Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Benarkah Strict Parents Membentuk Mental Anak

8 Juni 2024   14:12 Diperbarui: 8 Juni 2024   14:16 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://parentinghub.co.za/advice-column/parenting/10-parenting-resolutions-for-the-new-year/

4. Mudah terjadi Konflik

Anak tidak dapat mengekspresikan diri dengan terbuka. Hal tersebut menyebabkan mudahnya terjadi konflik. Anak mudah memberontak. Anak merasa tidak mendapat keadilan dari perlakuan orang tua, sehingga mudah menyebabkan konflik dengan orang lain saat berada di luar pengawasan orang tua. Melampiaskannya terhadap orang lain, apalagi yang menurut dia kemampuannya berada di bawahnya.

5. Tidak Bisa Berekspresi

Jelas akan terlihat, anak tidak mudah mengekspresikan dirinya. Pada saat sedang merasakan hal yang seharusnya bisa diungkapkan dengan kata-kata, sikap, atau apapun itu. Tidak bisa diekspreksikan dengan baik. Dia akan cenderung menyimpannya sendiri. Hal inilah yang akan menyebabkan anak menjadi depresi karena beratnya tekanan batin.

Strict parents dengan menerapkan pola asuh yang ketat, nyatanya tak seperti yang ada dalam bayangan orang tua. Malah menyebabkan anak menjadi tertekan dan depresi. Tidak mampu mengekspresikan diri. Selain itu memudahkan terjadinya konflik. Anak-anak zaman sekarang sering menyebutnya sebagai orang tua yang menerapkan 'didikan VOC' karena saking kerasnya. Untuk itu pola asuh yang humanis yang perlu diterapkan.

Orang tua memang perlu memberikan batasan. Agar anak memahami arti pentingnya disiplin dan tanggung jawab. Namun batasan tersebut dilakukan dengan cara berdialog. Melibatkan anak dalam memulai dan melaksanakannya. Sehigga yang muncul adalah kesepatakan-kesepatakan. Jika ada konsekuensi dalam perjalannya, sudah dipahami Bersama.

Agar anak dapat mengekspresikan perasaan, orang tua perlu meluangkan waktu untuk anak. Mendengarkan setiap keluh kesah dan ceritanya. Memberikan simpati dan empatinya kepada mereka. Selain dapat mendekatkan orang tua dan anak, hal tersebut juga dapat memerkecil tingkat stress dan depresi anak.

Pastinya, orang tua harus memberikan contoh kepada anak. Sebab seribu nasihat tak akan berarti tanpa contoh yang pasti. Buah akan jatuh tak jauh dari pohonnya. Contoh yang baik dari orang tuanya akan menyebabkan buah jatuh sepohon-pohonnya, meminjam istilah Gen Z. Tentunya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang tanpa 'tapi'. [UAW]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun