Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saat Lepas dari Kehidupan Gay

11 Mei 2022   09:53 Diperbarui: 11 Mei 2022   16:49 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramai-ramainya orang membicarakan podscast Deddy Corbuzier, tentang wawancaranya dengan pasangan LGBT Ragil yang orang Indonesia dengan Frederich orang berkewarganegaraan Jerman, tiba-tiba pagi ini saya ingin membuka video rekaman wawancara tersebut di channel You Tube.  

Banyak orang berkomentar pro dan kontra termasuk Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, sehingga saya termotivasi melihat konten kontroversial tersebut, mumpung belum dihapus, demikian pikir saya, baik oleh Deddy Corbuzier, mungkin demi alasan keamanan dia karena banyak dicerca dan mengalami unfollow drastis di akun Instagramnya atau diberangus konten itu dari pihak pengelola akibat pelaporan netizen yang tidak menyukai konten Deddy Corbuzier tersebut.

Sebelumnya, saya ingin menyampaikan, bahwa setelah menonton video wawancara Deddy Corbuzier dengan pasangan Ragil dan Frederich, maka yang pertama, saya tidak melihat bahwa Deddy Corbuzier ingin membawa pemirsa kontennya tersebut untuk masuk ke kehidupan LGBT.  

Deddy Corbuzier hanya melihat fenomena LGBT yang ada dan instink jurnalismenya atau bisnis You Tubenya menjadi bergelegak untuk mewawancarai kedua orang yang menjadi pasangan gay tersebut.  Umum sudah tahu kalau Deddy Corbuzier ini sering mengincar isu-isu yang aktual dan agak kontroversial demi instink podscastnya, dan itu sah-sah saja saya kira. 

Selanjutnya saya tidak melihat pasangan Ragil dan Frederich mengajak orang atau anak untuk mengikuti gaya hidupnya sebaga gay.  Mereka hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan Deddy Corbuzier.  Jawaban-jawaban mereka adalah testimoni kehidupan yang mereka jalani hingga hari ini.  

Saya menemukan poin-poin yang penting dari wawancara itu tentang kehidupan LGBT.  Seperti misalnya, Ragil bercerita bahwa dia merasa, bahkan ibunya juga dia yakin mengerti bahwa dia sejak lahir memiliki orientasi kehidupan seks yang berbeda dari kebanyakan orang.  Hal itu Ragil rasakan saat remaja, dia lebih tertarik dengan sesama jenis dari pada dengan beda jenis.  

Dia, katanya dalam video itu, lebih tertarik kepada guru olah raganya yang adalah seorang pria.  Demikian juga Frederich mengungkapkan hal yang sama, bahkan saat remaja dia juga pernah memilki "girl friend."

Saya mencatat suatu hal yang cukup penting, menjelang akhir percakapan mereka, yakni berangkat dari pertanyaan, jika seseorang awalnya menjadi korban perkosaan atau pemaksaan dari seorang gay, apakah orang tersebut juga akhirnya "doyan" kepada sesama pasangan sejenis juga? Ragil menolak jika akibat pemaksaan atau perkosaan itu akan menjadikan mereka memiliki perilaku gay.  

Kecenderungan berbeda orientasi seks sejak kecillah yang akhirnya membawa kehidupan gay pada tahap selanjutnya.  Kata Ragil, jika tidak menyukai kehidupan gay, diharapkan menjauhi kehidupan itu.  Bahasa Deddy Corbuzier, "dicuekin" saja, sehingga gaya hidup gay tidak akan mempengaruhi.

Tetapi di lapangan, setidaknya yang saya tahu, dalam menghindari atau keluar dari hubungan gay itu tidak semudah yang mereka bicarakan. Dari pengalaman saya secara tidak sengaja bertemu dan sedikit membantu seseorang keluar dari kehidupan seperti itu, tulisan ini berangkat.

Calon Mertua Datang ke Rumah

Tiba-tiba saja, seorang rekan, yang adalah seorang guru di sebuah sekolah menengah negeri datang ke rumah.  Dia menyodorkan surat dengan tulisan tangan.  Inti surat itu adalah, jika sebut saja DNG meninggalkannya, kemudian menikah dengan putri dari rekan guru tadi, maka seseorang yang menulis surat itu akan menghabisinya.  

Saya kemudian diminta mengadakan pendekatan kepada orang yang menulis surat tersebut karena rekan guru tadi memandang saya cukup kenal dengan penulis surat itu, supaya tidak mencelakai DNG calon menantunya tersebut.

Terus terang saya sendiri bingung mau menjawab apa.  Akhirnya saya mengusulkan untuk lebih dulu berbicara secara pribadi dengan DNG. Saya perlu mengetahui apakah benar hal yang dibicarakan oleh calon mertuanya itu serta untuk mengetahui intensitas hubungan DNG dengan pembuat surat tersebut, sehingga mendapatkan ancaman yang sangat serius.  Saya juga akan melihat seberapa intensnya hubungan DNG dengan putri dari rekan guru tersebut.

Bertemu di Ruang Konseling Sekolah

Saat itu saya mengajar di sebuah sekolah SMA di kota kami.  Meski saya tidak mengajar Bimbingan Konseling, namun saya minta ijin kepala sekolah untuk dapat menggunakan ruang konseling karena saya mau ada "tamu" yang mau bicara rahasia, demikian kata saya kepada kepala sekolah.

