Tingkat bahaya radiasi ultraviolet terkait dengan bahaya terhadap kesehatan dinyatakan dengan indeks ultraviolet (IUV). Indeks ultraviolet dikatakan rendah jika nilainya kurang dari 2 (simbul warna hijau), menengah jika nilainya antara 3 sampai 5 (kuning), tinggi jika nilainya 6 sampai 7 (orange), Â sangat tinggi jika nilai 8 sampai 10 (merah), dan ekstrim jika nilainya di atas 11 (ungu).
Indeks ultraviolet diperhitungkan berdasarkan intensitas radiasi ultraviolet baik UV-B maupun UV-A yang sampai ke permukaan Bumi, dengan bobot sesuai dengan tingkat bahayanya yaitu radiasi dengan panjang gelombang pendek memiliki bobot lebih tinggi. Pada prinsipnya semakin tinggi intensitas radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi, semakin tinggi pula IUV. Dengan semakin besar lubang ozon yang berarti semakin banyak radiasi UV-B yang sampai lolos ke permukaan Bumi, maka IUV juga semakin besar.
Intensitas radiasi matahari yang sampai ke Bumi bersiklus secara tahunan dan harian. Siklus tahunan pertama disebabkan jarak Bumi Matahari yang mengalami perubahan dari jarak terdekat yang terjadi sekitar tanggal 4 Januari sampai jarak terjauh sekitar tanggal 5 Juli. Ada perbedaan sekitar 5 % radiasi total yang sampai ke Bumi pada kedua posisi tersebut.
Siklus yang kedua karena Bumi yang berputar pada porosnya membentuk sudut 23,45 terhadap bidang ekleptika yang menyebabkan seolah Matahari berputar mengelilingi Bumi bergeser dari garis balik utara (23.45 LU) sampai garis balik selatan (23,45 LS). Ketika Matahari berada belahan Bumi utara dan puncaknya pada garis balik utara yang terjadi pada tanggal 21 Juni, bertepatan dengan musim panas di belahan Bumi utara maka belahan Bumi utara menerima radiasi matari lebih banyak.
Hal sebaliknya terjadi pada tanggal 21 Desember Matahari berada di garis balik selatan bertepatan dengan Bumi utara mengalami musim dingin. Ketika matahari di atas khatulistiwa, yaitu tanggal 22 Maret dan 21 September, maka semua belahan Bumi menerima radias yang sama. Indonesia yang berada di sekitar katulistiwa, sepanjang tahun tidak mengalami perbedaan intensitas radiasi yang besar sebagaimana di daerah dekat kutub, hanya pada bulan Januari akan lebih tinggi dari pada Bulan Juli karena faktor jarak Bumi Matahari.
Bulan Januari, ketika jarak Bumi dan Matahari terdekat (perihelion) bertepatan dengan musim hujan yang mana kondisi langit sering berawan. Awan mampu mereduksi IUV pada dari level ekstrem menjadi level rendah yang aman. Sedangkan pada musim kemarau ketika langit relatif cerah tidak berawan bertepatan dengan posisi Bumi Matahari terjauh (aphelion) dan Matahari berada pada garis balik utara sedangkan Indonesia banyak di wilayah belahan Bumi selatan, sehingga IUV pun tidak sampai level ekstrim.Â
Waktu matahari berbeda dengan waktu setempat (WIB, WITA, WIT, UTC, dll). Waktu matahari didasarkan pada posisi Matahari dilihat dari Bumi. Perbedaan waktu matahari dua lokasi ditentukan oleh perbedaan derajat bujur keduanya, yang mana setiap pebedaan satu derajat  memiliki perbedaan waktu 4 menit. Waktu lokal seluruh belahan Bumi dibagi dalam 24 jam secara kewilayahan dengan mempertimbangkan posisi matahari dan mengacu pada waktu internasional (UTC).
Sebagai contoh antara Banyuwangi pada posisi 114,3 BT sebagai ujung timur wilayah WIB dan Sabang pada posisi 95,3 BT sebagai ujung barat wilayah WIB. Kedua kota memiliki waktu setempat yang sama, tetapi dalam waktu matahari Banyuwangi lebih dulu 76 menit dari Sabang. Sebaliknya antara Banjarmasin (Kalimantan Timur) yang terletak sekitar 114,5 BT masuk dalam WITA, sedangkan dengan daerah Benangin Kalimantan Tengah pada posisi bujur 115,3 BT masuk dalam WIB. Dalam waktu setempat Banjarmasin lebih dulu satu jam, tetapi dalam waktu matahari Benangin lebih dulu 3 menit.
Antara waktu matahari dan waktu setempat ada koreksi karena perbedaan posisi derajat bujur suatu lokasi dengan bujur standar waktu (bujur standar waktu: 0, 15, 30, 45, ..., 345) dan koreksi waktu yang nilanya tergantung pada waktu dalam tanggal julian day (1 januari =1, 2 januari = 2, 1 Februari = 32, dst). Waktu matahari tidak lazim dalam masyarakat sejak masyarakat menggunakan jam sebagai penunjuk waktu bukan lagi menggunakan posisi Matahari atau panjang bayangan.
Sebagai acuan yang mudah, waktu dhuhur adalah ketika matahari ketikatergelincir dari titik kulminasi sehingga dapat dikatakan masuknya waktu dhuhur adalah posisi matahari tertinggi. Bisa dilihat pada jadwal sholat daerah masing-masing, ketika memasuki waktu dhuhur itulah intensitas radiasi matahari tertinggi.