Cerita dari Kunjungan Pembangkit Nuklir Isar Jerman: Memahami Kerinduan Nuclear Renaissance
Dr.-Ing. Suhendra. Anggota BAM Berlin-Alumni, Jerman.
Di sudut fasilitas yang megah ini, tim kami yang berjumlah 22 orang duduk di ruangan salah satu Kernkraftwerk (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) termegah yang pernah dimiliki Jerman.
Tahun itu, sekitar tahun 2011, kami mengunjungi pembangkit listrik yang memompa energi yang sangat besar. Peralatan, gedung-gedung dan orang-orang di dalamnya adalah bagian dari kejayaan industri Jerman. Dengan listrik yang murah dan tanpa emisi, ia adalah simbol efisiensi dan teknologi tinggi.Â
Dalam kunjungan ini, saya berkesempatan untuk melihat ruang kontrol yang canggih, di mana para teknisi dengan teliti memantau operasi selama bertahun-tahun.
Tuan rumah yang memberikan info tentang PLTN Isar ini adalah salah seorang Profesor di universitas ternama di kota Munich, Jerman, membawakan presentasinya dengan renyah. PLTN ini simbol kebanggaan orang Jerman, hasil dari puluhan tahun inovasi dan kerja keras.
Namun, hari ini dan berikutnya, kebanggaan itu seperti harus dipaksa berhenti. Pembangkit ini pada akhirnya dimatikan sesuai kebijakan pemerintah. Di akhir presentasi, terdengar rangkaian kata berbumbu melankolis dari sang Profesor.
"Zu gegebener Zeit wurden schlielich alle diese hochmodernen Systeme abgeschaltet. Dann blieben sie nur noch Geschichte". Sang Profesor menerangkan dengan bijak. (Pada saatnya nanti, akhirnya semua sistem canggih ini dimatikan. Lalu semua hanya menjadi histori.)
Sebelum pulang, kami berdiri bersama, melihat reaktor besar itu dalam keheningan. Lalu pergi satu per satu menuju ke bus kami pulang ke Berlin. Meninggalkan teknologi canggih yang sebentar lagi hanya menunggu waktu berubah menjadi museum.
Di tengah jalan di atas bus yang kami tumpangi, kami masih terus belum putus menyambung obrolan di PLTN tadi. Mayoritas kawan kami yang sebagian adalah saintis tetap pada opini: PLTN di Jerman adalah pembangkit teraman di dunia. Penutupan PLTN adalah kebijakan yang frustatif hanya karena eksploitasi ketakutan orang akibat berbagai bencana nuklir yang sebelumnya ada.
Jahn yang duduk di sebelah kami memulai percakapan
Jahn: "Weisst du, wir stehen vor einem Dilemma: entweder sterben wir an der Armut, weil wir keine Energie mehr haben, oder wir sterben, weil das Ding hier in die Luft fliegt!"
(Tahukah kamu, kita menghadapi dilema: mati karena kemiskinan tidak punya energi, atau mati karena benda ini meledak!)
Jahn masih ingin cerita...
"Rate mal, was die Konsequenzen wären, wenn dieses Ding wirklich explodiert?"(Coba tebak, apa jadinya kalau benda itu benar-benar meledak?"
Saya kemudian mencoba membuat jangkar ide yang ada di fikirannya...
"Hmm....kalau meledak, setidaknya kita nggak perlu bayar listrik lagi, ya kan?"
Jahn: "Hahaha...Genau! Aber weisst du, was wirklich tragisch ist?"
(Benar! Tapi tahukah kamu, apa yang benar-benar hal tragis?)
Saya: "Was denn?" (Apa?)
Jahn: "Ich habe einen Hund in meiner Wohnung, und er stirbt sowieso. Ob mit oder ohne Explosion!"
(Aku punya anjing di apartemenku, dan dia akan mati juga. Dengan atau tanpa ledakan!)
Sesi obrolan berikutnya adalah versi humor Jerman. Saya kadang tertawa setelah beberapa detik dia buat joke.
Jahn: "Sag mal, was machen wir, wenn die Sonne nicht scheint und der Wind nicht weht?"
(Katakan padaku, apa yang akan kita lakukan jika matahari tidak bersinar dan angin tidak berhembus?)
Saya: "Ganz einfach. Wir zuenden Kerzen an."
(Sangat mudah. Kita nyalakan lilin.)
Jahn: "Und dann stirbst du an der Rauchvergiftung. Perfekt."
(Lalu kau mati karena keracunan asap. Sempurna !!!)
Jahn: "Also, sterben wir an der Armut oder an der Explosion?" (Jadi, kita mau mati karena kemiskinan atau karena ledakan?)
"Keine Ahnung..." (nggak tahu tuh...) kataku.
Jahn: "Unseren Kindern und wir sterben an den Brokratie und Politik, mein Freund." (Kita dan anak-anak kita akan mati kebanyakan akibat karena birokrasi dan Politik, kawanku.)
Dan untuk pertama kalinya, tidak ada yang tertawa.
Masa Lalu dan Kerinduan terhadap Nuklir
Kunjungan saya ke Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Isar di Jerman adalah pengalaman yang luar biasa dan penuh wawasan. Terletak di dekat kota Landshut, Bavaria, PLTN Isar terdiri dari dua reaktor, yaitu Isar 1 dan Isar 2.
Keduanya memiliki peran penting dalam sejarah energi Jerman sebelum akhirnya dihentikan sebagai bagian dari kebijakan transisi energi bersih negara tersebut.
Ketika pertama kali tiba di lokasi, saya disambut oleh pemandangan yang megah. Reaktor Isar 1 berdiri sebagai simbol masa lalu, dengan kapasitas sekitar 912 MW (Megawatt) dan menggunakan jenis reaktor Boiling Water Reactor (BWR).
Saya mendapatkan penjelasan bahwa Isar 1 telah berhenti beroperasi sejak 2011, menyusul bencana Fukushima di Jepang yang mendorong Jerman untuk mempercepat penghentian pembangkit listrik tenaga nuklir. Meskipun reaktor ini sudah tidak aktif, kompleksnya tetap dipelihara dengan baik sebagai bagian dari tanggung jawab pengelolaan limbah nuklir dan penonaktifan fasilitas.
Beralih ke Isar 2, saya terkesima dengan teknologi modern yang digunakan. Reaktor ini memiliki kapasitas yang jauh lebih besar, mencapai sekitar 1,485 MW, dan menggunakan jenis reaktor Pressurized Water Reactor (PWR). Teknologi ini dirancang untuk efisiensi dan keamanan yang lebih tinggi dibandingkan BWR. Isar 2 tetap beroperasi hingga April 2023, ketika akhirnya dihentikan sesuai dengan kebijakan energi bersih Jerman.
Salah satu momen yang paling menarik adalah ketika pemandu menjelaskan bagaimana reaktor bekerja dan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan limbah nuklir.
Saya kagum dengan dedikasi dan tanggung jawab Jerman dalam memastikan bahwa transisi dari energi nuklir dilakukan dengan aman dan berkelanjutan. Mereka tidak hanya menghentikan operasional reaktor, tetapi juga mengembangkan infrastruktur untuk mengelola limbah dan mendukung penggunaan energi terbarukan.
Kunjungan ini juga membuka mata saya tentang pentingnya peran energi nuklir dalam menyediakan listrik yang andal dan bebas emisi karbon selama beberapa dekade.
Namun, keputusan Jerman untuk menghentikan energi nuklir mencerminkan komitmen kuat negara tersebut terhadap kebijakan energi bersih dan keberlanjutan. Saya merasa terinspirasi oleh bagaimana mereka mengutamakan keselamatan publik dan lingkungan dalam setiap langkah kebijakan energi mereka.
Kunjungan ke PLTN Isar tidak hanya memberikan wawasan teknis tentang pembangkit listrik tenaga nuklir, tetapi juga menggugah refleksi saya tentang masa depan energi global. Melihat langsung infrastruktur megah ini dan memahami sejarahnya adalah pengalaman yang tak terlupakan, yang menegaskan pentingnya kebijakan energi yang seimbang antara kebutuhan manusia dan keberlanjutan lingkungan.
Dengan sulitnya energi Eropa akibat krisis Rusia-Ukraina, maka banyak opini tertuju: sudahkah saatnya waktu kita memulai kerinduan pada energi nuklir? Kalau tidak, apa yang bisa kita harapkan?
Energi Terbarukan Bangkrut Satu Persatu
Tibalah masa di mana energi terbarukan dinobatkan menjadi harapan peradaban manusia masa depan. Sayangnya, harapan itu seperti ungkapan peribahasa Jerman:
Wer auf den grossen Gewinn hofft, verliert oft alles." (Siapa yang berharap keuntungan besar, sering kehilangan segalanya.)
Industri energi terbarukan, meskipun menjadi harapan besar untuk masa depan yang lebih bersih, menghadapi tantangan signifikan yang menyebabkan kebangkrutan sejumlah perusahaan besar dalam beberapa tahun terakhir. SunPower Corporation, perusahaan penyedia sistem energi surya dan penyimpanan baterai, mengajukan perlindungan kebangkrutan pada Agustus 2024 akibat krisis likuiditas yang parah dan utang lebih dari $2 miliar. Titan Solar Power, salah satu pemasang panel surya terbesar di Amerika Serikat, juga menghentikan operasinya pada Juni 2024, meninggalkan banyak pelanggan dengan sistem energi yang tidak berfungsi.
SunEdison, yang pernah menjadi pengembang energi terbarukan terbesar di dunia, tidak mampu mengatasi beban utang sebesar $11 miliar akibat ekspansi besar-besaran dan mengajukan kebangkrutan pada April 2016. Stirling Energy Systems, yang fokus pada pengembangan teknologi pembangkit listrik tenaga surya menggunakan mesin Stirling, menyerah pada persaingan harga dengan panel surya fotovoltaik bersubsidi dari Cina, yang menyebabkan kebangkrutannya pada 2011. Selain itu, Vertex Energy dan PetersenDean, masing-masing di sektor transisi energi dan konstruksi surya, juga mengalami kesulitan keuangan yang berujung pada penghentian operasional mereka.
Kasus-kasus ini menyoroti berbagai hambatan yang dihadapi industri energi terbarukan, termasuk tekanan biaya, persaingan pasar global, dan ketergantungan besar pada insentif pemerintah. Meskipun potensi pasar energi bersih tetap tinggi, tantangan ini menunjukkan perlunya strategi bisnis yang lebih berkelanjutan, inovasi teknologi yang lebih kompetitif, dan dukungan kebijakan yang stabil untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang industri ini.
Rindu Energi Nuklir, Bolehkah?
Di tengah transisi energi yang sedang berlangsung, muncul dilema besar di masyarakat: kebutuhan akan energi murah dan stabil di satu sisi, serta keinginan untuk mengurangi dampak lingkungan di sisi lain. Setelah penghentian pembangkit listrik tenaga nuklir di Jerman, seperti reaktor di Isar,Jerman, Â yang saya kunjungi, banyak yang mulai menyadari tingginya biaya energi. Sementara sumber terbarukan tidak murah dan keterbatasan suplai dari teknologi hijau ini.
Barang dan jasa semakin mahal seiring energi yang semakin naik. Dalam kondisi seperti ini, nostalgia terhadap energi nuklir---yang pernah menyediakan listrik murah dan stabil tanpa emisi karbon---semakin terasa. Namun, di balik kerinduan itu, muncul juga pertanyaan: apakah risiko besar yang melekat pada nuklir, seperti pengelolaan limbah dan potensi kecelakaan, masih dapat diterima di era modern?
Dilema ini mencerminkan kerinduan akan solusi energi yang mampu menjawab kebutuhan praktis sekaligus mengakomodasi harapan akan masa depan yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H