DNG kemudian datang memenuhi undangan yang saya sampaikan lewat guru, rekan saya tadi yang adalah calon mertuanya.  Deskipsi tentang DNG sebagai berikut: orangnya masih muda, mungkin belum 30 tahun usianya.  Tubuhnya kurus dengan tinggi badan cukup, mukanya tampan, kulit kuning langsat. 

Gerakan tubuhnya kurang mantap, mungkin terbawa oleh sebuah rasa takut dengan lingkungan.  Pekerjaannya adalah sebagai seorang PNS di sebuah dinas.  Dia menyelesaikan sekolah di sebuah sekolah menengah kejuruan,

Kami masuk ke ruang konseling, duduk berhadap-hadapan.  Beberapa pertanyaan saya ajukan, dan mengalirlah kisah hidupnya yang di beberapa bagian, saya merinding mendengarnya.

Awal Mulanya Ditipu dan Dipaksa

Inilah awal petakanya.  DNG setelah lulus dari sekolah menengahnya ingin sekali segera bekerja.  Pembuat surat di atas yang adalah teman kakaknya, sangat baik perilakunya kepadanya.  Pembuat surat tersebut menawarkan jasa baiknya untuk mencarikan dan mengantar mendaftar kerja ke sebuah kota propinsi.  

Saat mereka dalam penginapan, karena esok harinya mereka akan ke kantor yang akan mereka tuju, maka terjadilah peristiwa itu.  Pembuat surat itu merayu dan memaksa DNG untuk menuruti kemauannya untuk berhubungan seks, dan terjadilah itu di luar perkiraan DNG.

DNG tidak jadi diterima di instansi pemerintah di kota propinsi tersebut.  Tetapi hubungan mereka terus berlanjut hingga kurang lebih selama tujuh tahun.  

Kemudian timbul kesadaran dalam diri DNG bahwa apa yang dilakukannya itu adalah salah.  Jika kesadaran itu muncul, saat tengah malam ia bangun tidur, dia akan menangis dan karena merasa sangat berdosa.  Tetapi untuk lepas dari dekapan si pembuat surat tadi bukan hal yang mudah.

Sampai akhirnya DNG berkenalan dengan putri dari rekan guru tadi yang adalah sesama pegawai negeri.  Mereka sepakat untuk melanjutkan hubungan dengan lebih serius.  Rupanya rencana itu didengar oleh si pembuat surat tadi, sehingga timbulah ancaman demi ancaman dan puncaknya ancaman pembunuhan seperti apa yang ditulis di surat yang ditunjukkan kepada saya.

Rekan-rekan si pembuat surat itu, menurut DNG  melakukan teror, hampir setiap hari mereka menyambangi kantor dinas tempat DNG bekerja, seperti menjadi pengamenlah dan lain-lain.  

Hal ini yang kemudian membuat DNG minta ijin atasannya untuk masuk kerja di malam hari, bukan di siang hari.  Karena kalau masuk kerja di siang hari, dia takut kepergok oleh rekan-rekan si pembuat surat itu sehingg mendapat celaka karenanya.

Saat DNG bertanya kepada saya, apa yang harus ia lakukan, maka saya katakan jika memang apa yang ia lakukan selama ini membuatnya merasa berdosa, maka saya mendorongnya supaya memohon ampun kepada Tuhan.  

Bukankah Tuhan justru mencari orang-orang berdosa untuk datang dan mohon pengampunan-Nya.  Tentang rencananya meningkatkan hubungan dengan pacar wanitanya yang sekarang, itu adalah niat yang baik.  Saya memotivasinya supaya hal itu dipertahankan, apa pun resikonya.  Di akhir pertemuan kemudian kami berdoa menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan.

Telah Berkeluarga Mempunyai Anak

Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi.  Saya menjadi tenang, setidaknya tidak ada berita pembunuhan seperti semula yang kami khawatirkan.  

Beberapa tahun kemudian saya bertemu dengan seorang saudara DNG di gereja tempat DNG dulu bergereja dan saya tanyakan kabar DNG bagaimana.  

Saudara DNG tadi menjawab, bahwa DNG telah berkeluarga dan saat itu sudah memiliki anak.  Belum lama ini saya juga kembali bertemu dengan tetangga DNG, dalam sebuah acara gereja tersebut, saya tanya kabar DNG.  Katanya, DNG baik-baik saja, hanya DNG tidak pernah atau sudah lama tidak berkunjung ke rumah orang tuanya yang berada di desa.

Saya tidak pernah bertemu dengan si pembuat surat ancaman tersebut.  Saya melihatnya dari waktu ke waktu si pembuat surat ini menunjukkan kehidupan yang seperti tidak ada masalah.  Dan saat sekarang ini pun seperti damai-damai saja.  Puji Tuhan.  Saya tidak tahu pergolakan batinnya saat mendengar DNG telah berkeluarga.  Mungkin sulit juga awalnya menerima kenyataan ini baginya. 

Dalam hati saya berpikir, betapa sulitnya orang yang sudah masuk ke dunia gay saat mereka ingin meninggalkan dunia tersebut.  Tetapi saya mempunyai keyakinan, jika niat untuk melepaskan diri itu tulus, Tuhan yang melihat niatan itu, Tuhan yang akan membuka jalan dan menunjukkan hikmat, mukjizat serta kemurahan-Nya. 

Saya seperti Deddy Corbuzier, bahwa dalam hal ini saya tidak sedang  menilai dunia LGBT, saya hanya melihat sebuah peristiwa dan sebuah pengalaman untuk disampaikan.  Semoga berguna.  Itu saja. 

(Baca cerpen saya di kompasiana yang terkait dengan hal ini: "Sebuah Ancaman Pembunuhan")

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun