Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama FEATURED

Pasang Surut Simpati pada TNI

10 Oktober 2017   16:04 Diperbarui: 5 Oktober 2019   17:53 3654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden RI Ir. Joko Widodo didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan para Kepala Staf Angkatan, sangat bangga kepada TNI saat menyaksikan secara langsung Latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI tahun 2017 yang mengerahkan 5.900 prajurit TNI dan berbagai Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI dari AD, AL dan AU, bertempat di Tanjung Datuk, Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), Jumat (19/5/2017). TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI/Kolonel Inf Bedali Harefa

Wujudnya kongkritnya: perwakilan ABRI di parlemen dihapus, ABRI diubah TNI, TNI-POLRI dipisah, dan konsep reformasi internal TNI dibuat dan dijalankan agar sesuai dengan semangat Reformasi. TNI dibawah kendali kekuatan sipil sepenuhnya.

Saat itulah masa-masa TNI begitu menarik simpati rakyat. Apalagi TNI terbilang berhasil mereformasi internalnya, termasuk memberantas korupsi. Citra positif TNI melambung tinggi.

Pemerintahan silih berganti. Saat Joko Widodo menjabat presiden, Jenderal Gatot Nurmantyo diangkat menjadi Panglima TNI.

Sekalipun ada tradisi sejak era presiden sebelumnya (Abdurrahman Wahid), jabatan Panglima TNI digilir antar angkatan dan saat itu bukan giliran TNI AD tempat Jenderal Gatot Nurmantyo mengabdi, melainkan giliran TNI AU.

Namun, atas dasar hitungan politik presiden Jokowi untuk memperkuat posisinya, maka diterabaslah tradisi itu. Jenderal Gatot ditunjuk sebagai Panglima TNI.

Pada tahun awal masa jabatannya, Jenderal Gatot nampak sangat loyal pada presiden. Belakangan, Jenderal Gatot mulai jadi sosok kontroversial, seolah tak tahu terima kasih.

Semua berawal di tahun politik menuju pilpres 2019, mulai terlihat akhir 2016, Jenderal Gatot mulai sangat kuat tendensinya menggunakan politik asosiatif pada kalangan Islam politik. 

Pada Demo 212, misalnya, Jenderal Gatot memakai kopiah putih. Di medsos mengalir pujian "tokoh 212" bukan berkopiah hitam, tapi berkopiah putih. Pendapat ini makin kuat bila mengikuti manuver-manuver Jenderal Gatot berikutnya.

Barangkali asumsinya, jika hendak mendapatkan kekuasaan pasca jadi Panglima TNI, maka dekatilah kalangan Islam sebagai pemilih mayoritas di Indonesia. Hal yang diyakini secara tradisi oleh kalangan "TNI Hijau", seperti juga Letjen (Purn) Prabowo Subianto, yang rupanya baru ketahuan diikuti pula Jenderal Gatot.

Makin ke sini, manuver politik Jenderal Gatot makin vulgar. Padahal, Pasal 39 UU No 34/2004 tentang TNI tegas menyebut anggota TNI dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis.

Nyatanya, Jenderal Gatot hadir pakai seragam TNI lengkap di dalam acara partai PKS. Telah dua kali Jenderal Gatot hadir dalam acara PKS. Sulit mengatakan peristiwa ini bukan kegiatan politik praktis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun