Kedua, penetapan harga beras berdasarkan kebijakan pemerintah. Pendekatan ini masih berpedoman pada kemampuan masyarakat dalam rangka menetralisir kondisi sosial atau politik sebagai ekses kenaikan harga beras. Kebijakan pemerintah dalam soal harga beras selalu mempertimbangkan kestabilan sosial politik, jangan sampai terjadi gejolak politik atau kriminalitas kalau harga beras dinaikkan melebihi kemampuan masyarakat.
Ketiga, penetapan harga berdasarkan analisis hasil petani sebagai produsen beras. Biasanya harga beras yang ditetapkan mempertimbangkan hitungan besaran biaya sewa lahan tanam, biaya pembelian bibit, biaya tenaga kerja, biaya pupuk, biaya pembelian obat tanaman, pajak, hingga margin yang akan diperoleh. Metode ini kurang populer karena para petani menggunakan lahan sendiri, sementara pendapatan dari harga beras yang ditetapkan tidak bisa impas untuk menutupi biaya produksinya.
Untuk diketahui, BPS telah mencatat kenaikan harga beras sudah menjala ke-268 daerah di Indonesia menjelang puasa dan lebaran 2024. Harga beras terus bergerak naik dan kini berada di kisaran antara Rp15.000 hingga Rp19.000 (cnnindonesia.com, Dedi Mulyadi Sindir Warga Ribut Harga Beras Naik, Skincare Naik Diam, 27/2/2024).
Dari fenomena kenaikan harga beras dan protes masyarakat terungkap, komoditas pangan memberi sumbangan terbesar pada garis kemiskinan di Indonesia. BPS mencatat garis kemiskinan mencapai 73 persen di perkotaan dan 76,08 persen di perdesaan. Komoditas beras sendiri menyumbang garis kemiskinan terbesar yakni hingga 19,35% di perkotaan dan 23,73% di perdesaan. Karena itu lonjakan harga beras dipastikan menyeret banyak orang Indonesia menjadi semakin miskin.
Sindiran Dedi Mulyadi soal skincare merupakan gambaran atas realita pendapatan masyarakat yang masih rentan terhadap instabilitas harga barang kebutuhan pokok seperti beras.Â
Kalau masyarakat sampai berteriak harga beras kemahalan, itu menandakan ada biaya yang harus dipangkas dari pendapatan mereka agar tetap bisa membeli beras sebagai bahan baku nasi. Boleh jadi, biaya yang terganggu itu adalah uang untuk membeli skincare sebagai kebutuhan yang tidak boleh dipangkas apalagi dihapus dari daftar belanja bulanan keluarga.
Depok, 7 Maret 2023
Referensi
Latifa, Azriani. Et. al. Perilaku Konsumtif Pembelian Produk Perawatan Kulit (Skin-care) ditinjau dari Kontrol Diri pada Anggota Komunitas Arisan Bhayangkari. Jurnal Psikologi Terapan [JPT], Vol 4, No. 2 (2021): 72-81 DOI: https://doi.org/10.29103/jpt.v4i2.10210