Nganjuk -- Pernahkah terpikirkan bahwa keberadaan kerajaan-kerajaan besar di Nusantara, seperti Kadiri, Singosari, Majapahit, dan kerajaan-kerajaan segaris keturunannya berkat jasa rakyat Sri Jayamerta yang ada di Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur?
Berikut, penulis mencoba menggali potensi sejarah yang sempat terlupakan, kendati mulai terungkap fakta-fakta sejarah dan bukti pendukung yang menyebutkan bahwa Sri Jayamerta sebagai tonggak sejarah kelanjutan trah Mataram dan berdirinya kerajaan-kerajaan di Jawa setelah wangsa Isana, di antaranya Kerajaan Kediri, Singosari, Majapahit, dan seterusnya.
Tidak terbantahkan bila Pu Sindok bersama pengikutnya yang masih tersisa akibat kalah perang kaliyuga (928 M -- 929 M) melawan prajurit Swarnadwipa Sriwijaya dan sekutunya kerajaan Haji Wurawari dari Luwaram ketika sampai di Sri Jayamerta juga mengalami kekalahan yang sama dan Pu Sindok terbunuh. Niscaya, trah Mataram kuna telah berakhir pada saat perang di bumi Sri Jayamerta itu juga. Sehingga tidak mungkin lagi ada Kerajaan Kediri, Singosari, Majapahit, serta keturunan kelanjutan trah Mataram kuna lain yang segaris. Beruntung, Pu Sindok dengan sisa-sisa kekuatannya dibantu rakyat sipil Sri Jayamerta dapat menang perang ketika menghadapi musuh.
Sehingga di tanah (bumi) Sri Jayamerta ini, sejarah mencatat sebagai bumi kemenangan, yaitu kemenangan rakyat Sri Jayamerta membantu laskar Pu Sindok melawan musuh kerajaan, sebagai disimbolisasikan pada jayastambha dalam Prasasti Candi LorSaat menghadapi musuh kuatnya, Pu Sindok dapat mempersatukan rakyat Sri Jayamerta yang memiliki latar belakang sosial yang berbeda, yaitu mereka adalah penganut agama Hindu, Budha, dan aliran animisme/dinamisme yang lain. Bukan hanya perbedaan agama yang harus dipersatukan untuk menggalang kekuatan, namun strata sosial juga telah dipersatukan. Yaitu, strata kasta brahmana di pihak Mpu Mahaguru dan Mpu Goksandha, kasta kesatriya di pihak Pu Sindok dan para pengikutnya, serta kasta sudra di pihak rakyat sipil. Atau, tanpa memandang status sosial antara pejabat dengan rakyat biasa, antara si kaya dengan si miskin, antara laki-laki dengan perempuan, dan atau antara pemuda dengan orang tua. Mereka dapat dipersatukan untuk mencapai satu tujuan, yaitu menhgadapi musuh kerajaan.
Di antara wanua yang statusnya ditinggikan menjadi sima, hanya ada dua wanua yang mendapat anugerah langsung atau atas inisiatif dari raja Sindok, yaitu Sri Jayamerta mendapat anugerah sebagai sima swatantra, terbebas dari kewajiban membayar pajak kepada kerajaan, dan wanua Linggasutan diberi anugerah sebagai sima agar rakyat sima setempat turut merawat makam mertua Pu Sindok (ayah Parameswari Dyah Kebi) bernama Pu Srawana. Ini berbeda dengan pemberian prasasti kepada wanua yang lain berdasarkan permohonan dari penduduk atau pejabat setempat.
Samgat Pu Anjukladang adalah pemimpin sima Sri Jayamerta, disebut rama. Karena ketokohannya, dia menjadi kepala rama yang terkenal. Sehingga nama Pu Anjukladang berkembang menjadi nama Nganjuk setelah mendapat awalan "N" dan "G" di depannya.
Sebagai bahan kajian bahwa seorang tokoh dari Kakatikan Sri Jayamerta, bernama Samgat Pu Sindok sebagai penyambung Wangsa Mataram Kuna dan Kerajaan Nusantara, secara rinci penulis ungkap melalui beberapa prasasti peninggalan Raja Medang Pu Sindok.
Prasasti Candi Lor ditemukan di Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Prasasti dibuat dari batu andesit dengan ukuran tinggi 209 cm, lebar 102 cm dan tebal 74 cm. Sekarang, prasasti yang asli disimpan di Museum Nasional Jakarta. Prasasti Candi Lor ditulis memakai huruf dan bahasa Jawa Kuna, dibuat atas perintah Sri Maharaja Pu Sindok Sri Isana Wikrama Dharmatunggadewa pada bulan Caitra tanggal 12 paruh terang tahun 859 Caka atau tanggal 10 April 937 Masehi
Isi prasasti menceritakan tentang penetapan tanah dan sawah di Kakatikan Srijayamerta menjadi tanah sima swatantra atau desa perdikan, bebas dari membayar pajak yang sebelumnya disetorkan ke kerajaan. Alasan Sri Maharaja Pu Sindok memberikan anugerah berupa daerah sima swantanra sebagai dharma dari Samgat Pu Anjukladang.
Selanjutnya, kewajiban membayar pajak yang didapat dari rakyat Kakatikan Sri Jayamerta dibagi tiga bagian. Satu bagian untuk persembahan bangunan suci atau bhatara sang hyang prasada kabaktyan dan/atau Anjukladang sebagai pemilik Sri Jayamerta, satu bagian untuk Punta Jataka - petugas penjaga sima Sri Jayamerta, dan satu bagian untuk petugas penarik pajak.
Selain memberi anugerah berupa sima swatantra, Pu Sindok juga memberi anugerah berupa pasak-pasak (hadiah) kepada rakyat Sri Jayamerta yang berjasa, baik yang hadir dalam upacara maupun tidak, yaitu berupa emas dalam ukuran suwarna, masa, kupang dan kain dalam ukuran yugala.