Namun, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam petualangan Cewek Bandel, memiliki dasar empiris. Misalnya, peristiwa Mei 1998 (hal. 14), peristiwa Lubang Buaya dan PKI (hal. 115), larangan mengucapkan Selamat Natal bagi Muslim (hal. 92), mitos keperawanan (hal. 40), kekerasan pada kelompok LGBT (hal. 150), dan berjejer pertiwa empiris lainnya. Hal ini menimbulkan pembaca yang mengalami pengalaman empiris tersebut mengindikasikan diri dengan tokoh imaji dalam Gentayangan.
Kendati demikian, melalui narasi yang dibentangkannya dalam Gentayangan, Intan Paramaditha tidak memberi penghakiman. Alih-alih tokoh-tokoh yang terlibat berjuang untuk berdamai dengan peristiwa traumatis tersebut, hingga upaya untuk damai meruncing pada jalan buntu. Tindakan-tindakan tersebut lazim terjadi di belahan negara manapun.
Uniknya, Cewek Bandel terus berupaya untuk survive dan melanjutkan perjalanan. Bahkan, ia menjadikan kekasih makhluk yang terkutuk dan ditakuti dalam agama Abrahamik. Tindakan-tindakan yang dipilih Cewek Bandel seolah-olah sesuai dengan rotasi bumi; tidak bisa dihentikan peritiwa apa pun. Ia memeluk seluruh keputus-asaan, kebingungan, ketidakberdayaan, krisis identitas diri, bahaya, hingga menampung depresi yang dialami orang-orang yang dijumpainya dalam petualangan. Â Â
Dengan demikian, pembaca yang menemukan pengalaman empirisnya tertera dalam fragmen petualangan Cewek Baik dalam Gentayangan, bisa mengindentifikasi diri dan menyadari bahwa dirinya tidak seorang diri dalam petualangan. Pembaca memiliki motivasi diri dalam membaca untuk mengenali konflik sosial; bisa memahami kebingungan yang dialami individu yang berada dalam pusaran konflik.
Akan tiba masanya; pembaca yang memisahkan realitas bentukan narasi fiksi dengan realitas empiris; menyadari bahwa peristiwa-peristiwa yang bertebaran dalam narasi Gentayangan merupakan peristiwa memilukan yang terjadi di Tanah Air kita dan banyak yang berupaya untuk binasa dalam proses 'amnesia sosial'. Bahwa Anda tidak seorang diri bertualang untuk menemukan jalan menuju pencerahan. Â Â
Gagasan BesarÂ
Bisa kita simpulkan bahwa novel Gentayangan merupakan sebuah sumbangan yang berharga di bidang literasi Indonesia. Melalui dunia imajiner yang dibangun teks narasi fiktif Gentayangan, pembaca dituntun untuk terlibat secara emosional dalam mendefinisikan ulang konsep diri, menemukan upaya untuk merumuskan kesadaran eksistensial, dan menemukan keberadaan di hamparan dunia realitas yang dikepung nilai-nilai bentukan pihak otoritatif.Â
Dalam novel Gentayangan juga terdokumentasi peristiwa-peristiwa 'masa lalu yang selalu aktual' dan peristiwa-peristiwa global. Tidak sedikit peristiwa tersebut mengandung substansi memilukan dan mengunjang zona aman. Peristiwa-peristiwa tersebut dipaparkan tanpa penghakiman. Alih-alih pembaca merasakan sensasi petualangan menuju pencerahan. Â
Dengan demikian, bisa kita kukuhkan bahwa, melalui novel Gentayangan, Intan Paramaditha sebagai pengarang, telah berhasil menawarkan gagasan besar dengan diksi yang sederhana dan komunikatif. Selamat!    Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H