Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lemari Kaca Masa Depan

25 April 2024   08:29 Diperbarui: 25 April 2024   08:37 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lemari Kaca (dokpri)

Pada hari kelima kami dikejutkan dengan kondisi Hera yang tiba-tiba melemah pada pagi hari. Ia membisu dan badannya susah digerakkan. Ibu segera memanggil perawat jaga. Aku tidak habis pikir melihat perubahan kondisi Hera seperti itu.

Pada malam hari kelima dirawat di rumah sakit itu Hera menghembuskan napas terakhir di hadapan kami bertiga. Ibu hampir pingsan menghadapi kenyataan itu. Ayah terdiam beberapa saat. Aku segera memanggil perawat jaga untuk penanganan berikutnya.

          Pada saat tubuh Hera dipindahkan, aku melihat ada secarik kertas di ranjang. Bergegas aku ambil kertas itu. Ada tulisan tangan Hera yang aku kenal betul model dan bentuknya.

"Untuk Mas Heru yang ganteng, Hera ucapkan terima kasih atas semua yang telah kakak berikan padaku. Hera sudah mengetahui bahwa penyakit yang Hera derita akan merenggut nyawa. Untuk itu, izinkan Hera memohon agar Mas Heru bersedia menikah dengan Mbak Ayu, demi menjaga hubungan kekeluargaan agar tidak putus. Biarlah cintaku pada mas Bayu terkubur bersama jasadku."

"Satu hal lagi, segala pernak-pernik barang untuk persiapan pernikahan yang tersimpan di lemara kaca rumah kita, Hera ikhlaskan untuk dipergunakan Mbak Ayu."

Air mataku meleleh di pipi. Surat wasiat yang ditulis Hera sangat menyentuh perasaanku. Tidak pernah kubayangkan peristiwa ini akan terjadi. Gemetar tanganku memegang kertas putih itu.

"Kemarin pagi saat Anda dan Ibu Anda menebus obat di apotek, adik Anda meminta secarik kertas dan pinjam pulpen," ucap perawat jaga ketika aku masih memegang kertas putih itu.

===

Setelah jenazah Hera dikuburkan, surat wasiat dari Hera aku perlihatkan kepada orang tua Bayu dan Ayu. Mereka terdiam beberapa saat setelah membaca tulisan tangan Hera. Aku dibuat bingung karena tidak sepatah kata pun mereka ucapkan.

Dari belakang ayah menepuk pundakku. Aku menoleh dan menyandarkan kepala di lengan ayah. Ibu masih terisak-isak. Beberapa kerabat dekat kami hanya memandang dengan perasaan iba.

Aku tidak tahu apakah Ayu akan mau menjadi istriku atau tidak. Satu hal yang menjadi beban pikiranku adalah surat wasiat itu. Aku tidak ingin mengecewakan adikku. Aku ingin Hera tenang di alam sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun