“Itu, Bu, Vina jahil. Saya tadi itu sedang membereskan alat-alat yang dipakai malah dia menggelitiki saya. Saya, kan geli, Bu. Saya nggak kuat. Dia itu suka begitu, bu. Bukannya membantu teman-teman, malah suka iseng. Jahil sama teman-teman.” Terang Rio sambil bersungut-sungut di sebelah Vina.
“Oh, ya, ya. Vina, ayo bantu teman-temanmu. Jangan jahil!” perintahku. Meskipun aku sendiri bingung. Sejurus kemudian kubalikkan badan.
V I N A
Berulang kali kupandangi kursiku, Rio, Vina, dan kursi lagi. Maksudnya apa ini? Kenapa aku ngeblank begini, sih? Ah, efek nggak tidur semalam membuat konsentrasiku buy ar.
“Sudah, ayo selesaikan, lalu kita berkemas.” Anak-anak bergegas.
***
Hujan tiba-tiba deras mengguyur. Udara yang tadinya sejuk berubah menjadi dingin. Apalagi ruangan sebesar ini hanya tinggal aku sendiri.
“Anak-anak, ni...!” sembari kubereskan beberapa alat yang belum dimasukkan dalam box, dalam almari.
Blaaarr!
Aku terkesiap. Perasaan tadi pintu kamar mandi sudah ditutup sama anak-anak. Kenapa terbuka dengan keras dan mengenai tembok. Hingga terbanting, menimbulkan suara yang sangat keras. Bulu kudukku meremang. Berjalan pelan aku menuju arah kamar mandi. Kulongokkan kepalaku. Takutnya ada siswa tertinggal di sana.
Nihil.