Batu Akik, Pamornya Memudar dan Terus Menukik?
Oleh: Suyito Basuki
Sekitar tahun 2015-2016 terjadi booming batu akik. Â Menurut Eko Budiyono, 46 tahun, pengrajin batu akik yang bertempat tinggal di Desa Karanggondang Kecamatan Mlonggo Jepara ini, mungkin berawal dari cerita-cerita. Â
"Presiden SBY (Susilo Bambang Yudoyono) kan pernah mendapat cindera mata batu akik jenis 'Bacan' yang mahal itu, " demikian Eko. Â
" Orang yang penasaran kemudian ikut mencari dan mengkoleksi jenis batu akik bacan ini," begitu lanjut Eko yang memiliki 3 orang anak ini. Â Untuk mengetahui bacan asli atau tidak, Eko dapat mengetahuinya dari tekstur batunya dan seratnya.Â
"Saya terbiasa memotong-motong batu, sehingga hafal akan hal itu. Jenis batunya pun bermacam-macam. Â Kalau yang sudah mengkristal, bening berkilau, itu mahal. Â Kalau yang batunya murah-murah ya masih ada kapurnya," demikian Eko saat ini alih profesi dengan bekerja sebagai tukang batu khususnya pengerjaan plafon rumah.
Proses Pengerjaan
Untuk menghasilkan sebuah batu akik, Eko memotong-motong dari bahan yang berupa batu bongkahan atau kepingan-kepingan. Â Eko mendapat batu bongkahan atau kepingan tersebut dari Garut atau pesan on line. Â Setelah dipotong-potong, kemudian dibentuklah menjadi batu akik sebagaimana ukuran dan bentuk yang dikehendaki dan kemudian diberi embanan.Â
Embanan adalah tempat untuk akik yang memiliki lingkaran yang dimasukkan ke jari pemakainya. Â Embanan dibawa oleh bakul-bakul yang datang ke rumahnya. Â Biasanya Eko belanja embanan ke Pasar Kriyan Jepara. Â Embanan tada yang erbuat dari kuningan, monel, dan lain-lain.
Selain bacan menurut Eko ada jenis batu yang lain yakni: Â pancawarna. Â Ciri khasnya menurut Eko memiliki warna campuran, ada kuning, merah, hijau, putih, minimal 5 warna, itu yg istimewa. Â Selain itu ada jenis batu klawing yang berasal dari Purbalingga. Â