Dan akan timbul akibat-akibat buruk di antara salah satu pihak suami dan istri jika perkawinan tidak dicatatatkan, apa saja akibat buruknya dalam pandangan sosiologis, religious dan yuridis
dampak secara sosiologis, lebih merugikan di pihak terhadap wanita  karena si wanita ini bisa di anggap bukan istri sah dari mantan suami tersebut karena tidak ada bukti yang jelas jejak administrasi, dengan kata lain, yang terjadi hal ini istri bisa saja tidak mendapatkan nafkah, warisan apabila si suami meninggal dunia. Dan pastinya akan di ghibahi tetangga ataupun lingkungannya karena Perkawinan ini secara hukum tidak sah karena tidak adanya kepastian hukum. Lingkungan atau orang yang tidak tahu pasti menganggapnya tidak melakukan pernikahan atau perkawinan.
dampak secara religious, dimaknai sebagai suatu bentuk ibadah terpanjang atau terlama selama hidup hidup tanpa adanya pengecualian dengan tujuan supaya terhindar dari larangan - larangan Allah SWT. Dan menurut agama nikah yang tidak dicatatatkan itu sah jika telah dilakukan menurut ketentuan agamanya masing-masing.
dampak secara yuridis, dalam perkawinan tersebut tidak sah karena tidak sesuai ketentuan hukum negara Pencatatan perkawinan merupakan salah satu prinsip hukum perkawinan nasional yang bersumberkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
4. argumentasi menegenai bagaimana pendapat ulama dan KHI tentang perkawinan wanita hamil
Berikut berbagai Pendapat ulama mengenai perkawinan wanita hamil yaitu :
- Imam Abu Hanifah yang menjelaskan bahwa bila yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
- Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal yang mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh menikahi wanita yang hamil, kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya.
- Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah bertobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih belum boleh menikah dengan siapa pun
- Pendapat Imam Asy-Syafi'i yang menerangkan bahwa baik laki-laki yang menghamili ataupun yang tidak menghamili, dibolehkan menikahinya.
Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Dalam Pasal 53 Ayat 1 2 dan 3 Kompilasi Hukum Islam bidang hukum perkawinan bahwa seorang wanita yang hamil di luar nikah bahwa hukumnya menjadi status perkawinan wanita hamil di luar nikah dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya dia Perkawinan dengan wanita hamil tersebut pada ayat (1) dapat berlangsung tanpa menunggu lebih duhulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang yang di dalam perut lahir.Â
Jadi kesimpulannya adalah sah-sah saja apabila akan dilangsungkan perkawinan karena adannya ke maslahatan bersama untuk kepentingan si wanita hamil dan keluarganya untuk tidak menanggung aib dikeluarganya harus di segerakan untuk memberlangsungkan perkawinan wanita hamil.
5. hal-hal apa saja untuk menghindari perceraian
Solusi untuk meminimalisir perceraian