"Aku lesu, Bob, Mat," jawabku lirih.
"Kenapa?" tanya Mamat.
Aku memiliki tabungan. Seperti anak SD, kami wajib menabung kepada wali kelas dengan besaran tertentu. Uang itu digunakan untuk keperluan akhir tahun: membeli buku dan peralatan sekolah, seragam olahraga, atau lainnya.
Uang tabunganku memang ada tetapi bukan untuk mengikuti study tour. Uang itu untuk keperluan lain. Kedua orang tuaku bukan orang mampu. Orang tuaku pernah berpesan.
"Uang tabunganmu bolehlah untuk kegiatan perpisahan di sekolah jika nanti harus iuran, Lun," kata Mamakku.
Tapi, kenyataannya, perpisahan kali ini tidak digelar di sekolah. Perpisahan kali ini digelar dalam bentuk kegiatan studi wisata ke luar kota.
"Bob, aku kemungkinan besar tidak ikut wisata ke Jogja," ujarku kepada Bobi, "Bagaimanapun aku tidak mampu. Uang tabunganku juga tidak cukup untuk membayar biaya Study Tour. Belum uang saku di jalan. Aku tidak akan ikut."
Kedua temanku saling pandang.
"Ayolah, Lun. Aku nggak punya kawan bercakap di jalan," kilah Mamat.
Aku keukeuh dengan pendirianku.Â
Tiba-tiba datang Ryan, Bram, dan Toni.Â