Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Teliti Membeli Sebuah Rumah

2 Juni 2022   10:15 Diperbarui: 2 Juni 2022   13:00 1588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi membeli rumah (Shutterstock)

Teliti Membeli Sebuah Rumah

Oleh: Suyito Basuki

Rumah adalah sebuah kebutuhan untuk tempat tinggal sebuah keluarga. Di dalam sebuah rumahlah anggota keluarga merasa terayomi dan mendapatkan ketenangan alam melakukan aktivitas sehari-hari.

Di dalam sebuah rumahlah anggota keluarga akan terhindar dari terjangan angin dan terpaan sinar matahari yang menyengat di siang hari.

Di dalam sebuah rumahlah anggota keluarga terhindar dari guyuran air hujan yang bisa membasahi tubuh. 

Oleh karena itu, secara turun temurun terdapat berbagai upaya manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ada yang mengontrak sebuah rumah karena memang belum memiliki uang yang cukup untuk membeli lahan , dan membangun rumah di atas lahan itu.

Ada juga yang mengambil sebuah rumah di perumahan dengan sistem bayar DP dan cicil kemudian. 

Ada pula yang berusaha memiliki sebuah rumah dengan cara membeli sebuah rumah yang sudah jadi dan siap huni. Artikel ini mengupas masalah membeli rumah yang sudah jadi dan siap huni.

Memang ada seorang ahli finansial yang mempertimbangkan uang yang bisa dikembangkan untuk usaha, sehingga baginya orang tidak usah membeli sebuah rumah. 

Pendapat ahli finansial itu orang cukup mengontrak sebuah rumah untuk keperluan tempat tinggalnya. Karena menurut pendapatnya, nilai sebuah rumah jika dijadikan investasi akan mengalami kemerosotan dari waktu ke waktu.  

Lain lagi kalau uang yang ada digunakan untuk usaha, uang itu akan mengalami pertambahan baik nilai nominal maupun kualitasnya. 

Meski demikian tidak dapat dipungkiri bahwa orang tetap akan nyaman bahasa Jawanya: marem kalau orang memiliki rumah sendiri, sekecil apa pun untuk tempat bernaung dan berkumpulnya sebuah keluarga. 

Orang Jawa memiliki filosofi terkait keberhasilan seseorang. Dikatakan orang berhasil jika orang sudah memiliki 4 hal ini: wisma, wanita, kukila dan turangga.

Wisma diartikan sebuah rumah, wanita diartikan pasangan hidup, kukila yang artinya burung dimaksudkan hobi atau kebiasaan yang baik dan turangga yang artinya kuda disebutkan sebagai kendaraan yang dimiliki. 

Memang suka tidak suka, sebuah rumah menjadi salah satu ciri sebuah keberhasilan menurut orang Jawa.

Tujuan Membeli Rumah

Saat kita mau membeli sebuah rumah, pertama kali perlu ditanyakan, apakah tujuan kita membeli rumah? Untuk apa? Apakah rumah yang sudah kita beli kemudian akan dijual lagi? Atau rumah itu akan kita buat sebagai rumah kontrakan atau kos-kosan? Atau apakah rumah itu kita beli sebagai rumah hunian bagi keluarga?

Anak kami kuliah di sebuah universitas swasta di kota Salatiga. Oleh karena itu, kami berusaha membeli rumah dengan tujuan untuk ditempati anak-anak kami untuk kepentingan kuliah mereka. 

Selain itu mengingat beberapa tahun lagi saya pensiun dari pekerjaan, maka kami perlu sebuah rumah tinggal untuk masa depan setelah pensiun. Sementara ini kami menempati sebuah rumah dinas.

Dengan alasan-alasan itulah, maka kami menetapkan lokasi pencarian rumah di Kotamadya Salatiga dan sekitarnya. 

Terus terang harga rumah di wilayah Kotamadya Salatiga sudah cukup mahal, meski pada masa pandemi. 

Selain kami fokus mencari di wilayah Kotamadya Salatiga, kami juga berusaha mencari di daerah-daerah yang berdekatan dengan Kotamadya Salatiga. 

Kami mencari juga di daerah Ungaran, Tuntang dan wilayah Kabupaten Semarang lainnya yang berimpitan dengan wilayah Kotamadya Salatiga. 

Dari perbandingan harga, memang daerah di luar wilayah Kotamadya Salatiga sedikit lebih murah, tetapi faktor jarak menuju kampus tempat anak-anak kuliah menjadi pertimbangan kami juga.

Menentukan Budget

Menentukan budget untuk pembelian sebuah rumah sangat penting. Dalam hal ini kita perlu realistis dengan keuangan kita. Jika budgetnya cukup banyak, ya wajarlah kita menginginkan sebuah rumah mewah dan kamar yang berlimpah. Tetapi jika budgetnya pas-pasan ya harus bisa menerima keadaan untuk kemudian mendapatkan sebuah rumah yang sederhana baik bangunan maupun jumlah kamarnya.   

Meski pada akhirnya kita mendapatkan rumah yang sederhana, tetapi tidak perlu berkecil hati, toh nanti dengan berjalannya waktu, kita bisa merenovasi rumah tersebut sehingga berbentuk sebagaimana rumah yang kita idealkan.

Jika budget terasa kurang, bisa melakukan pinjaman pada sebuah bank yang memberikan bunga pinjaman rendah. 

Ada cara-cara yang bisa dipelajari, bagaimana pinjaman itu tidak terlalu mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.  Atau bisa juga pinjam pada keluarga atau teman yang memiliki keuangan yang longgar. Tetapi memang harus ada komitmen untuk melunasi pinjaman itu sesuai dengan kesepakatan waktu yang telah ditentukan, meski kepada keluarga sekalipun.

Mau Rumah Kampung atau Perumahan?

Kita perlu menentukan, mau beli rumah di kampung atau perumahan. Saya pernah mendengar seorang teman yang mengatakan bahwa dia tidak akan membeli rumah di perumahan dengan berbagai alasan yang ia sampaikan. 

Memang di manapun kita tinggal tetap akan muncul persoalan-persoalan antar tetangga dan berbagai masalah sosial yang ada. 

Jika kita memilih untuk tinggal di perumahan, maka memang harus siap dengan rumah yang kita tempati akan berimpitan dengan rumah-rumah tetangga. Hal ini akan menyebabkan kebisingan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi tinggal di perumahan juga memiliki makna positif. 

Kita bisa mengembangkan hidup toleransi satu dengan yang lain. Orang-orang yang tinggal di perumahan rata-rata adalah orang yang telah bekerja dengan mapan dan memiliki pendidikan yang mencukupi.

Dengan demikian kita akan bergaul dengan masyarakat yang bisa berkomunikasi dengan baik dan kita bisa belajar dari para tetangga dengan berbagai pendidikan dan keahliannya.

Jika kita memilih tinggal di perkampungan, maka segi positifnya adalah kita akan mendapatkan rumah yang mungkin halaman cukup luas.

Suasana pedesaan yang masih asri, udara segar bisa kita nikmati. Namun tinggal di perkampungan juga bukan hal yang mudah. 

Kita harus bisa menyesuaikan dengan adat istiadat yang telah terbangun di perkampungan itu. Kadang-kadang tinggal di perkampungan beban dan tanggung jawab sosial lebih tinggi dari pada hidup di lingkungan perumahan.

Memilih Lingkungan dan Sejarah Sebuah Rumah

Oke lah mungkin kita tidak memasalahkan tinggal di perumahan atau perkampungan. Tetapi mempertimbangkan lingkungan rumah yang akan kita beli berikut sejarahnya, mungkin sangat perlu. 

Istri saya pernah mendapat penawaran sebuah rumah di perumahan oleh rekan kerjanya yang kebetulan mau menjual rumahnya. 

Setelah kami tahu bahwa lingkungan perumahan itu kurang begitu bagus menurut pertimbangan kami, karena dekat dengan lokalisasi pelacuran dan aksi kejahatan marak di di situ, maka keinginan untuk membeli rumah tersebut kami batalkan, walau secara penawaran dan tanggung jawab jumlah cicilan kemudian sangat murah.

Kami juga pernah menengok sebuah rumah yang menurut kami cukup bagus dengan jumlah kamar yang ideal, mendekati sesuai dengan kebutuhan keluarga.

Hanya sayang, kami mendengar dari tetangga pemilik rumah itu, bahwa rumah itu mau dijual karena pasangan yang memiliki rumah itu akan bercerai. Rumah itu akan dijadikan uang sebagai harta gono-gini. 

Kebetulan rumah itu tidak begitu jauh dengan sebuah lokalisasi pelacuran juga. Langsung saja istri saya tidak suka melihat rumah dengan sejarah dan lokasi yang seperti itu. 

Memang tidak enak juga sih membeli rumah dengan sejarah seperti itu, takutnya bisa menginspirasi yang tidak baik hehehe. 

Kalau bisa beli rumah dengan latar sejarah pemiliknya yang baik-baik sajalah, bukan rumah karena perselisihan keluarga atau tempat terjadinya sebuah pembunuhan di masa sebelumnya, hiii...

Perlunya Menawar

Saat mau membeli sebuah rumah dan kita ketemu dengan si pemilik, maka akan terjadi penawaran oleh pemilik. 

Jika pembeli sudah merasa cocok, maka langkah berikutnya adalah menawar harga yang diberikan. 

Dalam menawar, kita bisa cari di Google harga tanah dan rumah di daerah itu lebih dahulu. Kita akan tahu harga NJOP tanah di daerah tersebut. 

Kita bisa juga bertanya orang-orang di sekitar itu berapa harga tanah per meternya dan sebagainya.

Penawaran yang kita lakukan jangan terlalu sadis. Misal penawaran harga dari pemilik rumah 400 juta, ya jangan menawar 200 juta, itu sadis namanya.

Mungkin menawar sekitar 325-350 juta itu cukup wajarlah. Mengapa kita menawar? 

Hal itu disebabkan kita sudah merasa cocok dengan rumah yang ditawarkan, dalam arti cocok dengan kebutuhan, lingkungan mendukung, sejarah rumah itu baik, tidak terlalu jauh dengan obyek utama tujuan sehari-hari, misal kampus dan lain-lain. 

Saat kita menawar dalam kondisi seperti di atas, maka harapannya akan terdapat kesepakatan harga sehingga rumah itu akan berpindah tangan menjadi milik kita. 

Jangan pernah sungkan untuk menawar, bahkan itu menjadi kewajiban pembeli sebelum membeli. Kenaikan harga yang kita berikan dari tahap ke tahap bergantung dengan ketertarikan kita akan rumah tersebut terkait dengan hal-hal yang tersebut di atas, juga terkait juga dengan kualitas bangunan rumah itu sendiri.

Dalam hal ini jangan lupa juga membandingkan dengan rumah-rumah di tempat lain yang kita ketahui melalui teman, saudara atau situs-situs penjualan internet seperti marketplace atau sosial media dan lain-lain. 

Kadang-kadang membeli rumah ada istilah "berjodoh", kalau memang berjodoh, maka kadang meski rumah itu ditawar oleh pembeli lain lebih tinggi dari kita, kemudian ada peristiwa pembeli itu gagal membeli dan akhirnya justru kitalah yang dapat membelinya dengan harga yang sesuai dengan kemampuan kita. 

Dari pengalaman kami, sepertinya lho ya, penjual rumah juga melihat orang-orang yang mendatangi rumahnya. 

Mereka seakan juga melihat, dengan bertanya-tanya kepada kita, mereka akan tahu calon pembeli ini pasangan suami istri yang harmonis, atau ini pasangan selingkuhan. 

Pengetahuan mereka akan hal ini juga kadang mempengaruhi saat mereka akan melepas sesuai harga penawaran yang kita ajukan.

Sertifikat Rumah

Perlu sekali mencermati status sertifikat sebuah rumah yang akan kita beli. Jika kita membeli rumah di perkampungan maka kadang sertifikat rumah itu masih sertifikat bersama, maka perlu dipikirkan proses dan pemisahannya di notaris. Hal ini membutuhkan waktu yang lumayan panjang. 

Jika kita tidak begitu mengenal latar belakang penjual rumah, kita perlu ekstra hati-hati. Lebih aman kalau rumah yang kita beli sudah memiliki sertifikat atas nama sendiri. Saat kita membeli maka tinggal proses balik nama saja.

Jika kita membeli rumah di perumahan, biasanya masing-masing rumah sudah bersertifikat. Jika cicilan sudah lunas, berarti tuan rumah sudah memegang sertifikat itu. 

Namun jika cicilan belum selesai, maka akan ada proses mungkin pelunasan cicilan di bank tempat developer mencarikan dana pinjaman. 

Setelah pelunasan di bank, maka sertifikat yang masih atas nama pihak penjual akan dibawa ke notaris untuk proses ganti nama. Biasanya penjual akan kena pajak penjualan dan pembeli akan kena pajak pembelian yang besarnya sudah diatur. 

Jika niatan baik pembeli maupun penjual sama-sama positif, maka segala proses itu akan berjalan dengan lancar. Tapi kalau salah satu pihak ada yang bermodus tipu-tipu, maka proses akan sulit dan tidak lancar. 

Hindari penjual rumah yang sejak awal sudah kelihatan mau melakukan tipu-tipu itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun