Ketika pertama kali tiba di lokasi, saya disambut oleh pemandangan yang megah. Reaktor Isar 1 berdiri sebagai simbol masa lalu, dengan kapasitas sekitar 912 MW (Megawatt) dan menggunakan jenis reaktor Boiling Water Reactor (BWR).
Saya mendapatkan penjelasan bahwa Isar 1 telah berhenti beroperasi sejak 2011, menyusul bencana Fukushima di Jepang yang mendorong Jerman untuk mempercepat penghentian pembangkit listrik tenaga nuklir. Meskipun reaktor ini sudah tidak aktif, kompleksnya tetap dipelihara dengan baik sebagai bagian dari tanggung jawab pengelolaan limbah nuklir dan penonaktifan fasilitas.
Beralih ke Isar 2, saya terkesima dengan teknologi modern yang digunakan. Reaktor ini memiliki kapasitas yang jauh lebih besar, mencapai sekitar 1,485 MW, dan menggunakan jenis reaktor Pressurized Water Reactor (PWR). Teknologi ini dirancang untuk efisiensi dan keamanan yang lebih tinggi dibandingkan BWR. Isar 2 tetap beroperasi hingga April 2023, ketika akhirnya dihentikan sesuai dengan kebijakan energi bersih Jerman.
Salah satu momen yang paling menarik adalah ketika pemandu menjelaskan bagaimana reaktor bekerja dan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan limbah nuklir.
Saya kagum dengan dedikasi dan tanggung jawab Jerman dalam memastikan bahwa transisi dari energi nuklir dilakukan dengan aman dan berkelanjutan. Mereka tidak hanya menghentikan operasional reaktor, tetapi juga mengembangkan infrastruktur untuk mengelola limbah dan mendukung penggunaan energi terbarukan.
Kunjungan ini juga membuka mata saya tentang pentingnya peran energi nuklir dalam menyediakan listrik yang andal dan bebas emisi karbon selama beberapa dekade.
Namun, keputusan Jerman untuk menghentikan energi nuklir mencerminkan komitmen kuat negara tersebut terhadap kebijakan energi bersih dan keberlanjutan. Saya merasa terinspirasi oleh bagaimana mereka mengutamakan keselamatan publik dan lingkungan dalam setiap langkah kebijakan energi mereka.
Kunjungan ke PLTN Isar tidak hanya memberikan wawasan teknis tentang pembangkit listrik tenaga nuklir, tetapi juga menggugah refleksi saya tentang masa depan energi global. Melihat langsung infrastruktur megah ini dan memahami sejarahnya adalah pengalaman yang tak terlupakan, yang menegaskan pentingnya kebijakan energi yang seimbang antara kebutuhan manusia dan keberlanjutan lingkungan.
Dengan sulitnya energi Eropa akibat krisis Rusia-Ukraina, maka banyak opini tertuju: sudahkah saatnya waktu kita memulai kerinduan pada energi nuklir? Kalau tidak, apa yang bisa kita harapkan?
Energi Terbarukan Bangkrut Satu Persatu
Tibalah masa di mana energi terbarukan dinobatkan menjadi harapan peradaban manusia masa depan. Sayangnya, harapan itu seperti ungkapan peribahasa Jerman: