Setelah delapan bulan UU Desa berjalan, 30 September 2014 Presiden SBY bersama DPR RI mengganti UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan menggantinya dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuh tahun lahirnya UU tentang Desa, dan UU tentang Pemeritahan Daerah yang juga hampir menginjak 7 tahun, Daerah yang terbagi di antara provinsi, kabupaten dan kota sudah menjalankan hak otonomi secara penuh dan mandiri, sedangkan desa sendiri hak otonomi tidak sepenuhnya dapat dijalankan dalam mengatur dan mengelola sistem pemerintahan.
B. Perbandingan Lembaga yang Ada di Daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota) dan Desa
Perbandingan lembaga daerah dan desa disini difokuskan pada lembaga eksekutif, legislatif, dan lembaga penyelenggara maupun pengawas pemilu. Di tingkat daerah provinsi, kabupaten, dan kota dalam ranah eksekutif, kepala daerah atau pemimpin di daerah berpasangan atau dipimpin dua orang, antara Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Sedangkan di tingkat Desa, pemimpinnya hanya seorang saja yaitu Kepala Desa.
Masih di ranah eksekutif, di daerah setiap bidang ada lembaganya tersendiri, dinas atau badan yang membantu pelaksanaan pemerintahan. Di desa hanya dibantu oleh Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) serta lembaga lainnya yang tidak memiliki tugas dan wewenang di bidang tertentu, hanya di bidang kesehatan yang memiliki lembaga spesifik seperti Puskesmas Pembantu (Pustu) Desa, Pondok Bersalin Desa (Polindes), dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Bagaimana dengan bidang-bidang yang lain?
Di ranah legislatif, lembaga pengawas seperti DPRD dapat berjalan dengan maksimal dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi pengawasan, penganggaran dan pembuatan peraturan perundang-undangan. Di desa, lembaga pengawas seperti DPRD sebenarnya sudah ada yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tetapi tidak semua desa bisa menerapkannya, kalau pun ada fungsi pengawasan dan semacamnya tidak maksimal, selain karena kewenangannya terbatas dan anggotanya sedikit, BPD beserta anggotanya berasal dari satu keluarga, sehingga tugas dan fungsinya dikalahkan oleh kekuatan ikatan darah yang menyebabkan bekerja tidak profesional.
Lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu di daerah sudah ada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sehingga ketika melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilaksanakan di tingkat provinsi tidak menunggu keputusan pemerintah pusat, yang di kabupaten dan kota juga tidak menunggu pemerintah provinsi, semuanya dikembalikan kepada penyelenggara pemilu setempat (KPU). Di desa sendiri penyelenggaraan pemilihan kepala desa (Pilkades) tidak memiliki lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU di daerah, diadakan Pilkades atau tidak tergantung pada kewenangan dan selera Bupati.
C. Optimalisasi Lembaga yang Ada, Penambahan Struktural Baru, dan Pembentukan Lembaga Baru di Desa
Optimalisasi lembaga yang ada di desa seperti LKD, LPMD, Polindes, Pustu dan Posyandu. Semua lembaga tersebut kehadirannya tidak terlalu maksimal dan dirasakan oleh masyarakat karena kurangnya pengawasan dari BPD layaknya DPRD di daerah yang bertugas sebagai penyambung lidah dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Sehingga, dengan adanya fungsi pengawasan secara terus-menerus dan berkelanjutan, tugas dan fungsi yang masih terkendala dalam lembaga tersebut dapat segera diatasi oleh BPD.
Penambahan struktural baru merupakan agenda yang paling penting di tubuh pemerintahan desa, dimana seorang Kepala Desa agar tidak sendirian dalam menjalani urusan pemerintahan desa dan memberi pelayanan kepada masyarakat, seperti yang ada di daerah, distribusi tugas dan wewenangnya tersistematis dan tersusun dengan baik, Kepala Daerah mengatur urusan eksternal daerah, sedangkan Wakil Kepala Daerah mengatur urusan internal di pemerintahan daerah.
Di tingkat desa, Kepala Desa tidak hanya bekerja dan duduk manis di belakang kursi saja, selain harus melayani masyarakat desa dengan sukarela, Kepala Desa juga berkewajiban menjalani pemerintahan desa dengan menjalin kerja sama, apalagi begitu banyaknya agenda pertemuan di kantor desa maupun di luar kota. Dengan demikian, Kepala Desa membutuhkan seorang wakil untuk membantu kinerjanya agar lebih baik dan lebih tertata dalam mengelola desa.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 Pasal 18B Ayat (2) yang berbunyi "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang". Senada dengan bunyi UUD 1945, kebutuhan dan perkembangan masyarakat atas pelayanan publik diperlukan penyesuaian dan pembentukan lembaga baru di desa, di tingkatan eksekutif, lembaga yang ada masih belum mewakili bidang-bidang strategis, seperti bidang pendidikan, ekonomi, pertanian dan pembangunan infrastruktur.