Seorang berseragam tadi mendekati Mariana dan menuntunnya ke panggung. Dua perempuan cantik sedang menunggunya di rostur masing-masing sambil memegang piala.
Mariana berusaha tenang. SsIa berlutut di depan kedua anak perempuan itu bergantian, menciumi keningnya dan memeluknya erat. Hatinya sedang dibuai haru.
"Terima kasih, Tirta," katanya sambil memeluk perempuan bermata bola indah itu.
"Terima kasih, Bulan," katanya lagi kepada perempuan berambut ikal itu.
Mariana berdiri. Ia diharuskan memberi ucapan sepatah dua kata. Ia diberi mikrofon.
"Hanya Tuhanlah yang memberiku bahagia seperti saat ini. Ini anugerah Tuhan kepada Tirta dan Bulan." Mariana mengakhiri sambutannya. Kini wanita berumur empat puluh lima tahun itu merasa dirinya ringan tanpa beban. Saat Mariana ingin turun dari podium, ia ditahan oleh pembawa acara. "Sebentar, Bu."
Mariana lalu dibimbing agar berada di antara Tirta dan Bulan.
Seorang bapak yang berpakaian rapi dari tempat duduk paling depan berjalan menuju panggung. Ia lalu menerima sebuah papan kecil seukuran TV 14 inchi untuk diberikan kepada Tirta dan Bulan. Di papan itu bertuliskan nominal angka lima puluh juta untuk hadiah Tirta dan Bulan.
Menjelang sinar matahari melemah, ketiganya diantar pulang oleh panitia acara. Jarak kota dengan rumahnya yang jauh membuat Tirta dan Bulan tertidur. Mariana sungguh bersyukur. Sambil menikmati perjalanan, sebuah kenangan berharga sedang berkelindang dalam ingatannya.
*
Lima belas tahun yang lalu. Mariana tidak tahu, apakah ia harus bahagia atau sedih ketika mendapati buah hatinya lahir tidak sempurna. Menurut dokter yang membantu persalinannya, bayi kembar itu tertular cerebral palsy akibat infeksi rubella dari ibunya semasa hamil.