon yang tidak diinginkan. Mereka ditolak, bahkan ditanggapi dengan kata-kata yang kasar dan ancaman pemviralan.
Untung saja para bapak TNI ini terlihat sabar dan tidak memberi jawaban atau tindakan yang membuat suasana menjadi lebih panas.
Tidak tahu bagaimana prosesnya, tiba-tiba disiarkan bahwa kemudian orang-orang yang menolak larangan TNI itu kemudian menyatakan permintaan maaf atas tindakan mereka.
Tentu saja permintaan maaf itu diterima dengan pemahaman mungkin saat itu mereka khilaf.Â
Meski demikian masih perlu dilihat perkembangan orang-orang yang mungkin masih berusaha memaksa memanfaatkan Bendungan Banjir Kanal Barat sebagai arena perosotan atau surfing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H