" Assalammu'alaikum, bu Nurul saya hari ini rencana akan ke Wirotaman" begitu pesan yang saya kirim lewat WA ke orang yang bernama bu Nurul. Seorang warga desa Wirotaman yang namanya saya dapatkan dari sebuah group WA.
" Nggih siap. Monggo merapat ke posko Anugerah Sukoanyar. Kalau sudah sampai desa Wirotaman monggo menghubungi lagi. Pagi ini saya ke SD dulu. Tapi teman -- teman ada di posko" begitu balas bu Nurul yang belakangan saya ketahui ternyata dia seorang guru sekolah dasar di desanya
"Sesuai info yang saya terima katanya butuh kompor gas di posko. Insyaallah nanti akan saya bawakan kompor gas untuk dapur umum."
" Alhamdulillah bapak, terima kasih banyak. Barang tersebut memang betul -- betul kami butuhkan saat ini " jawabnya.
Ketika mobil kami sudah mulai masuk kota Dampit saya kirim chat lagi" Apakah bisa share lokasi bu, ini saya sudah sampai Dampit?"Â
" Ya pak. Tapi kemarin saya share lokasi banyak relawan yang nyasar karena sinyal di tempat kami sulit. Nanti kalo sudah tiba di Tugu Pramuka Berjo Tamanasri ambil jurusan ke Lebak Harjo. Jalan terus saja sampai tiba di balai desa Sonowangi. Di dekat balai desa ada perempatan jalan rabat belok kanan. Ikuti jalan menurun. Setelah tanjakan ada pertigaan belok kiri. Posko kami setelah pertigaan itu" begitu petunjuk arah yang dikirim oleh bu Nurul
Membaca petunjuk arah yang diketik panjang tersebut, perasaan saya jadi tidak enak. Bisa ikutan nyasar  nanti. Akhirnya saya putuskan untuk minta dijemput saja. "Apa kami bisa dijemput saja di tugu pramuka supaya tidak nyasar"
"Baik pak, akan kami koordinasikan dengan teman -- teman. Nanti bapak tunggu saja di Tugu Pramuka ya"
Tak butuh waktu lama, mobil  kami akhirnya tiba di Tugu Pramuka. Saya dan beberapa orang kawan relawan turun dari mobil. Sekitar lima menit kami menunggu, dari kejauhan terlihat dua sepeda motor datang mendekat dan berhenti di depan mobil. Sebuah motor matic dikendarai oleh seorang ibu yang berboncengan dengan temannya. segera turun dan menghampiri aku " Pak Adi ya? Perkenalkan saya Nurul"
" Ya bu, benar saya Adi. Perkenalkan juga ini teman - teman saya." balasku sambil mengenalkan rombongan relawan saya satu per satu, Silo, Aga, Widhi, Vika.
" Jadi gimana ini bu Nurul, masih jauhkah lokasi posko nya dari sini" tanyaku
" Nggak jauh kok pak, paling lima belas menit lagi. Nanti bapak dan rombongan akan dikawal oleh teman saya ini mas Jari. Saya mohon maaf, akan kembali ke sekolah dulu. Tapi saya akan segera menyusul ke posko setelah urusan di sekolah beres" terang bu Nurul sambil menunjuk ke arah pemuda yang bernama Jari yang tadi datang naik sepeda motor trail.
" Apakah di sana juga ada toko sembako yang masih buka bu" tanyaku sebelum pergi.
" Oh, ada pak. Bapak perlu apa, nanti bisa kami bantu antarkan ke toko di sana" ucap bu Nurul
" Untuk jaga -- jaga saja bu. Jika nanti logistik habis, kami bisa langsung belanja disana. Gak perlu kembali ke kota lagi" sahutku.
Akhirnya aku dan rombongan berangkat mengikuti sepeda motor mas Jari menyusuri jalanan aspal selebar 4 meter menuju posko dusun Sukoanyar. Jalanan mulai berkelak -- kelok, menanjak dan menurun. Beberapa ruas jalan aspalnya sudah mulai ada yang mengelupas, sehingga mobil harus jalan melambat untuk mengurangi goncangan.
Pada awal perjalanan terlihat kondisi bangunan rumah di kanan kiri jalan tidak menunjukkan tanda -- tanda kerusakan akibat gempa bumi beberapa hari lalu. Bangunan berdiri kokoh dan beberapa orang warga beraktifitas normal seperti biasa.
Namun, ketika kendaraan sudah mendekati lokasi tujuan, nampak di kanan kiri banyak rumah  rusak. Bahkan beberapa diantaranya roboh atau sengaja dirobohkan karena sudah tak layak huni. Termasuk sebuah masjid di kampung itu akhirnya dirobohkan karena kondisinya yang mengalami kerusakan parah. Rupanya gempa berskala 6.1 SR yang melanda desa ini seminggu lalu sungguh parah dampaknya.
Dan ketika kami tiba di posko Anugerah dusun Sukoanyar, kami bertemu banyak relawan kemanusiaan disana. Mereka berbaur dengan warga desa membersihkan puing -- puing sisa bangunan yang roboh. Beberapa relawan lain bekerja di dapur umum untuk menyiapkan makanan bagi warga yang mengungsi.
Dengan diantar oleh mas Jari, kami berkeliling dusun Sukoanyar untuk melihat langsung kerusakan di tempat ini. Saya mendatangi beberapa warga yang sedang membersihkan bekas reruntuhan di rumahnya. Saya sempatkan juga untuk berinteraksi dengan mereka.
" Waktu itu saya sedang istirahat siang di ruang tamu setelah bekerja di ladang. Dan saya melihat debu berjatuhan dari atap, masak ada tikus siang - siang. Tiba -- tiba terdengar orang berteriak lindu...lindu " Begitu tutur pak Hadi menerangkan kejadian gempa yang dialami.
"Beruntung isteri dan anak saya langsung berlari keluar rumah. Dan saya yang keluar belakangan sempat tertimpa pintu punggung saya, bersamaan dengan rumah saya yang roboh." lanjut pak Hadi sambil menunjukkan luka memar di punggungnya.
" Tapi, semua keluarga selamat ya pak" tanyaku.
" Alhamdulillah, semua selamat. Hanya rumah saja yang ambruk" jelasnya.
Satu -- satunya bangunan yang tersisa adalah dapur yang terbuat dari 'gedek' ( anyaman bambu). Dan dapur ini sekarang menjadi tempat keluarga pak Hadi berteduh. Genteng dapur yang sudah habis berjatuhan diganti dengan terpal pemberian relawan sebagai atap darurat.
Setelah berkeliling, saya kembali ke Posko Anugerah. Disitu sudah menunggu bu Nurul dan beberapa warga yang lain. Kami diminta untuk mengisi buku tamu. Selanjutnya bu Nurul menunjukkan buku catatan penerimaan donasi dari para relawan dan donator. Termasuk juga catatan penyaluran donasi tersebut ke warga masyarakat dusun Sukoanyar.
" Semua bantuan yang kami terima ada catatannya disini pak. Termasuk juga penyalurannya kepada warga kami" terangnya. Dari hanya melihat buku catatan yang rapi ini saya sudah bisa menilai bahwa Posko Anugerah ini dikelola dengan baik oleh warga. Jarang di situasi bencana ada kelompok warga yang bisa membuat posko mandiri dan melakukan pencatatan rapi setiap donasi uang diterima.
Setelah ngobrol dengan mereka, akhirnya kami turunkan bantuan dari mobil. Ada 2 kompor gas untuk kegiatan masak di dapur umum. Beberapa terpal dan juga sembako kami serahkan di posko ini. " Alhamdulillah, terima kasih banyak atas bantuan dan kepeduliannya pada kami pak" ucap bu Nurul mewakili warga lainnya.
Selesai menyalurkan bantuan di tempat ini kami pamit untuk melanjutkan distribusi di tempat lain. Tapi sebelumnya kami juga minta diantar ke posko lain di sekitar desa Wirotaman ini untuk penyaluran donasi kemanusiaan.
Dalam perjalanan di dalam mobil, kami diskusi sebentar dengan team dan memutuskan untuk mencari toko bangunan. Setelah bertemu toko bangunan, akhirnya kami membeli 2 alat dorong arco dan 4 buah sekop. Selanjutnya kami hubungi lagi bu Nurul agar mengirim warga untuk mengambil barang -- barang tersebut.
"Tunggu sebentar ya pak, teman -- teman perjalanan kesana"
" Semoga arco dan sekop tersebut bisa membantu saudara di Wirotaman untuk  membersihan puing -- puing rumah yang roboh" begitu bunyi pesan WA yang aku kirimkan.
"Alhamdulillah, terima kasih banyak pak. Barokallah. Pasti sangat membantu saudara kami bapak." Jawabnya.
" Ya bu, kami sekarang akan melanjutkan perjalan ke Tempursari" tulisku di pesan WA
"Nggih pak, hati -- hati di jalan. Semoga panjenengan semua diberikan kesehatan. Untuk foto penyaluran dan pemanfaatan barang insyaallah nanti saya kirim. Sekali lagi terima kasih banyak atas bantuannya." begitu tulis bu Nurul mengakhiri komunikasi dengan saya hari itu.
Dan hari itu rombongan kami melanjutkan perjalanan ke beberpa titik pengungsian lainnya di wilayah kabupaten Lumajang dan kabupaten Malang. Gempa bumi yang terjadi kali ini menjadi pelengkap derita masyarakat yang masih dalam suasana pandemi covid-19. Mereka yang untuk mencari makan saja masih kesulitan, mendapatkan cobaan lain berupa bencana gempa bumi.
Beruntung masih banyak orang baik yang mau berbagi donasi untuk membantu mereka yang menjadi korban. Begitu pun mereka para relawan yang dengan ikhlas membantu tenaga untuk ikut membersihkan puing -- puing sisa reruntuhan rumah yang roboh. Para relawan kemanusiaan yang membersamai penduduk desa ini menjadi obor penyemangat mereka.
Pandemi bukan menjadi penghalang untuk tetap berbagi demi tugas kemanusiaan. Menolong mereka yang sedang ditimpa musibah sudah menjadi tugas manusia lainnya yang nuraninya masih waras. Kehilangan tempat tinggal dan tiadanya bahan makanan, adalah tantangan nyata yang dihadapi oleh para korban gempa bumi.
Dua hari berikutnya saya menerima pesan WA dari bu Nurul yang mengirimkan foto kegiatan relawan di dapur umum." Alhamdulillah kompor sudah kami manfaatkan. Benar -- benar sangat membantu kami. Dan sangat pas dengan kebutuhan mendesak kami. Terima kasih bapak. Jazakumullah khoirol jaza"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H