Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Uang Untuk Skincare atau Untuk Nasi: Ironi Masyarakat Konsumtif

7 Maret 2024   13:01 Diperbarui: 11 Maret 2024   17:13 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua pengguna skincare pasti mengharapkan kulit yang glowing setelah memakai produk kecantikan yang populer ini. Mereka sudah terprovokasi oleh penampakan kulit para influencer yang putih, bening, mulus, dan bersinar yang memancarkan pesona kecantikan paling maksimal. Siapa yang tidak mau memiliki kulit glowing dan wajah cantik seperti mereka?

Pikiran inilah yang selalu menggoda para wanita untuk memakai perawatan kulit supaya penampilan dan citra diri mereka berubah menjadi lebih cantik. Keinginan inilah yang mendorong mereka menjadi konsumtif dan irasional ketika digoda oleh produk skincare yang lebih bagus dan lebih mahal.

Sumber: Liputan6.com
Sumber: Liputan6.com

Narasi bahwa kulit wanita otomatis berubah menjadi glowing karena memakai produk skincare mampu menggeser cara berpikir rasional dalam menentukan skala prioritas kebutuhan manusia. Masyarakat lebih memprioritaskan investasi dalam perawatan kulit ketimbang memastikan kebutuhan pokok terpenuhi. Dengan kata lain, memenuhi hasrat menjadi cantik dan glowing menjadi pilihan utama daripada menyediakan beras yang cukup untuk kebutuhan makan sekeluarga.

Membandingkan harga skincare yang mahal dengan kenaikan harga beras memang tidak sepadan tingkatannya, karena beras merupakan komoditas kebutuhan pokok rakyat yang tata niaganya berada di bawah kendali pemerintah. 

Pemerintah selaku pemegang otoritas hajat hidup orang banyak harus memastikan bahwa harga beras yang ditetapkan harus terjangkau dan bisa dibeli oleh seluruh rakyat Indonesia.

Persoalan besar terkait kebutuhan beras di Indonesia adalah, bahwa penduduk Indonesia terus bertambah, lahan pertanian kita terus terkikis oleh pengembangan pemukiman penduduk, pengembangan lahan industry dan pengembangan sarana fasilitas umum. 

Generasi muda kita banyak yang telah meninggalkan profesi orang tua di bidang pertanian dan beralih ke bidang jasa dan industry, oleh karenanya tidak aneh manakala di masa masa mendatang kebutuhan pangan, terutama beras terus menjadi perhatian yang serius dari pemerintah.

Supaya harga beras bisa dikendalikan secara efektif, pemerintah selalu memastikan stok beras di Bulog saat ini aman. Pemerintah juga masih mampu melakukan bargaining (tawar-menawar) dengan petani dan pengusaha beras yang kondisinya tidak sekuat pengusaha industri lain. Jika persediaan beras di Bulog menipis, atau produksi beras rendah, pemerintah akan mengimpor beras guna mengatasi kenaikan harga dan kekurangan stoknya.

Sebuah pertanyaan klasik tentang harga beras yang selalu muncul adalah: "Berapa harga beras yang ideal?" Pemerintah mempunyai beberapa metode untuk menetapkan harga beras sehingga bisa ideal untuk seluruh kalangan masyarakat. 

Pertama, pendekatan berdasarkan daya beli mayoritas masyarakat yang berpendapatan rendah. Rumus harga dengan metode ini akan menghasilkan harga beras yang murah sekali sehingga mereka mampu membeli beras dan memasaknya menjadi nasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun