Mohon tunggu...
Sukir Santoso
Sukir Santoso Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan guru yang suka menulis

Peduli pada bidang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya. Saya merasa tertarik untuk memahami manusia, bagaimana mereka belajar, serta bagaimana pengalaman budaya dan seni dapat memengaruhi mereka. Saya sangat peduli dengan kesejahteraan sosial dan keadilan, dan mencari cara untuk menerapkan pemahaman tentang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya untuk membuat perubahan positif dalam dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pejuang Sejati

9 Agustus 2021   11:20 Diperbarui: 9 Agustus 2021   12:53 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awalnya kami direkrut oleh militer Jepang sebagai pasukan Heiho. Kesatuan strategis Jepang untuk menghadapi perang Asia-Pasifik. Namun kami pada akhirnya dipekerjakan sebagai romusha untuk membangun benteng-benteng pertahanan atau bunker-bunker seperti ini.

Beda sekali dengan teman-teman yang adadi kesatuan PETA, mereka mendapatkan gaji dan fasilitas yang jauh lebi baik. Sedang untuk kami yang di Heiho, banyak diperlakukan seperti binatang.

Malam itu kami Kembali ke barak untuk mendapatkan ransum. Barak kami berada tengah dataran yang agak lapang dipagar kawat berduri dengan tentara jepang berjaga setiap pojok.

Ketika selesai makan ransum untuk sore itu, Nyoman seorang romusha dari Bali itu mendekatiku dan memberikan secarik kertas lusuh yang harus diedarkan ke seluruh teman-teman di kelompokku. Ini merupakan pesan berantai dari Zainudin si Heiho yang berasal dari Bugis.

Malam ini kami harus bersiap. Ini malam Minggu. Biasanya Jepang-jepang itu akan pesta minum-minum dan bersukaria dengan para gadis. Gadis cantik dari Jawa dan Bali yang dijadikan pemuas hasrat atau jugun Ianfu. Atau gadis Flores yang ditangkap begitu saja dari sekitar Mbay.

"Kita akan bergerak malam ini, atau kita akan dihabisi di bunker yang terakhir itu."kata Nyoman."Hanya dengan celana pendek tidak boleh memakai baju heiho atau romusha."

"Bila salah satu dari kita tertangkap tidak boleh menunjukkan tujuan kita kemana,"katanya lagi.

Menurut Heiho Bugis itu, Jepang-jepang itu tidak ingin tempat pertahanan dan keberadaan bunker-bunker itu diketahui siapapun. Sehingga setelah pembangunan benteng pertahanan atau bunker selesai, para pekerja akan segera dilenyapkan.

Malam itu bunyi burung hantu terdengar tiga kali. Dengan hati-hati kami keluar satu demi satu dari ujung barak dan satu satu menuruni jalan setapak yang menuju ke jurang di seberang bukit yang ditunjukkan oleh si Bugis.

Separoh dari kami terus melingkar ke selatan menyusup hutan di Mbay bersama Nyoman. Sedang  rombongan lain menuju ke hutan sebelah barat Aesea bersama si Bugis. Kami akan mencari pakaian dirumah penduduk dan akan melanjutkan perjalanan menuju tempat  bertemu di pantai Marapokot dan berbaur dengan para nelayan.

Jalan setapak yang kami lalui berbatu dan sangat licin. Kami harus sangat hati-hati  agar tidak tergelincir ke dasar jurang. Setelah merayap sekitar dua jam kami mencapai pinggiran sungai. Karena melewati daerah yang terbuka perjalanan kelompokku yang terdiri 4 orang menjadi agak lebih cepat. Waktu subuh kami sampai di perkampungan nelayan di Marapokot bertemu dengan rombongan si Bugis yang terdiri 3 orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun