Belum sepuluh menit aku meninggalkan Lisa sendirian di warung, perasaanku tidak enak. Ada sesuatu yang entah apa, aku tidak paham. Aku belum sampai di kios tempat jual gula merah, sepeda motor aku hentikan. Ada bisikan lembut yang menyuruhku segera kembali ke warung.
Dengan gerakan reflek, sepeda motor aku jalankan lagi, langsung berbalik arah. Jalanan terlihat makin ramai. Menjelang senja biasa seperti itu. Kulihat antrean mobil untuk naik kapal feri agak panjang. Â Motor kuparkir agak jauh dari warung kami.
Betapa kagetnya aku. Ada dua lelaki bertato duduk di sebelah kiri dan kanan warungku. Masing-masing memegang HP di tangan. Namun, gerak-geriknya penuh kewaspadaan. Seolah-olah mereka sedang berjaga-jaga. Angkringan es dawet sudah ditutup sembarangan dengan kain. Aku yakin bukan Lisa yang menutup angkringan seperti itu. Lisa sangat rapi kalau menutupi angkringan.
Aku tidak melihat Lisa berada di luar dekat angkringan. Pikiranku berkecamuk. Di mana Lisa? Mungkinkah Lisa sudah pulang? Atau ada temannya yang menjemput untuk mengerjakan PR? Tak sabar aku segera berjalan menuju warung. Dengan suara lantang, aku bertanya kepada dua lelaki bertato itu.
"Mana, Lisa, adikku?"
Kedatanganku mengagetkan kedua lelaki bertato itu. Mereka berdiri dan berusaha menangkap lenganku. Namun, aku segera menghindar sambil berteriak.
"Tolong ... tolong ... tolong!"
Beberapa orang yang sedang lewat dan para pengemudi mobil yang kendaraannya terparkir segera mendatangiku. Mereka pasti ingin tahu apa yang sedang terjadi. Tiba-tiba dari dalam warung, aku melihat gorden tersibak. Seorang lelaki lain keluar langsung loncat ke arah belakang.
Ketiga lelaki itu, semuanya dapat meloloskan diri dari kepungan massa. Aku segera berlari menuju lincak di dalam warung. Betapa kagetnya aku. Di atas lincak, mulut Lisa ditutup dengan lakban hitam. Kedua tangannya diikat di belakang.
Orang-orang yang ikut masuk segera memberikan pertolongan. Pelan-pelan lakban yang menutupi mulut Lisa dibuka. Tali yang mengikat kedua tangan Lisa juga dilepas. Beberapa orang yang berkerumun banyak yang bergumam, mengungkapkan rasa kasihan, mengumpat kepada para pelaku, dan komentar lain yang berseliweran di telingaku.
Lisa segera aku peluk erat-erat untuk menunjukkan perlindungan. Pakaiannya masih lengkap. Tidak ada bagian tubuhnya yang luka. Dengan sesenggukan Lisa meluapkan perasaan sedihnya. Aku pun ikut menangis.