Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[Fiksi Horor dan Misteri] Sandaran Hati

29 September 2016   10:14 Diperbarui: 29 September 2016   17:39 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“I...iya, ada apa?” Geragapan aku menjawab sapaannya. Vina tersenyum, meskipun bengal, anak ini perhatiannya luar biasa. Setiap kali bel istirahat berbunyi dia tidak pergi ke kantin seperti teman-temannya. Dia pasti akan lebih suka berbincang-bincang denganku. Bicara ini itu. Kadang-kadang kami tidak berjarak, layaknya sahabat saja. Tidak memandang aku sebagai apa dan dia sebagai apaku. Membagi bekalnya juga cerita-cerita gokilnya.

“Ibu itu kalau melamun tambah cantik!” godanya. Selama ini hanya dia yang bisa membuatku tersenyum. Sejak tragedi pertunanganku yang tragis. Ah... lelakiku.

“Aih..., bisa saja kamu, Vin.”

“Benar kok, Bu.” Desaknya.

***

Cuaca hari ini tidak terlalu cerah, namun sejuk. Membuat rasa kantuk nyaman sekali berumah di mataku. Walau di dalam kelas, aku bertahan dengan mata yang tinggal lima watt. Seperti biasa, pelajaran berjalan lancar. Pelajaran di ruang praktik seperti ini selalu kondusif. Anak-anak sudah terbiasa dengan aturan dan SOP. Aku tinggal mengarahkan sedikit saja.

Alat penyejuk juga kipas angin membuat ruang praktik semakin syahdu. Bulu lenganku merinding berkali-kali. Ah... dingin sekali. Ini pasti karena aku sedang masuk angin, gumamku.

“Ibu sakit, kan,” tiba-tiba Vina berdiri di sampingku.

“Kamu, itu, bikin kaget saja!” dadaku turun naik. Rasanya mau terbang sendiri jantung ini. Sorot mata Vina begitu lembut. Ada sorot yang tak asing di mataku. Tapi sorot mata siapa, di mana aku pernah menemukannya. Setiap kali kuingat, semakin menguat, tapi semakin aku tak mengerti. Semakin kutegaskan pandang matanya, semakin indah saja.

“Kamu! Jangan jahil!” Tiba-tiba seorang anak di ujung sebelah kanan ruangan, dekat kamar mandi, teriak-teriak.

“Ada apa?” bergegas aku menuju arah keributan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun