Mohon tunggu...
Suryadi
Suryadi Mohon Tunggu... -

Saya menulis dengan sikap rendah hati. Saya hanya berharap dari apa yang saya tulis, orang lain akan beroleh manfaat, walau mungkin hanya secuil. Dan saya berharap dari manfaat yang diperoleh orang lain dari tulisan saya itu, Tuhan Yang Maha Kuasa akan berkenan membalasnya dengan menunjukkan jalan kebenaran dalam hidup saya. (Personal page: http://www.universiteitleiden.nl/en/staffmembers/surya-suryadi).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi Perasaan Orang Muda dalam Pantun Minangkabau

10 Juli 2016   03:47 Diperbarui: 10 Juli 2016   16:00 3340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tupai malompek ka halaman,

Nan bangkak dalam baju?

Itulah sarugo tampaik tangan.

Gambar 3: Cod.Or. 5954: Pantoens [Minangkabau] (Courtesy Leiden University Library, Belanda).
Gambar 3: Cod.Or. 5954: Pantoens [Minangkabau] (Courtesy Leiden University Library, Belanda).
Mungkin koleksi pantun-pantun klasik Minangkabau yang terdapat dalam naskah-naskah Minangkabau yang tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden itu perlu diterbitkan. Saya sudah memperkenalkannya kembali kepada pembaca Minangkabau melalui satu rubrik yang saya asuh di harian Padang Ekspres dari November 2010 hingga Oktober 2012, yang kemudian saya tayangkan dalam blog saya (lihat:  diakses 8-07-2016). 

Sarjana Malaysia, Muhammad Haji Salleh dan dosen Universitas Andalas Ivan Adilla pernah menerbitkan sekitar 900 bait pantun yang diseleksi dari koleksi tersebut yang diberi terjemahan Melayunya. Buku itu berjudul Layarkan Kapal dalam Embun: Sepilihan Pantun Minangkabau (Pulau Pinang: Penerbit Universiti Sains Malaysia, 2011). Akan tetapi tampaknya cukup sulit menerjemahkan pantun Minangkabau klasik yang memiliki gaya bahasa metafora dan hiperbola yang pekat itu. Oleh sebab itu di sini saya tidak menyediakan terjemahan pantun-pantun yang dikutip, yang tentu saja tidak menjadi soal bagi pembaca dari etnis Minangkabau tapi mungkin tidak atau kurang dimengerti oleh pembaca dari etnis lain.

Munurut hemat saya kira penerbitan khazanah pantun Minangkabau klasik yang masih tersimpan dalam lusinan manuskrip di Leiden University Library itu akan banyak manfaatnya. Demikianlah umpamanya, para seniman dan praktisi musik pop Minangkabau tentu boleh mengambil pantun-pantun itu untuk bahan gubahan lagu, atau paling tidak menggali inspirasi darinya. Tentu tidak kurang juga manfaatnya bagi ilmu pengetahuan. Namun, yang paling penting adalah bahwa melaluinya kita dapat melengkapi pengetahuan kita mengenai estetika pantun Minangkabau.

Catatan: Versi yang awal dari artikel ini, dengan sedikit variasi pada judulnya, dimuat dalam blog pribadi saya  yang versi cetaknya diterbitkan di harian Padang Ekspres, Minggu, 7 November 2010.

Dr. Suryadi, MA.

Staf pengajar Department of South and Southeast Asian Studies

Institute for Area Studies, Universiteit Leiden, Belanda

(http://www.universiteitleiden.nl/en/staffmembers/surya-suryadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun