Dengan basis dukungan yang kuat dari kelompok-kelompok Islam, partai ini telah mampu bertahan dan bahkan berperan penting dalam mengukir arah politik nasional di era Orde Baru.
Pemilu 2024
Pemilihan Umum 2024 di Indonesia telah menjadi sorotan utama dalam panorama politik negeri ini. Namun, di tengah keriuhan proses demokrasi tersebut, terungkap sebuah fakta yang mengejutkan: PPP - sebuah entitas politik yang selama ini diidentifikasi sebagai tonggak kekuatan politik Islam - mengalami penurunan signifikan dalam eksistensinya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) gagal melewati ambang batas parlemen 4 persen.
Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU yang diumumkan pada 20 Maret 2024 lalu, PPP berhasil meraup 5.878.777 suara atau setara 3,87 persen suara sah secara nasional.
Perolehan suara yang mentok di bawah 4 persen ini merupakan kemerosotan dukungan paling rendah dalam sejarah dan sepak terjang PPP yang sudah lama malang melintang di panggung politik nasional. Kemerosotan ini menandai sebuah titik nadir yang mencolok dalam perjalanan partai tersebut sejak zaman Orde Baru.
Konsekuensinya PPP dinyatakan gagal masuk ke Senayan karena perolehan suaranya tidak memenuhi ambang batas parlementer sebagai syarat minimal untuk masuk ke parlemen. Dalam pemilu terbaru ini, eksistensi PPP tampaknya mengalami cekikan yang tak terduga dengan perolehan suara hanya 3,87 persen.
Penurunan eksistensi PPP di DPR pada pemilu 2024 mencerminkan serangkaian faktor yang kompleks. Salah satunya adalah pergeseran dinamika politik di Indonesia, di mana isu-isu keagamaan tidak lagi menjadi satu-satunya poin fokus.
Munculnya isu-isu ekonomi, lingkungan, dan kesejahteraan sosial telah mengaburkan garis-garis tradisional dalam politik Indonesia. Politik aliran sebagai isu agama yang bisa menarik dukungan umat Islam untuk PPP selama ini ternyata tidak berpengaruh apa-apa terhadap elektabilitasnya. Politik aliran yang pernah populer di era Orde Baru ternyata tidak laku lagi di era reformasi ini.
Selain itu, tantangan internal juga menjadi faktor penting dalam mengguncang keberadaan PPP. Persaingan antarpartai Islam, perpecahan internal, dan ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan zaman turut menyumbang pada kelemahan partai ini. Meskipun memiliki sejarah yang panjang dan kaya, PPP tampaknya kesulitan menghadapi tantangan-tantangan baru yang muncul.
Relevansi PPP sebagai wadah untuk kekuatan politik Islam juga dipertanyakan. Dalam konteks yang semakin kompleks dan beragam, pemilih cenderung memilih berdasarkan isu-isu yang lebih luas dan terkait dengan kepentingan pribadi mereka, bukan sekadar identitas agama. Hal ini membuat PPP kesulitan untuk mempertahankan basis dukungan yang solid.