Telah banyak dibahas para ahli, bahwa sebenarnya berjemur itu tidak dapat membunuh virus corona atau lebih tepatnya covid-19, karena covid-19 adalah virus bukan bakteri yang dapat mati oleh radiasi ultraviolet (UV) yang ada pada radiasi matahari. Manfaat berjemur adalah untuk mendapatkan radiasi UV sebagai pembentuk vitamin D dalam tubuh. Menurut Jurnal Nutrients, Vitamin D bermanfaat untuk kesehatan tulang, mencegah kanker, mencegah penyakit autoimun, hipertensi dan influensa. Dengan tercukupi kebutuhan Vitamin D, maka kesehatan tubuhmeningkat sehingga mampu menangkal virus covid-19.
Di sisi lain, radiasi UV termasuk radiasi mutagenik, yaitu radiasi yang dapat menyebabkan mutasi genetik. Mutasi genetik dapat terjadi oleh radiasi eletromagnet berenergi tinggi yang dicirikan dengan panjang gelombang yang pendek, yang mampu mengeksitasi elektron dalam molekul DNA. DNA yang telah tereksitasi akan mengalimi kerusakan yang dapat menyebakan kematian sel ataupun mutasi genetik.
Dampak  kerusakan DNA dapat menyebabkan mutasi genetik atau kematian terjadi pada mikroorganisme, sedangkan pada manusia dapat menyebabkan penyakit kanker. Oleh karena itu paparan radiasi UV dalam radiasi matahari dengan dosis tinggi berisiko menyebabkan luka bakar, kanker kulit. Dampak negatif lain dari radiasi ultraviolet adalah katarak.
Matahari dapat dipandang sebagai reaktor nuklir raksasa dengan reaksi fusinya. Dampak dari reaksi itu dipacarkan radiasi elektromagnet dengan spektrum panjang gelombang dari sinar gamma (g), sinar X, UV, cahaya tampak, infra red (IR) sampai gelombang panjang. Urutan tersebut dimulai dari panjang gelombang terpendek ke panjang atau dari energi besar ke kecil. Dari semua panjang gelombang, cahaya tampak yang tersusun dari warna ungu sampai merah mendominasi spektrum radiasi matahari. Selain radiasi elektromagnet, matahari juga melontarkan partikel bermuatan listrik yang disebut angin surya.
Aktivitas matahari tidak sama sepanjang waktu, tetapi mengalami siklus perubahan. Salah satu siklus yang paling berdampak adalah siklus sebelas tahunan. Dalam waktu sekitar sebelas tahun matahari mengalami satu fase aktif dan tenang. Pada saat matahari aktif  banyak dilontarkan angin surya dan radiasi berenergi tinggi.
Ada hal yang perlu diingat bahwa alam diciptakan dengan sempurna, termasuk dalam sistem tata surya. Bumi telah dilindungi oleh lapisan magnetosfer, yaitu lapisan medan magnet bumi. Â Angin surya yang berupa partikel bermuatan listrik dengan kecepatan gerak yang sangat tinggi ketika sampai pada lapisan magnetosfer, maka lapisan magnetosfer mengalirkan angin surya ke arah kutub. Di daerah kutub angin surya mengeksitasi molekul-molekul gas sehingga berpendar menghasilkan pemandangan langit malam dengan warna-warni indah yang dinamakan aurora. Aurora borealis di kutub utara dan aurora australis di kutub selatan.
Matahari juga memancarkan radiasi mutagenik, yaitu sinar gamma dan sinar X. Sedangkan sinar UV dibagi dalam dalam empat kelompok, yaitu ultraviolet ektrim (UV-E), ultraviolet C (UV-C), ultraviolet B (UV-B), dan ultraviolet A (UV-A). UV-E dan UV-C termasuk radiasi mutagen dan radiasi UV-A bukan radiasi mutagenik hanya mempercepat proses penuaan kulit, sedangkan radiasi UV-B tergantung dosis paparan dan jenis kulit.
Atmosfer Bumi pun melindung makhluk hidup dipermukaan Bumi dari keganasan radiasi yang berbahaya. Radiasi gamma dipancarkan matahari sebagain besar telah terserap oleh plasma matahari, hanya sebagian kecil yang lolos sampai ke atmosfer Bumi. Radiasi gamma bersama dengan sinar X dan UV-E tidak mencapai pe permukaan Bumi karena terserap molekul nitrogen dan oksigen dan selanjutnya molekul gas tersebut terionisasi dan membentuk lapisan ionosfer yang bermanfaat untuk komunikasi radio.
Gas oksigen pada lapisan stratosfer menggunakan energi radaisi UV-C untuk fotolisis membentuk molekul ozon, dan selanjutnya radiasi UV-B menguraikan molekul ozon yang telah terbentuk. Proses pembentukan dan peruraian ozon berlangsung terus menerus secara seimbang sehingga membentuk lapisan ozon dengan jumlah yang konstan. Karena jumlah foton radiasi UV-B lebih banyak dari pada UV-C, maka ada sebagian kecil radiasi UV-B ada yang lolos sampai ke permukaan bumi. Jika di stratosfer ada bahan perusak ozon seperti CFC, maka intensitas radiasi UV-B yang lolos sampai ke permukaan bumi semakin banyak.
Dengan perlindungan atmosfer tersebut, maka radiasi yang sampai ke permukaan bumi adalah sebagian kecil radiasi UV-B, radiasi UV-A, cahaya tampak, IR, dan gelombang panjang. Selain radiasi UV-B, radiasi matahari yang sampai ke permukaan Bumi aman bagi kehidupan. Cahaya tampak merupakan radiasi yang masuk dalam katagori photosynthesis active radiation (PAR), yaitu spektrum radiasi yang cocok untuk berlangsungnya proses fotosintesis yang menjadi sumber energi bagi kehidupan di Bumi. Selain itu cahaya tampak menghasilkan pemandangan dengan warna yang sempurna di permukaan Bumi.
Sebagian kecil radiasi UV-B yang sampai ke permukaan Bumi dapat dikatakan sebagai transisi antara radiasi matahari yang aman dan berbahaya. Kondisinya yang demikian itu karena radiasi UV-B selain dibutuhkan untuk pembentukan vitamin D dalam tubuh melalui paparan pada kulit, radiasi UV-B juga ada potensi menyebabkan luka bakar, munculnya frackles di wajah, bahkan juga kanker kulit dan katarak mata. Dampak bahaya radiasi ultraviolet tergantung dosis tingkat bahaya radiasi ultra violet dan lama paparan, dan hal penting juga tergantung pada jenis kulit.
Tingkat bahaya radiasi ultraviolet terkait dengan bahaya terhadap kesehatan dinyatakan dengan indeks ultraviolet (IUV). Indeks ultraviolet dikatakan rendah jika nilainya kurang dari 2 (simbul warna hijau), menengah jika nilainya antara 3 sampai 5 (kuning), tinggi jika nilainya 6 sampai 7 (orange), Â sangat tinggi jika nilai 8 sampai 10 (merah), dan ekstrim jika nilainya di atas 11 (ungu).
Indeks ultraviolet diperhitungkan berdasarkan intensitas radiasi ultraviolet baik UV-B maupun UV-A yang sampai ke permukaan Bumi, dengan bobot sesuai dengan tingkat bahayanya yaitu radiasi dengan panjang gelombang pendek memiliki bobot lebih tinggi. Pada prinsipnya semakin tinggi intensitas radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi, semakin tinggi pula IUV. Dengan semakin besar lubang ozon yang berarti semakin banyak radiasi UV-B yang sampai lolos ke permukaan Bumi, maka IUV juga semakin besar.
Intensitas radiasi matahari yang sampai ke Bumi bersiklus secara tahunan dan harian. Siklus tahunan pertama disebabkan jarak Bumi Matahari yang mengalami perubahan dari jarak terdekat yang terjadi sekitar tanggal 4 Januari sampai jarak terjauh sekitar tanggal 5 Juli. Ada perbedaan sekitar 5 % radiasi total yang sampai ke Bumi pada kedua posisi tersebut.
Siklus yang kedua karena Bumi yang berputar pada porosnya membentuk sudut 23,45 terhadap bidang ekleptika yang menyebabkan seolah Matahari berputar mengelilingi Bumi bergeser dari garis balik utara (23.45 LU) sampai garis balik selatan (23,45 LS). Ketika Matahari berada belahan Bumi utara dan puncaknya pada garis balik utara yang terjadi pada tanggal 21 Juni, bertepatan dengan musim panas di belahan Bumi utara maka belahan Bumi utara menerima radiasi matari lebih banyak.
Hal sebaliknya terjadi pada tanggal 21 Desember Matahari berada di garis balik selatan bertepatan dengan Bumi utara mengalami musim dingin. Ketika matahari di atas khatulistiwa, yaitu tanggal 22 Maret dan 21 September, maka semua belahan Bumi menerima radias yang sama. Indonesia yang berada di sekitar katulistiwa, sepanjang tahun tidak mengalami perbedaan intensitas radiasi yang besar sebagaimana di daerah dekat kutub, hanya pada bulan Januari akan lebih tinggi dari pada Bulan Juli karena faktor jarak Bumi Matahari.
Bulan Januari, ketika jarak Bumi dan Matahari terdekat (perihelion) bertepatan dengan musim hujan yang mana kondisi langit sering berawan. Awan mampu mereduksi IUV pada dari level ekstrem menjadi level rendah yang aman. Sedangkan pada musim kemarau ketika langit relatif cerah tidak berawan bertepatan dengan posisi Bumi Matahari terjauh (aphelion) dan Matahari berada pada garis balik utara sedangkan Indonesia banyak di wilayah belahan Bumi selatan, sehingga IUV pun tidak sampai level ekstrim.Â
Rotasi bumi yang menampakan gerak semu Matahari mengelilingi Bumi menyebabkan intensitas radiasi pada suatu tempat di Bumi mengalami siklus harian. Radiasi matahari mulai menyinari Bumi pada pagi hari dan kemudian semakin meningkat sampai titik maksimumnya dan kembali menurun dan menghilang pada senja hari. Sinar Matahari mengalami intensitas maksimum pada tengah hari yang disebut jam 12.00 waktu matahari.
Waktu matahari berbeda dengan waktu setempat (WIB, WITA, WIT, UTC, dll). Waktu matahari didasarkan pada posisi Matahari dilihat dari Bumi. Perbedaan waktu matahari dua lokasi ditentukan oleh perbedaan derajat bujur keduanya, yang mana setiap pebedaan satu derajat  memiliki perbedaan waktu 4 menit. Waktu lokal seluruh belahan Bumi dibagi dalam 24 jam secara kewilayahan dengan mempertimbangkan posisi matahari dan mengacu pada waktu internasional (UTC).
Sebagai contoh antara Banyuwangi pada posisi 114,3 BT sebagai ujung timur wilayah WIB dan Sabang pada posisi 95,3 BT sebagai ujung barat wilayah WIB. Kedua kota memiliki waktu setempat yang sama, tetapi dalam waktu matahari Banyuwangi lebih dulu 76 menit dari Sabang. Sebaliknya antara Banjarmasin (Kalimantan Timur) yang terletak sekitar 114,5 BT masuk dalam WITA, sedangkan dengan daerah Benangin Kalimantan Tengah pada posisi bujur 115,3 BT masuk dalam WIB. Dalam waktu setempat Banjarmasin lebih dulu satu jam, tetapi dalam waktu matahari Benangin lebih dulu 3 menit.
Antara waktu matahari dan waktu setempat ada koreksi karena perbedaan posisi derajat bujur suatu lokasi dengan bujur standar waktu (bujur standar waktu: 0, 15, 30, 45, ..., 345) dan koreksi waktu yang nilanya tergantung pada waktu dalam tanggal julian day (1 januari =1, 2 januari = 2, 1 Februari = 32, dst). Waktu matahari tidak lazim dalam masyarakat sejak masyarakat menggunakan jam sebagai penunjuk waktu bukan lagi menggunakan posisi Matahari atau panjang bayangan.
Sebagai acuan yang mudah, waktu dhuhur adalah ketika matahari ketikatergelincir dari titik kulminasi sehingga dapat dikatakan masuknya waktu dhuhur adalah posisi matahari tertinggi. Bisa dilihat pada jadwal sholat daerah masing-masing, ketika memasuki waktu dhuhur itulah intensitas radiasi matahari tertinggi.
Selang waktu yang sama sebelum memasuki waktu dhuhur dan setelahnya, intensitas radiasinya sama. Setengah jam setelah memasuki waktu dhuhur dan setengah jam setelahnya intenstas radiasi sama, satu jam sebelum dan sesudahnya juga sama, dan sebagainya. Itu semua dengan catatan kondisi langit cerah tidak berawan.
Dosis berjemur dengan mempertimbangkan IUV dan lama paparan. Jadi sebenarnya berjemur kapan pun bisa, baik pagi siang maupun sore hari. Hanya saja kalau siang hari waktunya lebih pendek dari pada pagi ataupun sore hari. Waktu langit berawan membutuhkan waktu lebih lama dari pada langit cerah.
Respon kulit manusia tidak sama dalam menerima paparan radiasi UV-B dari matahari. Berdasarkan skala Fitzpatrick, ada 6 tipe kulit manusia terkait dengan warna kulit dan responnya dalam menerima paparan UV-B. Warna kulit juga dicirikan dengan warna rambut dan warna mata. Enam skala Fitzpatrick dicirikan sebagai berikut:
Tipe I: Warna kulit putih gading dengan rambut pirang terang atau coklat keemasan dan mata berwarna hijau muda, biru muda, atau abu muda. Pigmen kulitnya hanya mengandung feomelanin. Jika kena radiasi Matahari maka akan kulitnya memerah bukan menghitam atau gelap, mudah terbakar, mudah muncul freckles, dan berisiko tinggi kanker kulit.
Tipe II: Warna kulit putih pucat dengan rambut pirang dan warna mata biru, abu atau hijau. Pigmen kulitnya dominan feomelanin dan sedikit eumelanin. Respon terhadap radiasi Matahari seperti tipe 1, tetapi sedikit lebih ringan.
Tipe III: Warna kulit putih kekuningan, dengan rambut coklat terang atau pirang gelap, dan mata coklat muda sampai merah kecoklatan. Eumelanin sudah cukup banyak tetapi feomelanin masih lebih banyak dalam pigmen kulitnya. Respon terhadap sinar Matahari kadang kemerahan, kadang menghitam atau gelap, dan kadang muncul freckles. Resiko luka bakar maupun kanker kulit sudah rendah.
Tipe IV: Warna kulit sawo matang atau kuning langsat, dengan warna rambut dan mata coklat tua. Pigmen kulitnya lebih banyak eumelanin dari feomelanin. Jarang terdapat kasus  paparan radiasi Matahari menyebabkan kulit memerah ataupun luka bakar, jarang ditemui kemunculan frackles, tetapi kulit menjadi lebih gelap atau hitam. Resiko terkena kanker kulit sangat rendah
Tipe V: Warna kulit coklat kehitaman, dengan rambut dan mata juga coklat tua. Pigmen kulitnya sudah dominan eumelanin dari pada feomelanin. Ketika terpapar Matahari kulit akan semakin gelap menghitam, hampir tidak pernah mengalami luka bakar ataupun memerah serta tidak muncul frackles. Resiko kanker kulit karena terbakar Matahari hampir tidak ada.
Tipe VI: warna kulit hitam, rambut dan matapun juga hitam. Pigmen kulitnya hanya eumelanin, ketika terpapar matahari tidak muncul freckles maupun luka bakar, dan dapat dikatakan tidak ada resiko terkena kanker kulit akibat paparan radiasi Matahari.
Jadi untuk melihat sensitivitas kulit terhadap paparan radiasi Matahri dapat dilihat bagaimana kemunculan awal. Jika memerah, maka kulit kita sensitif terhadap radiasi Matahari. Jangan berjemur dalam waktu yang lama dalam kondisi IUV sangat tinggi apalagi ekstrim, konsultasi ke dokter agar tidak muncul luka bakar, freckles, dan resiko kanker kulit. Jika kulit kita terpapar matahari menghitam, maka kulit kita aman terhadap paparan radiasi matahari.
Berdasarkan skala Fitzpatrick tersebut, sebagian besar masyarakat Indonesia masuk dalam tipe 4, yang berarti memiliki risiko sangat kecil kulit mengalami luka bakar sampai kanker kulit karena berjemur. Selain itu, budaya berjemur masyarakat Indonesia masih berbusana lengkap, bukan seperti masyarakat barat yang berjemur tanpa busana. Hanya sebagian kecil kulit tubuh yang terpapar langsung oleh Matahari, busana dan penutup kepala telah mereduksi sinar Matahari yang sampai ke kulit. Penggunaan sunblock dan kacamata hitam juga lebih menjamin aman ketika berada dalam paparan sinar matahari. Awan pun sering menjadi payung mengurangi radiasi matahari termasuk IUV.
Masyarakat Indonesia tidak perlu takut berjemur. Bisa dilihat para petani yang kerja di ladang terbuka, pegawai proyek konstruksi yang bekerja di luar ruangan dalam kondisi terpapar terik Matahari, dan banyak lagi profesi lain yang bekerja di luar ruangan dalam terik Matahari, mereka tidak ada masalah dengan ancaman luka bakar ataupun kanker kulit. Bahkan badan dan tulang mereka kuat, hanya saja kulit mereka menghitam sebagai tanda respon bahwa kulit mereka tidak sensitif terhadap radiasi matahari.
Berjemur dengan bijak, dengan mempertimbangkan kondisi IUV (pagi, siang, sore, berawan, cerah), lama waktu berjemur, dan jenis kulit, maka Vitamin D akan terbentuk dalam tubuh, bukan hanya covid-19 yang dapat ditangkal tetapi juga penyakit lain, tanpa harus berisiko mengalami luka bakar, munculnya frackles, apalagi kanker kulit dan katarak mata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H