Aparat polisi yang datang tak lama kemudian, menanyai orang-orang yang berkerumun. Mereka bercerita dengan versi masing-masing. Pak ketua RT yang sempat kulihat segera kupanggil. Aku beri tahu motor kami yang kuparkir. Kunci motor masih menggantung di sana. Aku minta segera diantarkan pulang.
"Baik, mbak. Ada mobil saya tak jauh dari sini. Biar motor mbak Lusi dibawakan pulang anak saya," tutur Pak RT dengan bijak.
Sebelum meninggalkan warung, Pak RT mengingatkan barang-barang apa saja yang akan dibawa pulang. Aku hanya menunjuk rantang dan laci tempat menyimpan uang. Dengan cekatan Pak RT mengambil rantang.
"Isi laci diambil sendiri, ya." ucap Pak RT.
Aku buka laci, uang hasil penjualan es dawet masih ada di sana. Lisa masih menggelayut di pundakku. Ketakutannya belum hilang. Air matanya masih mengalir. Orang-orang yang berkerumun masih menonton kami. Mereka sibuk bercerita.
Pak RT minta jalan untuk lewat. Aparat polisi yang tadi menanyai orang-orang diajak Pak RT ikut mobilnya. Senja makin kelam. Lampu-lampu jalan mulai menyala. Rasa dukaku tak dapat kuungkapkan dengan kata-kata.
Penajam, 18 Maret 2018
(diedit 22 April 2024)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI