Aku menunggu keputusan kepala madrasah.
Sebelum keputusan kepala madrasah keluar, beredar isu bahwa Study Tour ke Jogja bakal gagal dilaksanakan. Aku yang menjadi sasaran. Katanya, aku memobilisasi banyak siswa 'miskin' untuk memboikot kegiatan Study Tour.
Aku tidak ingin membantah. Berita hoax itu jelas tidak benar. Namun, jika aku membantahnya akan menjadi indikasi bagi mereka bahwa aku melakukan apa yang dituduhkan.
Lima hari semenjak aku menghadap kepala madrasah, tepatnya ketika upacara bendera hari Senin, Ustaz Jazuli sang kepala madrasah memberikan pengumuman.
"Berdasar hasil rapat kami bersama dewan guru, dengan berbagai pertimbangan maka Study Tour ke Jogja dibatalkan. Sebagai ganti, agenda study keluar daerah diganti agenda yang lebih seru. Tetap berupa kunjungan wisata menggunakan bus sekolah Dinas Pendidikan Kabupaten ke beberapa perusahaan atau tempat usaha di daerah kita. Saya yakin, banyak di antara kita yang belum pernah berkunjung dan melihat lebih dalam usaha yang ada."
Pengumuman kepala madrasah melegakanku dan teman-temanku yang berasal dari keluarga tidak mampu.
Meskipun ada biaya transportasi, kami masih mampu membayarnya. Aku dan teman-teman yang kurang mampu merasa senang. Lagi pula tempat yang diumumkan kepala madrasah, meskipun berada di daerah kami, aku dan teman-teman lainnya belum pernah ke sana apalagi melihat proses produksi yang dilakukan.
Tentu saja, aku menjadi sasaran hujatan teman-teman 'kaum berada' yang dari awal menginginkan Study Tour ke luar daerah. Perjalanan dua hari dua malam, ke Yogyakarta.Â
"Ini nih, biang keroknya. Gara-gara kamu, studi tour gagal. Brengsek!"Â
Bram dan yang lainnya dengan nada kasar dan sinis menghujatku.Â
"Iya, nih, pahlawan kesiangan. Cari muka kepala madrasah. Gara-gara 'kowe' melihat Keraton dan Malioboro jadi gagal."