Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jejak Digital Jadi Komoditas Politik?

1 Februari 2024   05:48 Diperbarui: 1 Februari 2024   05:51 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gibran saat melepas masker Paspampres (Tribunnews.com) 

Jejak Digital Jadi Komoditas Politik?

Oleh: Suyito Basuki

Saya menerima pesan WhatsApp (WA) yang diteruskan berkali-kali berisi sebuah video dan pesan teks: sebar luaskan. Pengirim ini saya kenal sebagai seorang kawan, pemuka agama tetapi juga  pengurus sebuah partai di kotanya.

Video yang terkirim itu kemudian saya buka.  Ternyata video itu adalah video yang pertengahan tahun 2023 lalu sempat jadi viral.  Video berdurasi pendek itu memperlihatkan Gibran Rakabuming Raka sebagai Walikota Solo yang tiba-tiba saja membuka masker seorang prajurit TNI.  Di dalam video itu, Gibran kelihatan galak dan memang seolah tanpa perasaan sih.  Hanya saja saya tidak dengan serta merta meneruskan pesan kawan ini.  Saya harus pelajari kronologi peristiwa sebenarnya dan sebuah soliloqui etiskah saya meneruskan pesan ini di saat-saat mendekati pemilu?  Saya tidak merespon pesan ini selama beberapa hari.

Kronologi Peristiwa

Saya kemudian searching di google.  Kompas.com 13/8/2023 menuliskan kronologi Gibran yang saat itu sebagai Walikota Solo, belum menjadi Cawapres deklarasi Cawapres baru Oktober 2023, melepas masker prajurit TNI, Heri Misbah yang adalah Paspampres karena diduga melakukan pemukulan terhadap seorang sopir truk dan 2 orang kernetnya.  Saat dilepaskannya masker itu Heri akan melakukan permintaan maaf di hadapan awak media, 12/8/2023.

Kronologinya adalah sebagai berikut.  Berdasarkan video yang sempat viral, diduga anggota paspampres tersebut melakukan pemukulan terhadap seorang sopir truk beserta 2 orang kernetnya di lampu merah pertigaan Lapangan Manahan Solo.  Selain dugaan pemukulan, anggota paspampres itu juga diduga meminta Surat Ijin Mengemudi (SIM) yang bersangkutan

Kemudian antara anggota paspampres dengan pihak yang diduga dipukul tersebut bertemu dengan Gibran di Balai Kota Solo, Jumat 12/8/2023.  Diketahui kemudian bahwa pemukulan tersebut terjadi di kawasan jalan Ahmad Yani, perempatan Giri Mulyo, Selasa 9/8/2023.

Lindungi Warga

Melalui laman resmi akun instagram @Gibran_tweet Gibran menjelaskan bahwa dia memiliki tanggung jawab sebagai wali kota dalam melindungi warganya.  Gibran melepas masker anggota paspamres tersebut karena diduga telah memukuli warganya.

Gibran menegaskan akan melindungi warganya yang tidak melakukan kesalahan meskipun pelakunya adalah anggota Paspampres.

"Tanggung jawab saya melindungi warga saya yang dipukul," kata dia, demikian seperti dikutip Kompas.com.

"Saya enggak terima warga saya digituin. Dia enggak salah kok. Paspampresnya juga dalam posisi tidak mengawal siapa-siapa," tambah dia.

Gibran mengaku telah memiliki bukti CCTV yang menunjukkan bahwa sopir truk tersebut tidak salah. "Sudah saya pegang videonya. Kejadiannya juga di dekat rumah saya," kata Gibran.

"Bayangno (bayangkan saja). Aku isin (malu) banget. Tugasku melindungi warga," imbuhnya.

Gorengan Politik

Terhadap jejak digital sikap Gibran melepas masker paspampres memang kontroversial.  Di satu sisi bisa dilihat ketegasannya sebagai seorang wali kota yang marah karena seorang aparat terhormat, paspampres, diyakini Gibran telah memukuli warganya.  Bagi para pendukungnya, jejak digital itu memberi kesan Gibran adalah seorang pemimpin yang tegas, tidak takut kepada siapa pun dalam menjalankan tugas sebagai wali kota.

Memang bisa disaksikan di video bagaimana Gibran dengan agak kesal dan muka marah saat melepas masker tersebut.  Oleh karena itu bagi orang-orang yang berseberangan dengannya maka jejak digital tersebut menjadi dasar penilaian bahwa Gibran adalah seorang pemimpin yang arogan dan tidak memiliki perasaan.  Nah itulah yang menurut saya saat ini hendak 'digoreng' demi kepentingan komoditas politik.  Pastilah yang sedang 'menggoreng' adalah pihak-pihak yang menjadi lawan politik Gibran saat ini.

 

Adakah yang Sempurna?

Jujur saja, saya saat melihat video Gibran membuka masker paspampres saya kaget dan menyayangkan sikap Gibran yang adalah putra Presiden Joko Widodo.  Dalam pikiran saya sebagai orang yang nyaris mendekati usia 60 tahun serta hidup dalam framing budaya supaya hidup rendah hati serta mengasihi dan mengutamakan sesama, saya bertanya dalam hati,"Apakah tidak ada cara lain saat Gibran melepas masker paspampres tersebut dengan cara yang lebih halus dan bijaksana?"

Tetapi saya juga kemudian tercenung berpikir bahwa Gibran ini masih 36 tahun, orang muda yang berkobar-kobar dalam menjalankan tugasnya sebagai wali kota.  Melindungi warga Solo adalah menjadi acuan tugas utamanya.  Sehingga kemudian yang terjadi, jika dilihat hanya sepotong scene saja, tanpa melihat konteks dan kronologinya, ya seperti itulah, Gibran terlihat seolah arogan, kasar dan sombong.  Sikap-sikap yang tidak diharapkan oleh masyarakat terhadap seorang pemimpinnya.

Memang benar, semua warga negara memiliki harapan mendapatkan seorang pemimpin yang sempurna dalam berkata dan berperilaku sesuai dengan standar budaya ketimuran dan keyakinan agama.  Misal tidak 'mencla-mencle' tetapi berkata konsisten dari waktu ke waktu, tidak takut membela kebenaran meski arus partainya berlawanan dan lain-lain.  Tetapi adakah yang sesempurna seperti itu?  Menurut pengamatan saya sampai detik ini kok belum ada ya.

Namun kita berharap dan terus mendoakan, siapa pun nanti pemimpin yang terpilih dalam kontestasi pemilu, dalam perkataan dan perilaku akan atau sudah menuju kepada kesempurnaan itu.  Sehingga sesuatu yang dianggap sebuah 'kesalahan' di masa lalu soal perkataan dan perilaku tersebut dapat diperbaiki di masa kini dan di masa mendatang.  Sesuatu yang tidak kita ketahui adalah bahwa 'kesalahan' itu mungkin sudah mereka sadari dan telah mereka perbaiki, serta sudah ada komitmen kepada Sang Pencipta akan berbuat lebih baik lagi?  Serta sudah ada doa-doa dilantunkan kepada Sang Maha Pengampun sebagai rasa penyelasan mereka? Sementara itu kita masih dalam posisi tetap membenci dan memberi stigma negatif kepada mereka?

Tak Mau Sebar Kebencian

Sampai di sini saya kemudian berpikir, bahwa kiriman video yang sebatas menggambarkan saat Gibran melepas masker paspampres tanpa ada penjelasan kronologi peristiwanya adalah sekedar sarana supaya orang melihat Gibran dari sisi negatifnya  saja.  Mungkin lugasnya tersirat sebuah pertanyaan yang dilontarkan,"Maukah Anda, negara ini dipimpin oleh seorang yang arogan seperti ini?" 

Atas video ini, orang bisa membenci Gibran dan pastilah orang yang membenci tidak akan menjatuhkan pilihannya pada pemilu tanggal 14 Februari 2024 nanti  pada orang yang dibencinya.  Saya tidak memfokuskan soal menang kalahnya Gibran dalam pilpres mendatang, hanya dalam hati saya berfokus, pantaskah saya menyebarkan pesan supaya orang membenci seseorang?  Merasa nyamankah jika saya melihat efeknya kemudian orang saling membenci satu sama lain, sementara saat ini yang kita harapkan adalah bagaimana setiap orang bisa saling mengasihi dan menerima satu dengan yang lain apa adanya? Sory kali ini ya kawan, pesan WA tidak saya teruskan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun