Mohon tunggu...
Sultan Saiful
Sultan Saiful Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

Pendidikan UNIVERSITY, LOVED TO TRAVEL AND READ SOME BOOKS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tinjauan Sosiologi Karya Leo Tolstoy Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Akan Datang

28 Juni 2019   22:07 Diperbarui: 7 Juli 2019   23:55 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merasa bahwa keputusasaan ini tak wajar baginya, Tolstoy mencoba mencari penjelasan atas permasalahan ini di semua cabang ilmu pengetahuan. Lama ia mencari, dirasakan sakit olehnya. Bukan karena ia bosan, namun karena ia tak bisa menemukan jawaban yang diinginkan.

Tak menemukan penjelasan dalam sains, Tolstoy mulai mencari penjelasan dari kehidupan orang-orang di sekitarnya. Ia mulai mengamati bagaimana mereka hidup dan bagaimana sikap mereka dalam menghadapi persoalan hidup yang sedang dialami Tolstoy saat ini. Dari orang-orang di sekitarnya, yang memiliki kesamaan dalam sikap terkait pendidikan dan cara hidup, Tolstoy menemukan empat jalan keluar.

Jalan pertama ialah jalan yang tak memahami bahwa hidup adalah sebuah kemalangan, tak berguna, dan sia-sia. Jalan kedua adalah memanfaatkan hidup sebagaimana adanya tanpa memikirkan masa nanti. Jalan kedua ini sudah tentu tak bisa diambil oleh Tolstoy, karena sebagaimana cerita si pengembara, Tolstoy sudah terlanjur melihat naga di dasar sumur yang siap menelannya. 

Berlawanan dengan jalan pertama, jalan ketiga memahami bahwa kehidupan adalah kemalangan dan sia-sia, oleh karena itu jalan ketiga ialah mengakhiri kehidupan dengan membunuh diri. Tolstoy bisa memahami jalan ini, namun tetap saja ia tidak melakukan bunuh diri. Jalan keempat ialah menyadari bahwa hidup memang sebuah lelucon bodoh yang dimainkan atas diri manusia, namun tetap menjalani hidup sebagaimana biasanya. Tolstoy merasa jijik dan tersiksa atas jalan keempat ini, namun kenyataannya, keadaannya saat ini adalah demikian.

Kemudian Tolstoy sadar, bahwa ia dan ratusan orang yang sama dengannya bukanlah umat manusia secara keseluruhan. Hal itu menunjukkan bahwa ia belum tahu kehidupan seluruh umat manusia. Mulanya ia berpikir bahwa lingkungan orang-orang kaya terpelajar yang kerap hidup bersenang-senang di mana Tolstoy berada di dalamnya merupakan kehidupan seluruh umat manusia, sedangkan miliaran manusia lainnya yang hidup sederhana, tak terpelajar, dan miskin adalah suatu jenis ternak, bukan manusia. 

Baginya penilaian itu keliru, karena kenyataannya miliaran orang tersebut tidak sebodoh yang dikira oleh Tolstoy dan orang-orang di lingkungannya. Miliaran orang tersebut telah hidup dan sekarang masih hidup, dan Tolstoy melihat sesuatu yang cukup berbeda. Bagi Tolstoy, mereka bisa terus hidup, bukan karena mereka epikurean (penganut epikureanisme, yaitu sebuah sistem filsafat yang bertujuan membawa manusia keluar dari kegelisahan), karena hidup mereka mengalami lebih banyak kekurangan dan penderitaan dibandingkan kesenangan.

Bagi Tolstoy, pengetahuan rasional yang ditampilkan kaum terpelajar sebenarnya mengingkari makna kehidupan, sedangkan miliaran manusia yang dinilai tak terpelajar menerima makna kehidupan dalam pengetahuan irasional, sehingga mereka bisa menemukan jawaban atasnya. Dan pengetahuan irasional itu adalah keyakinan, keyakinan akan Tuhan, penciptaan alam semesta, setan dan malaikat serta lain-lainnya yang tidak bisa diterima Tolstoy selama ia mempertahankan akal sehatnya. 

Pengetahuan rasional hanya memberikan pertanda atas pertanyaan yang diajukan Tolstoy, sedangkan jawaban yang diberikan keyakinan atau iman, seirasional apapun, masih memberikan keuntungan, karena jawaban-jawaban tersebut menghubungkan antara yang terbatas dengan yang tidak terbatas. Misalnya, ketika Tolstoy mengajukan pertanyaan: "Bagaimana aku hidup? Menurut hukum Tuhan. Apa hasil nyata dari hidupku? Siksaan abadi atau kebahagiaan abadi. Apa makna dari kehidupan yang tak hancur oleh kematian? Bersatu dengan Tuhan yang abadi: surga".

Oleh sebab itu, Tolstoy akhirnya sampai kepada pengakuan bahwa tidak bisa menganggap pengetahuan rasional adalah satu-satunya pengetahuan, karena seluruh umat manusia yang hidup memiliki pengetahuan irasional (iman) yang memungkinkan mereka untuk tetap hidup. Sebagaimana sebelumnya, iman tetaplah irasional bagi Tolstoy, namun ia juga tak bisa menghindar selain mengakui bahwa pengetahuan yang irasional seperti itu saja mampu memberikan jawaban atas pertanyaan tentang kehidupan beserta konsekuensinya. 

Pengetahuan rasional telah membawa Tolstoy untuk mengakui bahwa hidup itu tidak berguna sampai Tolstoy ingin menghancurkan hidupnya sendiri. Sekarang bagi Tolstoy, sebagaimana yang lainnya, iman telah memberikan makna kehidupan dan membuat hidup menjadi mungkin. Iman adalah kekuatan hidup. Jika seorang manusia hidup, ia percaya pada sesuatu. Jika ia tak percaya bahwa ada yang dituju dalam hidup, maka ia tidak hidup. Tanpa iman, tidak mungkin bagi seseorang untuk hidup. Tolstoy sadar bahwa memandang hidup sebagai suatu kemalangan dan kesiasiaan adalah bodoh. Jika hidup tidak berguna, mestinya hidup dihancurkan, namun nyatanya Tolstoy tetap hidup.

Setelah mengakui perlunya iman, Tolstoy kemudian mencoba mempelajari berbagai macam keyakinan: Buddhisme, Mohamadanisme, dan Kristianitas. Tolstoy akhirnya berpaling pada Ortodoks. Ia pelajari Ortodoks dari orang-orang terpelajar, para ahli teologi gereja, dan sebagainya yang dianggap berkedudukan tinggi dalam keagamaan. Masih sulit bagi Tolstoy menerima sikap mereka atas keyakinan yang mereka anut, karena hidup mereka tak sesuai dengan prinsip-prinsip yang mereka ajarkan. Mereka hidup dalam kecukupan dan kelimpahan, mencoba untuk meningkatkan atau mempertahankannya. Bagi Tolstoy, hal itu menunjukkan bahwa mereka sama saja seperti Tolstoy yang takut akan penderitaan, kemiskinan, dan kematian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun