"Sebentar-sebentar. Kita selesaikan satu per satu pokok pembahasan kita. Yang pertama kita sepakati dulu tentang uang mahar yang akan digunakan sebagai modal usaha. Apakah persentase yang tadi dikemukakan Sadewa disetujui?"
"Setuju ..." terdengar keempat adikku berucap hampir bersamaan.
"Bagus," ucapku, "selanjutnya, apakah kita akan datang bersama-sama melamar gadis itu atau diserahkan salah seorang di antara kita?"
Hening sesaat. Persoalan yang ini belum pernah disinggung sebelumnya. Setelah beberapa saat kami bergelut dengan pikiran masing-masing, Permadi angkat bicara.
"Sebaiknya kakak tertua yang menemani saya melamar gadis itu."
"Setuju ..." terdengar keempat adikku berucap hampir bersamaan.
Tiada terasa pisang goreng di meja sudah habis. Singkong rebus masih tersisa dua potong. Aku menuangkan lagi minuman jahe hangat dari teko. Masih tersisa sedikit.
"Terus kapan kita setor uang ke rekening untuk mahar?" tanya Nakula sambil melirik ke arah Permadi.
"Hari ini hari Senin. Mulai besok sudah boleh setor. Rencana melamar hari Rabu lusa!" tutur Permadi dengan nada datar.
Hampir bersamaan Nakula, Sadewa, dan Bima berteriak sambil berdiri.
"Apa ...?"