Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis - Halo, saudara-saudara sedunia. Apa kabarmu? Semoga kebaikan selalu menyertai KITA.

Penulis penuh waktu. Lahir di Sumatera Barat dan berkarya di Yogya. Emerging Writer "Ubud Writers and Readers Festival" ke-11. E-mail: sulfiza.ariska@gmail.com IG: @sulfiza_indonesia Twitter: Sulfiza_A

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Revitalisasi Bumi Teater di Era Revolusi Industri 4.0

22 November 2019   23:21 Diperbarui: 25 November 2019   06:39 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pementasan Anggun Nan Tongga karya dan sutradara Wisran Hadi di Taman Ismalil Marzuki Jakarta pada 1994. (Foto: Dok. Bumi)

Isu-isu yang diangkat Bumi Teater sarat dengan pergulatan manusia dalam meneguhkan kesadaran eksistensial dan upaya menyikapi perubahan abadi. Dengan demikian, kiprah Bumi Teater berupaya menjadikan teater sebagai medium untuk mengaktifkan dan merawat akal sehat masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Minangkabau.

 

A. Alin De bersama sahabat. (Posisi Alin De, Dasri al Mubary, Abrar Khairul Ikhrima). Sumber: abrarkhairulikhirma.blogspot.com
A. Alin De bersama sahabat. (Posisi Alin De, Dasri al Mubary, Abrar Khairul Ikhrima). Sumber: abrarkhairulikhirma.blogspot.com
Nyaris seluruh karya yang dipentaskan Bumi Teater bersifat kontroversi karena mengandung gugatan terhadap adat, budaya, dan politik-kenegaraan. Masyarakat tradisional Minang menjadi sorotan penting dalam karya-karya Wisran Hadi. Beberapa karya Bumi Teater dinilai pemberontakan. Misalnya, merekonstruksi mitos Malin Kundang dari durhaka menjadi pribadi yang memiliki akhlak yang baik dan budi pekerti mulia. 

Tidak hanya menimbulkan reaksi emosional, kasus tersebut menyeret pengurus Bumi Teater untuk disidang di LKKAM Padang. Tanpa keahlian dan keluasan pemikiran yang mumpuni, Bumi Teater tidak akan berumur panjang atau padam pada tahun yang sama dengan tahun berdirinya.

Dari Bumi Teater, lahir pula Bumi Seni Rupa (19 November 1976) yang menjaga gawang seni rupa (seni lukis) dan Bumi Sastra (2 Mei 1977) untuk gawang susastra (penulisan kreatif, linguistik, kritik sastra, dan sebagainya). Selanjutnya, lahir pula Bumi Pustaka (1 Februari 1978) di bidang literatur, pengarsipan, dan perpustakaan. Perubahan positif tersebut mengubah nama Bumi Teater menjadi BUMI (teater, senirupa, sastra). Pada 29 Mei 1983, berdasarkan kesepakatan bersama, BUMI (teater, senirupa, sastra) dikukuhkan sebagai Yayasan BUMI.  

Herisman is. Sumber: facebook.com/herisman.is
Herisman is. Sumber: facebook.com/herisman.is
Bumi Teater terus melebarkan sayap dan memberdayakan praktisi-praktisi seni belia yang potensial. Para pendiri dan pengasuh Bumi Teater selalu setia berbagi ilmu dan keahlian. Wajah-wajah baru terus berdatangan di Bumi Teater dan menyemarakkan dunia Bumi Teater. Anggota yang semulanya bejumlah 30 orang meningkat secara signifikan dengan jumlah 300 orang pada 1978. Perkembangan yang menggembirakan tersebut memperlihatkan keberagaman keahlian yang dimiliki pendiri Bumi Teater, upaya untuk mengakomodasi minat spesifik para anggota, memberi rumah bagi seni multidisiplin, dan menyuburkan budaya literasi di Sumatera Barat.        

Dalam rentang tahun 1976-1981, Bumi Teater melahirkan sutradara-sutradara yang sangat potensial. Mulai dari A Alin De, Agusfian Iskandar, Armeynd Sufhasril, Asbon Budinan Haza, Aswendi Dahrir, Darvies Rasjidin, Desvita Wardini, Edi Aspar, Edy Utama, Herisman Is, Indra Nara Persada, Muhammad Ibrahim Ilyas, Raffendie Sanjaya, Rizal Tanjung, Syarifuddin Arifin, Zaifan Merry, dan Zirmayanto. Syafril Prel T, Yusril Katil, S Metron Masdison, dan Joe Mirsal (Yumirsal) mencuat pada rentang tahun 1990-2000.

Selanjutnya, Bumi Teater tumbuh terus berkembang dan melintasi gelombang zaman. Sejak tahun 1976 sampai tahun 2006, lebih dari 60 kali pementasan yang berhasil digelar Bumi Teater. Beberapa kali muncul masa vakum dan bersinar kembali. Misalnya, Bumi Teater mengalami kemunduran produktivitas rentang tahun 'akhir 1999 sampai 2005'. Tetapi, kemunduran produktivitas tersebut dipecahkan pementasan Wayang Padang yang diangkat dari karya Wisran Hadi.       

Bila dicermati, salah satu penyebab maju-mundur produktivitas Bumi Teater adalah berkurangnya pengurus atau anggota yang potensial. Sebagian mengundurkan diri untuk membangun ruang seni yang menjadi minat khusus masing-masing, seperti Armeynd Sufhasril (bersama Suhardiman Jipit, Anita Dikarina, dan Yuhirman) mendirikan Gaung Ekspose Teater, S Metron Masdison yang mendirikan Ranah Teater, dan Alin yang mendirikan Sanggar Dayung-dayung.

Namun, kepulangan Wisran Hadi pada Sang Khalik pada 27 Juni 2011 tampaknya menjadi salah satu puncak krisis di tubuh Bumi Teater. Perubahan tersebut menghadirkan kekosongan di ruang Bumi Teater untuk beberapa lama. Sebab, praktisi-praktisi seni tersebut memiliki karakter (keunikan) istimewa yang tidak mudah digantikan praktisi seni yang lain, baik secara pribadi ataupun karya.

Walaupun beberapa pengurus atau anggota Bumi Teater telah berhasil mendirikan komunitas seni yang eksis, persaudaraan dan komunikasi tetap terjalin, terutama melalui media sosial. Jalinan tersebut membuat komunitas-komunitas seni yang mereka dirikan seolah cabang-cabang dari Bumi Teater. Tidak jarang komunitas-komunitas seni dan praktisi seni yang berakar di BUMI (sastra, senirupa, teater) mengadakan pementasan bersama seperti penyelenggaraan Festival Bumi.     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun