Fluktuasi kurs Bitcoin tersebut erat berhubungan dengan kebijakan ekonomi dunia termasuk regulasi sebuah negara, persepsi harapan dan kekhawatiran (kepanikan) pemilik Bitcoin dan jumlah permintaan dan penawaran Bitcoin di dalam pasar.
Ketika permintaan bitcoin bertumbuh dapat menggenjot kenaikan harga dan ketika permintaan lesu harga pun melemah. Bitcoin yang beredar jumlahnya terbatas dan bitcoin baru dibuat dengan tingkat yang dapat diprediksi dengan tren menurun, sehingga dengan demikian permintaan harus mengikuti besaran inflasi untuk menjaga harga tetap stabil.
Bitcoin pernah dinobatkan sebagai currency of the year, kemudian dinobatkan sebagai best investment of the year. [Tapi] pernah juga dinobatkan sebagai the worst currency atau mata uang terburuk di dunia ketika harganya jatuh.
Namun demikian, banyak yang pesimis Bitcoin akan mampu menggeser mata uang konvensional baik ditingkat lokal dan global. Alasannya Bitcoin punya masalah karena tidak memiliki underline dan tidak terpusat. Selain itu, Bitcoin juga tidak memiliki mekanisme deposit dan kredit seperti mata uang yang lain.
Poltak Hotradero, Kepala Divisi Riset Bursa Efek Indonesia mengatakan, penggunaan dan status Bitcoin memang hanya sebagai mata uang alternatif saja yang dimanfaatkan oleh sekelompok masyarakat. Dari segi fungsi, bitcoin dinilai hanya dapat memenuhi sebagian kecil fungsi mata uang yaitu sebagai alat pembayaran.
“Jadi saya tidak bilang bahwa Bitcoin itu hanya untuk kaum hobbies, tetapi penggunaan dan statusnya sebagai mata uang alternatif hanya terus akan menjadi alternatif. Karena Bitcoin sampai saat ini bentuknya hanya sebagai sebuah pembayaran saja untuk memenuhi sebagian fungsi dari sejumlah fungsi semua mata uang,” katanya.
Poltak menambahkan pemanfaatan Bitcoin yang tidak membutuhkan lembaga perbankan juga dinilai tidak akan mampu menggeser fungsi perbankan, sebab nilai tukarnya yang sangat fluktuatif. “Meskipun dari sisi transfer murah tetapi risiko nilai tukarnya sangat tinggi. Sehingga Saya tidak melihat bahwa Bitcoin bisa menggantikan fungsi mata uang secara mainstream,” kata Poltak.
Untuk itu, ia menilai Bank Indonesia belum perlu mengeluarkan kebijakan khusus terkait mata uang digital ini. Kalau dalam hal ini BI bereaksi dan over reaktif, justru akan mengundang minat yang lebih besar lagi dari masyarakat.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Legal dan ASEAN KADIN, Bernardino Moningka Vega menilai mata uang digital sangat terkait dengan transaksi e- commerce, sehingga lebih urgen untuk mengatur sistem transaksi elektronik itu terlebih dahulu. Seiring meningkatnya transaksi e-commerce di tanah air, sudah selayaknya pemerintah mengatur sistem dan mendata semua transaksi melalui internet.
Menurutnya perlu dibuat sebuah format akuntansi yang memadukan data semua transaksi lewat internet sebagaimana platform transaksi elektronik yang sudah diterapkan di Amerika Serikat, sehingga potensi ekonominya dapat dioptimalkan.
Dia mengatakan sistem mata uang digital Bitcoin sulit untuk menjadi mata uang masa depan, karena kepercayaan dan penerimaan terhadap mata uang konvensional masih begitu besar. Di level regional ASEAN, Rupiah, Ringgit maupun Dollar Singapura masih menjadi mata uang dominan yang digunakan oleh khalayak luas.